Gunung Padang, Irawati: Picu Perkembangan Ekonomi Kawasan

Gunung Padang dari citra Gedung Kebudayaan Sumatera Barat. Foto Yulizal Yunus/ FIKIR.ID

Imam Abdullah: Kuburan Syekh Abdullah Basir

FIKIR.ID – Gunung Padang, di kaki utaranya DAS Batang Arau dan selatan – barat adalah laut terus ke tengah Samudera Indonesia, indah tidak saja sekedar potensi destinasi wisata menarik di Kota Padang. Namun juga menyimpan sejarah yang setidaknya historytelling, menarik menjadi cerita untuk anak cucu bahkan untuk pengunjung kalau bisa dikemas dengan baik. Saya menjadi ingat potensi Gunung Padang ini, ketika Irawati Meuraksa Anggota DPRD Kota Padang, 28 Januari 2024 yang lalu dalam Bimtek Bundo Kanduang dan Ninik Mamak Batang Arau, menyebut bahwa dampak destinasi Gunung Padang dan Siti Nuraya, memicu perkembangan ekonomi tiga wilayah di Dapilnya Padang Selatan: Bukit Gado-gado, Air Bangis dan Batang Arau.

Sentuhan Irawati Meuraksa perempuan pengusahan ini, menginspirasi saya menulis potensi ingatan kolektif tentang Gunung Padang, terutama historytellingnya yang justru punya fakta sejarah. Setidaknya dalam ingatan saya, ditandai dua makam tua di Gunung Padang. Pertama Makam Syekh Abdullah Basir di surau Berok yang tidak lagi banyak dikenal dan Makam Siti Nurbaya yang sangat dikenal dan melegenda, apalagi sejak ada film Siti Nurbaya dengan tokoh antagonis Datuk Maringgi yang bermain di dalamnya.

Syekh Abdullah Basir yang Keramat

Artikel kecil ini, khusus menceritakan kembali Syekh Abdullah Basir. Siapa ulama ini dan di mana makamnya? Untuk menjelaskan kebesaran ulama Syekh Abdullah Basir ini, saya mengingat seorang saleh bernama Imam Abdullah. Tinggal di depan Mansjid Jamik Ulak Karang Utara tahun 1980-han. Tidak jauh dari Surau/ makam Syekh Tuanku Kalawi ulama penulis bernama Syekh Muhammad Qasim di pasir Ulak Karang. Adalah sebuah jaringan surau ulama penulis besar Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi (asal Km 0 Bayang, di dataran tinggi Pancungtebal dikenal nagari di atas awan), yang sentra pengajiannya di Surau Rumah Asal dekat makamnya arah mihrab Masjid Ganting Padang sekarang.

Tempat tinggal Imam Abdullah itu juga tidak pula jauh dari rumah saya dulu (sampai 1984) di Jl. Flores Padang kawasan belakang Restoran Takana Juo Ulaka Karang Utara. Saya satu masjid dengan Imam Abdullah orang tua Ulak Karang ini. Ia dipercaya menjadi imam Masjid Jamik itu. Kadang ia berbasa basi dengan saya untuk menjadi Imam Masjid Jamik tahun 1980-han itu, dengan alasan melihat latar saya tamatan dan bekerja di IAIN (sekarang UIN) Imam Bonjol.Imam Abdullah tadi menyebut ia bersua dengan dua syekh ini: Syekh Muhammad Qasim dan Syekh Muhammad Dalil generasi sesudah Syekh Abdullah Basir itu. Khusus tentang Syekh Abdullah Basir, Imam Abdullah bercerita. Ia seorang ulama besar antara abad XVII-XVIII. Disebutnya asal dari Berok Padang. Sekitar Muara, Berok Nipah, Padang Bar sekaranglah.

Syekh Abdullah Basir ini kata Imam Abdullah, mempunyai kekeramatan luar mempesona. “Suatu ketika Syekh bercukur. Diperkirakan tidak jauh dari taplau (tapi laut) pantai Padang arah Berok Nipah. Sedang asyik bercukur, Syekh seperti terkejut. Tukang cukur pun terkejut pula. Syekh meminta tangguhkan melanjutkan bercukur. Kata tukang cukur, rambut Syekh baru sebelah yang tercukur! Biarlah dulu! Tangguh Syekh sambil berdiri pergi”.

“Melihat Syekh pergi, tukang cukur bingung, mau ke mana Syekh? Pikirnya. Rambutnya baru sebelah tercukur. Ia merasa salah tingkah. Ia paksakan juga bertanya, mau kemana Syekh?”
“Sebentar! Kata Syekh. Saya mau ikut memadamkan api yang sedang melahap Masjidil Haram di Mekah!”
“Tukang Cukur semakin bingung. Apalagi melihat Syekh pergi ke pinggir laut. Ia dilihat tukang cukur, Syekh seperti mengibas-ngibaskan kainnya seolah memadamkan api!”
“Beberapa saat kemudian Syekh kembali ke tukang cukur. Ia minta melanjutkan cukurnya. Tadi gunting rambutnya baru sebelah. Lalu tukang cukur bertanya lagi. Kemana Syekh tadi? Saya tadi ke Mekah! Semakin bingung tukang cukur. Ia tadi sekejab melihat ke pantai Padang. Semula terlihat berdiri di pantai mengibaskan kain”.
“Setelah itu hilang sesaat. Kemana tadi Syekh ini? Tukang cukur bertanya dalam hati. Bingung lagi tukang cukur, tiba-tiba Syekh seperti tahu bawa ia bertanya. Lalu ia menjawab, tadi ke Mekah ikut memadamkan Masjidil Haram terbakar! Katanya sampail minta kembali melanjutkan cukurnya. Jawaban Syekh menyebut baru kembali dari Mekah itu menambah bingung tukang cukur, lantaran tak masuk akalnya, dengan apa Syekh ke Mekah? Ia tak habis pikir dan geleng kepala”.


Imam Abdullah menyebut Syekh ke Mekah sekecajap itu bagian dari “karamah”. “Kekeramatan yang diberikan Allah kepada ulama, sudah sejak dulu didengar dan diceritakan. Di antaranya banyak ulama mempunyai kekeramatan, seperti Syekh Abdullah Basir ini, ke Mekah sekejap saja dengan kenderaan laut yang tak masuk akal, yakni dengan lapiak pandaknya (tikar singkatnya), kadang dengan sampingnya saja, entah terbang entah berlayar, tidak tahu kita, wallahu a’lam, Allah Yang Maha Tahu, cerita Imam Abdullah yang saya ingat.


Di mana makam Syekh Abdullah Basir ulama dari surau Berok itu? Imam Abdullah menyebut di Gunung Padang. Ia tidak menyebut di puncak gunung atau di kaki Gunung Padang. Tapi yang pasti di Gunung Padang itu.

Ketika saya berziyarah kubur di kapling makam kaum istri saya Nurwati (alm) di Kaki Gunung Padang arah DAS Batang Arau ini tahun 1980-han itu, saya mencoba memastikan. Di mana letak makam Syekh Abdullah Basir. Saya tidak mampu, karena tahun 1980-han itu kawasan kaki Gunung Padang ini masih semak belukar. Meski ada jalan yang sering juga ditempuh pengujung, terutama muda mudi ke arah puncak Gunung Padang, namun kiri kanannya amat semak penuh tumbuhan berduri ketika itu.
Jalan ke Gunung Padang sudah baik sekarang. Dengan akses jalan yang ada membuat Gunung Padang semakin dikenal sebagai destinasi wisata. Apalagi sudah ada pula Jembatan Siti Nurbaya dan di kaki Gunung Padang itu ada objek Meriam Jepang. Juga tambah terkenal setelah ada event Festival Siti Nurbaya di Kota Padang.

Irawati: Gunung Padang Picu Perkembangan Kawasan Wisata Baru

Seiring dengan perkembangan Gunung Padang, Irawati Meuraksa pernah menyebut, tidak Gunung Padang saja yang muncul menjadi destinasi pariwisata terkenal dengan adanya jalan penunjang kawasan wisata Gunung Padang itu, juga membuka akses jalan ke Bukit Gado-gado dan Air Bangis yang menyenangkan. Akses jalan itu membuka peluang peningkatan standar kehidupan masyarakat di daerah Bukik Gado-gado dan Air Manis. Bahkan kawasan ini picu munculnya kawasan wisata baru dan tumbuh berbagai tempat kuliner di Bukit Gado-gado dan Air Bangis. Fenomena itu dalam analisis Irawati perempuan legislatif yang pengusaha ini, dapat membawa dampak positif bagi pengembangan sektor ekonomi masyarakat terutama bidang pariwisata. Analisis itu pernah dikatakan Irwati Meuraksa ketika membuka Bimtek Bundo Kanduang dan Ninik Mamak Batang Arau di Kawana Hotel Kamis, 18 Januari 2024 yang lalu. Saya hadir di Bimtek itu sebagai salah seorang narasumber adat bersama Prof. Dr. Raudha Thaib Yang DiPertuan Puti Reno Istana Silinduang Bulan sebagai Ketua Umum DPP Bundo Kanduang .

Irawati Meuraksa anggota DPRD Padang Pimpinan Komisi IV dari unsur Partai Amanat Nasional (PAN) Dapil dua kecamatan di Kota Padang, yakni Kecamatan Timur dan Kecamatan Padang Selatan Kota Padang. Pengusaha Perempuan Indonesia Maju ini, kembali mencalonkan diri sebagai calon legislatif untuk periode berikutnya untuk DPRD Kota Padang. Ia aktif mengunjungi masyarakat konstituennya.

Sampai terakhir masa kampanye 10 Februari kemarin, senyum Irawati Meuraksa tak luntur meski berselendang kabut lembab menyeruak gerimis dengan berpayung, mengunjungi masyarakatnya, membuat masyarakat terkesan menyambutnya dan mereka berharap ia kembali terpilih. Justru ia aktif berkunjung terutama di Dapilnya di samping banyak melakukan aksi pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan dan kebudayaan pada masa bakhtinya di DPRD Padang. Bahan ia dikenal penggagas dan pasilitator Festival Bukit-gado Padang sejak tahun 2022 lalu dengan memanfaatkan dana pokirnya.

Dalam setiap event konstituennya Irwati Meuraksa yang berpotensi terpilih untuk kembali melanjutkan karir politiknya di legislatif dengan harapan masyarakat konstituennya, senantiasa menyampaikan pesan moral pemilu serentak Nasional 2024 agar bersama dilaksanakan dengan tertib dan aman serta mengajak untuk menjatuhkan pilihan yang tepat – jangan sampai tidak memilih alias golput. Sekaligus pesan kepada masyarakatnya khusus di Padang Selatan di Batang Arau, Bukit Gado-gadi, Air Manis lainnya, senantiasa memanfaatkan pekembangan wilayahnya yang berpotensi meneruskan Festival Bukit Gado-gado dan mengembangkan aspek pariwisata seiring kemajuan kawasan Gunung Padang dan Jembatan Siti Nuraya Padang.

Polemik Penentuan Makam Siti Nurbaya dan Syekh

Di tengah popularitas kawasan wisatan Gunung Padang dan Siti Nurbaya ini, sayang masih menyisakan polemik tentang cerita simpang siur tentang penentuan dua makam tua di sana yang dipandang keramat itu. Siapa yang berkubur di dalamnya. Kalau begitu masih sangat penting upaya penelitian memastikan mana yang makam Syekh Abdullah Basir dari surau Berok dan mana yang makam Siti Nurbaya yang diberi kelambu (tudung kain) itu.
Kem – Rus Akbar dalam situs https://news.okezone.com pernah menulis tentang Misteri Makam Siti Nurbaya yang Dikeramatkan, dishare selasa siang, 08 Februari 2011. Penulis menyebut nama Syekh, tetapi disebut dari Banten, tidak Syekh dari Berok yakni Syekh Abdullah BAsir yang diceritakan Imam Abdullah tadi. Tapi siapa tahu juga Syekh Abdullah Basir ini dari Banten tinggal di Berok. Ia juga menyebut makam Siti Nurbaya. Ia merekomendasikan pemecahan konflik mengenai misteri simpang siur tenang makam Siti Nurbaya dan Syekh yang disebutnya dari Banten ini. Rekomendasinya itu perlu Pemrov Sumatera Barat segera turun tangan. Tentu maksudnya diteliti, agar masyarakat tidak senantiasa terjebak dalam polemik yang berkepanjangan tentang makam tua Syekh dan Siti Nurbaya di Gunung Padang itu.
Kem-Rus Akbar, menyebut dari berbagai sumber yang dikutipnya, makam Siti Nurbaya yang dipugar sekarang itu (yang tidak pula mengesankan makam tua), mulanya ditemukan tanah gundukan. Ada batu berbentuk nisan, bertuliskan Syekh, bukan bertuliskan Siti Nurbaya. Kalau begitu di posisi mana makam Siti yang legendaris itu? Masih misteri! Saya mendukung Kem-Rus Akbar, perlu penelitian. Kalau boleh tim peneliti kepubakalaan dan atau cagar budaya untuk menguak misteri makam tua di Gunung Padang yang berpotensi ODCB (Objek Biduga Cagar Budaya) itu.
Yang jelas dua makam tua di Gunung Padang itu banyak dikunjungi. Mereka berasal dari berbagai penjuru daerah itu, tidak saja maksud riset sejarah tetapi juga maksud ziyarah dan berdoa makam. Bahkan ada maksud “bernazar”, “hajat meminta: sukses, kaya, lulus ujian, dapat anak lainnya”, bersemedi meminta kekuatan ilmu batin, mencari mukjizat dan menambah kekeramatan di samping ritual lainnya di kuburan tua itu. Dikabarkan waktu yang diminati pengunjung adalah event Hari Raya Idul Adha.
Pengunjung yang datang ke makam tua Gunung Padang (Makam Syekh dan atau Siti Nurbaya) untuk studi histori, bersemedi, ziyarah, berdoa, nazar dan ritual lainnya itu ada yang bawa sesajen dan atau ada pengujung yang kembali karena merasa permintaan dan nazarnya sudah terkabul. Mereka tidak datang begitu saja bahkan ada yang membawa kelambu untuk makam tua itu.
Disebutkan warga setempat, kelambu makam tua di Gunung Padang itu memang tidak dari mereka. Kurang hati-hati fenomena kuburan tua ini dan ketika lupa Allah SWT lam yakun lahu kufwan ahad, bisa terperangkap syirik (mempersekutukan Allah SWT) dan menjadi dosa besar dalam akidah Islam. Mereka peziyarah ke makam tua yang tersembunyi di balik batu besar itu ada memakan masa satu hari, satu malam, satu hari satu malam dan ada sampai seminggu dua minggu lainnya. Mereka datang tidak saja pengunjung lokal Padang, Sumatera Barat, tetapi juga dari provinsi lain bahkan dari Jawa dan manca negara dengan berbagai kepentingan tadi itu.