Ke Ka’bah, Kiblat

Foto Ka'bah repr.realitasonline.id

Ada kerinduan ke Ka’bah. Memastikan kiblat. Justru selama ini setiap akan berdiri shalat, tegak berdiri betul, menghadap ke kiblat, adalah Ka’bah. Aina (di mana) Ka’bah ? Cari tahulah, yang sungguh!

Di belahan timur, umat mematut-matut, mencari arah kiblat ke Ka’bah. Memperkirakan perhitungan dari arah timur dan barat, memastikan kiblat. Lurus menghadap ke Ka’bah. Menelusuri jalan mata hari dan bayang mentari pagi di kala mata hari terbit, memperhatikan bayang tengah hari kala mata hari tegak lurus di kepala, memperhatikan bayang, ketika mata hari mulai tergelincir ke arah tempat terbenamnya. Tidak lain mencari dan mengukur ketepatan arah kiblat yang benar, di mana posisi Ka’bah.

Alat pengukur kiblat mencari posisi Ka’bah, ada memang alat tradisional dan ada alat modern setidaknya kompas pengukur kiblat. Wallahu a’lam bishshawab (Allahlah yang maha tahu yang betul) kepastiaan arahnya. Jangan-jangan kiblat kita salah kira. Karena keterbataesan alat dan ilmu mengukurnya.

Buya Haroun Al-Ma’ani, pernah menangis saat akan wafat, bibirnya komat komit meratapi umat: ya Allah, betulkanlah kiblat umat! Justru ulama ahli falak ini, mendeteksi banyak masjid umat di timur dan di barat di negeri ini, meleset arah kiblatnya ke Ka’bah. Namun semuanya, kita serahkan pada Allah kepastian arah itu, justru yang kita yakini, berdiri shalat menghadap Allah, kalau tidak dapat memastikan arah Ka’bah, dapat ke mana saja, Allah ada di timur dan barat. Namun di hati, tetap ke Ka’bah, Baitullah, Baitul Atiq di Mekkah.

Foto Irpan. Dok

Ketika engkau sudah sampai di Ka’bah, sudahkah memastikan arah kiblat? Lihatlah dengan nyata dengan mata telanjang, arah kiblat yang benar. Dari arah mana saja orang datang, pastilah saat berdiri luruh semua menghadap ke Ka’bah. Dari arah timur dan barat, utara dan selatan semua berdiri shalat di dalam masjidil Haram, di pelatarannya, bahkan di depan Ka’bah sendiri, menghadap Allah, arahnys semua ke Ka’bah. Hadir di rumah Allah ini, terobat rasa rindu, bertemu mimpi-mimpi kepastian arah ke Ka’bah. Begitu saja melihat Ka’bah, bibir bergetar, hati gemetar. Air mata berjatuhan bagaikan manik-manik putus pengarang.

Malah ada yang baru datang terpekik begitu menampak Ka’bah, tiba-tiba berteriak: Ka’bah! Allahu Akbar! Lalu mereka langsung tersungkur sujud syukur. Benar saja, bertemu Ka’bah, hati ta’jub, besar rasya syukur. Allah mempertemukan dengan Ka’bah Musyarrafah. Ka’bah yang dimuliakan, selama ini di ruang mata hati meski tak terlihat di kasat mata, senantiasa berdiri lurus shalat menghadap ke Ka’bah sebagai kiblat yang lurus.

Karenanya begitu melihat Ka’bah dalam desah dan rintihan kepada Allah saat air mata masih belum kering, segera muliakanlah Ka’bah! Allah memuliakannya sebagai rumahNya dan dibuat sebagai Rumah Manusia. Syarrafallahu l-Ka’bah, Allah memuliakan Ka’bah. Sikap pemuliaannya, petiklah setangkai doa yang indah begitu melihat Ka’bah yang diagungkan.

Allahumma
Zid hadza l-bait
Tasyriifa
Wa ta’zhiima
Wa takriima
Wa mahaabah
Wa zid man syarafahu
Wa ‘azhzhamahu
Wa karamahu
Miman hajjahu
Awi’tamarahu
Tasyriifa
Wa ta’zhiima
Wa takriima
Wa birra

(ya Allah
Tambahlah rumah (Ka’bahMu) ini
Kemuliaan
Keagungan
Kehormatan
Dan wibawa
Tambahlah bagi orang
Yang memuliakannya
Yang mengagungkannya
Yang menghormatinya
Di antara orang yang berhajji
Di antara orang yang berumrah
Kemuliaan
Keagungan
Kehormatan
dan kebaikan)

Engkau perhatikanlah, struktur bangunan Ka’bah. Keindahan di hati melebihi keindahan seni bangun arsitektur kubisme yang tak berlebihan. Tak terlalu kaya zukhrufiyah (dekpratif). Ditutupselimuti kain kiswah sutra hitam yang ditaburi ayat-ayat doa, tulisan kaligrafi, disulam dengan benang emas berwarna kuning. Namun kesederhanaan bangunan Ka’bah, tak mengurangi keagungannya. Penanda, ini Rumah Allah! Sajuk kiro-kiro sanang hati (sejuk pikiran, tenang batin).

Demikian pula struktur lainnya bangunan Ka’bah yang anggun lebih anggun di hati, meski tidak ada yang berlebihan. Sederhana, bagian dari sikap yang mesti dikembangkan. Sebaik-baik urusan, adalah kesederhana. Kesederhanaan membentuk ketebalan sikap qana’ah. Mungkin banyak bangunan indah dan agung lainnya di dunia, namun tak ada yang seagung dan sesakral arsitektur Ka’bah. Di sini, orang melafalkan do’a-doa yang sama di samping doa yang di butuhkannya. Melakukan gerakan yang sama di depannya, saat tawaf. Semua orang, dari pihak timbur dan barat datang dan tumpah ke Ka’bah.

Foto Fyra. Dok

Di komponen lain struktur bangunan Ka’bah ada Makam Ibrahim, Hijir Ismail. Melewatinya saja, luar biasa memberi kesahduan. Ada Multazam merupakan dinding Ka’bah antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Keluarga dan saudara fil Islam, sering berpesan: do’akan kami di Multazam! Di Multazam do’a mustajab. Dinding Ka’bah dari marmer hijau. Ada lantai marmer di ruang terbuka di dalam Ka’bah ada yang diberi tanda untuk shalat. Di sini pernah Rasulullah SAW shalat saat “Membuka Makkah”. Pada Ka’bah juga ada pintu-pintu serta 3 pilar di dalamnya.

Pintu ke Hajar Aswat disebutkan, terbuat dari 280 kg emas murni, selalu terkunci yang pintu dan gemboknya didisain dan dipenuhi tulisan kaligrafi ayat-ayat. Ada juga pintu yang terbuat dari emas membuka ruang ke langit-langit menuju atap Ka’bah. Menyimbolkan tembus berhubungan dengan Yang Maha Mutlak dan Abadi, disebut Ali Sariati sebagai atap perasaan-perasaanmu. Mungkin juga payung dari liarnya khayal dan imajinasi. Pintu itu dikenal dengan Babu t-Taubah (pintu taubat).

Sedangkan tiga tiang di dalam struktur Ka’bah, seperti berfungsi sebagai tiang penyangga, terbuat dari kayu Burma. Disebutkan di antara tengah pilar itu ada lembari kecil penyimpan wewangian dan peralatan yang digunakan sebagai perlengkapan saat pembersihan Ka’bah bersama orang-orang terpilih. Di luar di pelataran Ka’bah lantai diberi marmer putih yang istimewa. Saya coba tawaf menjelas zuhr, di tengah hari dalam terik mata hari, betapapun teriknya panas, lantai marmer itu tetap dingin nyaman untuk melakukan tawaf, meski sedang terik di tengah buntar bayang-bayang. Inikah rahasia marmer putih khusus dari sebuah pulau sebelah utara Yunani bernama Thassos? Wallahu A’lam!

Saat tawaf mengelilingi Ka’bah 7 x terlihat melewati 4 rukun (sudut) Ka’bah: (1) Rukun Hajar Aswad, (2) Rukun Iraqi (al-Rukn al-Syamali, sudut utara), (3) Rukun Syami (al-Rukn al-Gharbi, sudut barat) dan (4) Rukun Yamani. Keempat sudut itu dilalui ketika tawaf menuju Hajar Aswad. Lidah dipenuhi do’a-do’a yang dianjurkan membacanya setiap melewati 4 sudut Ka’bah. Setiap orang tawaf, ingin istilam (menyentuh), mas-hu (mengusap) dan taqbil (mencium) Hajar Aswad itu. Nabi SAW pun menciumnya. Umar bin Khatab pun menciumnya karena Nabi SAW menciumnya.

Kalau Engkau punya peluang mencium Hajar Aswad, syukurilah. Itu rahmat Allah SWT. Berkat doa engkau tadi, memasuki Masjidil Haram berharap rahmat Allah. Tetapi kalau engkat tidak dapat langsung menciumnya, karena terjebak di tengah arus kuat dan deras gelombang lautan umat tawaf yang berdesak-desak, jangan dipaksakan. Kalau tidak bisa mencium langsung itu, ciumlah dengan isyarat dari jauh. Adalah ketika lewat di hadapan rukun Hajar Aswad, ucapakan: bismillah wallahu akbar! Seraya mengangkat tangan kanan dan melekatkan telapak tangan ke bibir, mengecupnya dari jarak jauh di hadapan rukun Hajar Aswad itu.

Di Ka’bah, Baitullah, beribadatlah. Setiap waktu boleh shalat di depan Ka’bah. Setiap waktu dapat tawaf sebagai rukum umrah dan atau hajji atau tawaf jenis ziyarah, qudum, wada’ dan tawaf sunat lainnya. Selesai tawaf diikuti shalat dua rakaat sesudahnya, di belakang makam Ibarahim dan atau di Hijir Ismail. Kalau tidak punya kesempatan di sana, lakukanlah di dalam Masjidil Haram yang mengelilingi Ka’bah, dan atau paling tersulit di mana engkau berdiri dan atau di rumah sendiri setelah balik ke tanah air masing-masing umat.

Di Ka’bah Allah, Muhammad dan Ibrahim serta kaum muslim yang tumpah dari timur dan barat dapat bertemu. Dalam keyakinan syahadatain (bersaksi Tuhan Satu, bersaksi Muhammad RasulNya). Asalkan engkau dapat mengutamakan kerja iman dan tidak banyak diganggu kerja fikiran dan emosi duniawi, engkau lega memasukinya. Bebaskan dirimu dari memikirkan diri sendiri. Hadirlah dengan hati yang tenang beribadah dan bertemu orang-orang mulia dengan mengembangkan persaudaraan serasa silturrahmi. Jika engkau sudah dapat membebaskan diri dari kerja fikir dan emosi dunia, kau bisa nyaman masuk Baitul Aitq, rumah kebebasan. Terletak di negeri yang aman sejahtera tidak milik siapa-siapa, hanya milik Allah. Raja pun khadimusy Syarif (pelayan mulia) di Ka’bah Musyarafah, Ka’bah yang dimuliakan.

Memandangi Ka’bah yang Agung, kita luluh di dalamnya. Disusun kata dengan diksi indah berdoa, seperti tidak terkatakan di depan Allah, hanya yang bisa keluar didengar sayup di telinga isyak tangis, leher rasa tersekat, bibir gemetar, hati gemetar, semua bahasa lebur dalam kesyahduan di Baitullah. Maksud dan jumlah do’a yang bergudang di hati tak tertampung kata dan diksi doa lafziyah. Berdoa dan terus berdoa, meski tak semua lahir dari kata dan kalimat yang indah. Terasa benar kita lebur di depan Allah.

Dicoba lagi melanjutkan munajat kepada Allah, di setiap sudut Ka’bah dan di Multazam, yang keluar tangis juga. Rasa pasrah dan tunduk pada Allah menguasai sekujur tubuh. Ya Allah Maha Agung, di rumahMu Baitullah yang dimuliakan dan diagungkan ini, sepertinya tak satu katapun yang bisa ku susun dengan diksi doa sebagai kalimat terindah. Pada akhirnya ku pasrah jua padaMu , ya Allah. Namun yang kutahu, kulahirkan seindah-indah kata dalam diksi do’a atau tidak terlafalkan sepatah juga, Engkau pun sudah tahu apa yang harus kunyatakan dan apa yang ada di hatiku yang hendak ku keluarkan dan yang hendak ku katakan. Ku sujud memuji dan bersyukur padaMU Allah ! Subhanallhi wa bihamdih, aku diperkenankan menyahuti panggilanMu ke RumahMu Baitullah, Ka’bah Musyarrafah. Labbaika alhummal labbaik, la syarika laka labbaik, innal hamda wannikmata laka, wal mulka laa syarika laka.**