Nagari Sungai Talang

Antara tahun 1980-1988 bersama Sanusi Latief Rektor IAIN Imam Bonjol dan Direktur Isalmic Centre Sumatera Barat, saya berkunjung dari surau ke surau serta menemui kolektor naskah klasik terutama keluarga ulama. Selain mencari manuskrip dan naskah klasik karya ulama juga ditugaskan Islamic Centre Sumatera Barat, 1980 menuslis ulama-ulama Sumatera Barat. Kemudian disusul tugas membantu penulisan disertasi Sanusi Latif dan tugas sebagai tim peneliti “Content analysis Buku-buku Dr. HAKA” dengan sponsorship Toyota Faundation Japan, 1988. Tanpa disadari saya sudah mengenal Nagari Sungai Talang. Masuk ke nagari ini, maksud utama menyingkap nan tasuruak, adalah Surau Syekh Mudo Abdul Qadim Balubuih (1875-1957) dan karya tulis ulama sufi guru pemegang silek Kumango di Belubus jorong terluas di Nagari Sungai Talang. Ketika itu disambut di surau oleh khalifah tarekat Naqsyabandi, sungguh mengasyikan dalam amalan suluk para salikin.

Sungai Talang Perspektif Pemerintahan Nagari
Dari Perspektif pemerintahan, Nagari Sungai Talang punya wilayah 5 Jorong. Lima jorong itu: (1) Jorong Belubus, (2) Jorong Sungai Talang, (3) Jorong Kaludan, (4) Jorong Bukit Apit dan (5) Jorong Guguk Nunang. Dalam Profil Nagari 2016, Luas keseluruhan wilayah Nagari Sungai Talang ± 18 km², secara umum topografinya berbukit-bukit. Penduduk 5.090 jiwa sebagian besar bermata pencaharian petani sawah dan kebun.
Secara geografis, orbitasi (letak) Nagari ini berada dalam Kecamatan Guguak Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Batan-batasnya: Utara berbatas Nagari Guguk VIII Koto Kecamatan Guguak, Selatan berbatas Nagari Sarik Laweh Kecamatan Akabiluru, Timur berbatas Nagari Piobang Kecamatan Payakumbuh, dan Barat berbatas Nagari Simpang Sugiran dan Nagari Kubang Kecamatan Guguak. Jarak ke Padang ibu kota Provinsi Sumatera Barat ± 120 km.

Service Centre Nagari Sungai Talang Terasa benar Nagari Sungai Talang ini, regional sentre-nya seperti didisain konta madani. Tidak saja di Nagari ini ada Balubuih menaruh Surau Ulama Sufi Syekh Mudo Abdul Qadim, jalan seperti berpusat dari Masjid. Dari masjid Al-Insan (lihat foto google), memancar jalan kiri kanan muka belakang. Di depan, Kantor Wali Nagari dengan bangunan permanen, berfungsi sebagai service centre (pusat pelayanan) utama di nagari.
Service sentre lainnya, aspek kesehatan, terdapat Poskesri 1 unit dan UKBM (Posyandu, Polindes) 2 unit. Pusat pelayanan bidang pendidikan terdapat Pustaka Nagari 1 unit, PAUD 1 unit, TK  5 unit, SD 5 unit lainnya. Pusat pelayanan ibadah, terdapat Mesjid 6 buah, surau dan atau mushalla 7 buah termasuk surau Balubuih.

Pusat pelayan aspek pariwisata terdapat situs-situs dalam bentuk menhir. Pernah tahun 1988 pada menhir Belubus dilakukan penggalian tim arkeologi Ditemukan di menhir itu tulang belulang kerangka manusia, diperkirakan tim berusia lebih 200 tahun. Dari fenomenapenggalian itu bahwa menhir itu adalah sejenis turbah (mejan) seperti di Suayan menhir itu disebut masyarakat dengan batu mejan. Menhir di Nagari Sungai Talang itu selain di Belubus juga terdapat di Jorong Sungai Talang, Jorong Guguk Nunang, dan Jorong Kaludan lainnya di sekitar kecamatan Guguak. Bahkan menhir Sungai Talang sudah dicatat inventaris BPCB Sumbar No. 21/BCB-TB/A/10/2007 sebagai cagar budaya Sungai Talang I (lihat foto BPCB). Pemilik dikelola kaum suku bodi payung Datuk Bila Rahman.

Adat Syara’ Nagari Sungai Talang Belum banyak catatan saya tentang adat Nagari Sungai Talang. Perlu bersua khusus dengan Ketua KAN Mediani Dt. Marajo Nan Elok. Tentu juga dengan Wali Nagari Dian David. Namun yang jelas Sungai Talang dikenal dengan Balubui (Jorong Belubus). Mengenal Balubuih tidak saja jejak tuah Syeikh Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim dengan suraunya tetapi juga dengan menhirnya yang dekat dengan bentuk mejan di kawasan DAS Balubuih itu.

Syekh Mudo Abdul Qadim, mengajar dan memimpin suluk para salikin Naqsyabandi, juga menjadi guru tarekat yang banyak dimasuki murid belajar tarekat tarekat, datang dari kawasan Sumatera. Putra (2018) dalam beberapa tulisannya menyebut, beliau syekh ulama sufi ini, selaku guru tarekat juga menguasai dan menjadi guru silat aliran silat Kumango. Kehadiran beliau Syekh Balubuih ini, membuktikan bahwa surau di Minangkabau memiliki trilogi pengajaran yakni (1) mengaji (tarekat), (2) adat dan (3) silat.
Surau Balubuih dulu bagi Syekh Balubuih, tidak saja tempat mengajarkan tarekat (tasauf, agama), mengajarkan adat yang beliau menguasai petata petitih, dan mengajarkan silat kumango, sekaligus beliau tinggal di surau ini. Justru surau ini memiliki beberapa ruangan, di antaranya ruang shalat berjemaah, tempat suluk para salikin setiap bulan Ramadhan dan bulan Zulhijjah, juga ada ruangan kamar Syekh. Di surau selain menjadi guru tadi, syekh juga banyak ditemuai masyarakat diakui sebagai thabib yang piawai melayani pengobatan yang mujarab. Artinya suraunya juga berfungsi rumah sakit.

Syekh Balubuih Ulama Sufi Intelektual Penulis Syekh Mudo Abdul Qadim tidak saja pemimpin (mursyid, syekh) tarekat Naqsyabandi, tetapi juga menguasai dan memimpin berbagai tarekat. Putra pakar manuskrip menyebut, bahwa Syekh menguasai tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, juga Thariqat Sammaniyah Khalwatiyah, Thariqat Ahmad Badawi, Thariqat Qulhu lainnya. Namun dalam pengamalannya Syekh dikenal dalam dua tarekat: Naqsyabandiyah dan Sammaniyah. Justru dalam mempelajari dua tarekat ia memulai dari Naqsyabandi dan berijazah irsyad, menyusul mempelajari Sammaniyah dan berijazah Irsyad.

Guru-guru Syekh Balubuih ialah para ulama sufi terkemuka. Di antaranya Syekh Abdurrahman di Batuhampar, Syekh Muhammad Saleh Padang Kandih, Syekh Abdurahman Kumango lainnya. Tingkat keilmuannya dalam tarekat diakui para ulama sufi. Namun Syekh senantiasa ingin belajar dan belajar. Pernah, sebut Putra jebolan Balubuih ini dalam beberapa tulisannya, bahwa Syekh ini minta suluk kepada beberapa ulama dan ditolak. Karena tingkat pengetahuannya dalam tarekat tidak lagi membutuhkan suluk, tetapi sewajarnya mengajarkan suluk kepada para salikin (pesuluk) lainnya. Di antara ulama sufi yang dia temui dan minta disuluk, ialah Syekh Abdul Ghani Batubasurek (Kampar). Syekh Abdul Gani ini guru Syekh Mudo Wali al-Khalidi – Aceh. Syekh Abdul Ghani menolak Syekh Balubuih, karena pantasnya ia tidak disuluk tetapi menjadi guru suluk.

Syaikh Balubuih ulama sufi intelektual. Ia menguasai kitab kuning (kitab standar) dalam berbagai bidang ilmu, seperti bidang tasawuf, fiqih/ usul fiqh dan tauhid, mantiq lainnya. Justru ia menguasai bahasa Arab dengan baik. Kepakarannya tidak saja menguasai kitab standar, jutru ia juga menulis buku-buku agama.
Di antara buku-buku yang ditulis Syekh Balubuih adalah: (1) As-Sa’adatul Abdiyah fima Ja’a bihin Naqsyabandiyah, 2 edisi; (2) Risalah Tsabitul Qulub, 3 jilid dan (3) Almanak. Apria juga menemukan Syekh ini menulis syair (Nazam), dicetak sebagai lampiran Tarombo masa kolonial. Ulama menulis syair membuktikan salah satu di antara tesis saya dalam menulis disertasi doktor “Syair Ulama Minangkabau”, bahwa “tiada ulama tanpa menulis syair” di Minangkabau dan ulama di manapun mejadi pewaris Nabi SAW.**