Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek

Foto pertemuan time provinsi dengan masyarakat dan pemerintahan nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, Kabupaten Solok

FIKIR.ID – Dengan sepucuk surat masyarakat ke Gubernur Sumatera Barat mengantarkan saya ke Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek. Saya dan kawan-kawan dalam tim Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinas PMD) Provinsi Sumatera Barat dan Tim Konsolidasi Kelembagaan Adat Provinsi Sumatera Barat. Tim diuntus Gubernur turun untuk mendengar dan menanalisis kegelisahan masyarakat nagari berpangkal masalah sengketa adat tentang tanah garapan dan ulayat nagari itu.

Isunya hak milik dan tata kelola, penguasaan, penggarap, hak guna dan atau yang berwenang lainnya terhadap lahan di nagari Simpang Tanjung Nan Ampek itu diambil alih secara tak elok. Pengambilalihan ulayat nagari termasuk hutan lindung dan lahan garapan masyarakat nagari itu diduga dilakukan para pihak tanpa bermusyawarah mufakat. Bahkan digambarkan “ulayat nagari dijual nagari tetangga” yang tidak berbatasan secara langsung. Disebutlah kawasan wisata di wilayah adat mereka yakni Jalan Jenjang-1000 Ekowisata ke Bukit Cambai diambil alih dan dibersihkan para pihak itu dan disebut-sebut praduga melibatkan sementara unsur pemerintah.

Eksisting Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek

Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek (ditulis pula Nagari Simpang Tanjung Nan IV) ini berada dalam Kecamatan Danau Kembar (Danau DiATas dan Danau DiBawah), Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat. Luas Nagari 44,10 km². Penduduknya (2015) berjumlah 9.349 jiwa dengan Kepala Keluarga 2.187. Mereka yang hidup di nagari bersuhu dingin antara 15° C – 18° C, dominan bekerja sebagai petani.

Orbitasi nagari Simpang Tanjung Nan Ampek yang berpotensi sebagai resort Daerah Tujuan Wisata (DTW) alam ini, jaraknya dari Ibukota Kabupaten Solok Aro Suka 13 km dan dari Ibukota Provinsi Sumatera Barat Padang 49,6 km. Ke sana, jalannya cukup baik, melewati jalan Padang – Alahan Panjang (Solok). Pada sumber Profil Nagari 2015 disebut, Nagari ini berbatas sebelah Utara dengan Nagari Kampung Batu Dalam, sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah Barat berbatas dengan Nagari Air Batumbuk, dan sebelah Timur berbatas dengan Nagari Alahan Panjang dan Nagari Sungai Nanam.

Dari perspektif pemerintahan NKRI, Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek wilayahnya terdiri dari 9 jorong. Kesembilan Jorong itu: (1). Jorong Aka Gadang, (2) Jorong Gurun Data, (3) Jorong Kapalo Danau DiAteh, (4) Jorong Kapalo Danau DiBawah, (5) Jorong Lurah Ingu, (6) Jorong Pasar, (7) Jorong Teluk Anjalai, (8) Jorong Teluk Kinari dan (9) Jorong Rawang Gadang.

Dilihat dari perspektif service centre (pusat pelayanan publik), Simpang Tanjung Nan Ampek ini cukup baik. Aspek keagamaan terdapat 12 bangunan Masjid dan 35 Surau/ mushallah. Aspek kesehatan ada 1 unit Puskesmas dan 2 unit Puskesmas Pembantu serta Posyandu 14 unit dan Puskesri 4 unit. Aspek pariwisata terdapat DTW Danau Diatas dan Danau DiBawah dengan panoramanya yang indah.

Karena alam Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek yang indah ini sudah dipersiapkan regional centre yang baik termasuk Jalan Jenjang 1000 Puncak Menara Pandang Ekowisata ke Bukit Cambai. Belum lagi potensi wisata adat budaya dilihat dari perspektif sejarah dan budaya Nagari ini, dipastikan dapat dikembangkan menjadi DTW Adat di samping alam dua danau dan hutan lindung.

Dalam perspektif adat, Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek ini, cukup kaya dengan jenis alek (pesta adat). Di antara pesta adat yang menarik, seperti alek tradisi membangun rumah istilah mamancak parumahan. Juga ada alek perkawinan terutama salah satu besaran alek sederhananya disebut alek ayam itam tabang malam indak manggalapak (ayam hitam terbang malam tidak mengepak/ melebarkan sayapnya). Justru banyak tradisi dan prosesi adat lainnya yang berpotensi agro-turism berangkat dari eksplisit pengalaman masyarakat dalam pelaksanaan adatnya.

Nagari Adat Penghulu Nan-9 Suku Nan-6

Dari perspektif asal usul dan hak-hak tradisional masyarakat adat, Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek ini menarik. Asal usul mereka disebut Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Mahyunar Dt. Rajo Nan Putiah, berasal dari Nagari Batu Banyak (Lembang Jaya, Solok). Mereka ke wilayah ini pertama menempati (Jorong) Teluk Anjalai tahun 1908. Wilayah Nagari Ini mereka buka (cancang latiah) menjadi ulayat tahun 1914. Dahulu Nagari ini barajo (beraja) sekarang sudah bapangulu (berpenghulu), semuanya pimpinan suku adalah datuk berfungsi penghulu sebagai pucuk adat.

Ninik Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek ini sejak awal 6 suku pindah dari Batu Banyak. Kemudian 6 Suku dibesarkannya 9 penghulu. Sejak dulu itu sampai sekarang tidak boleh mereka tambah jumlah penghulu itu. Artinya, susunan adat mereka tetap pada “Penghulu 9 dalam 6 Suku”.

Mereka menamakan Nagari ini dengan nomenklatur: Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek. Monografiknya dari awal sejarah berpangkal dari 4 Tanjung. Empat tanjung (Tanjung Nan Ampek) itu adalah 4 wilayah yang menonjol, yakni: (1) Tanjung Lalang/ Panjang, (2) Tanjung Gadang, (3) Batu Bamo (baamo, berhama) dan (4) Pulau Sikaduduk.

Nama 6 Suku dipayungi 9 penghulu di Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek ini adalah: (1) Suku Melayu dipayungi 4 Penghulu: (a. Malayu Panjangi Penghulu Dt. Rajo Nan Putieh, b. Melayu Batu Gadang dipayungi Penghulu Dt. Rajo DiAceh, c. Melayu Pulau Sikaduduk dipayungi Penghulu Dt. Rajo/ Bagindo Mudo, d. Melayu Bamo dipayungi Penghulu Dt. Rajo Bilang), (2) Suku Tanjung dipayungi Penghulu Dt. Rajo Intan, (3) Suku Panai dipayungi Penghulu Dt. Rajo Magek, (4) Suku Caniago dipayungi Panghulu Dt. Malintang Sati, (5) Bodi – Bendang dipayungi Penghulu Dt. Bandaro Putieh, (6) Suku Kutianyia dipayungi Penghulu Dt. Bandaro Jambak.

Sekarang Susunan Limbago Adat Penghulu Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek terdiri dari Urang 4 Jinih Nagari. Mereka: (1) Panghulu (Ulayat) Nagari, Nasri Sabar Dt. Bagindo Mudo. (2) Manti, Irwan Effedni, SH Dt. Bandaro Putieh. (3) Malin, Amiruddin Siak Basa dan (4) Dubalang, Rusmal Rajo Mudo. Sedangkan susunan organisasi adat, yakni Kerapatan Adat Nagari (KAN) Ketua Mahyunar Dt. Rajo Nan Putieh. Sekretarisnya Abdul Aziz Thaher, BA dibantu pembidangan tugas lainnya.

Surat Masyarakat, Gubernur Merespon

Masyarakat Hukum Adat Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek melalui organisasi adat nagari KAN mengirim surat ke Gubernur Sumatera Barat. Surat KAN tertanggal 14 November 2022, Nomor :IST/PM-X1-2022, ditandatangani bersama dua Kelembagaan Adat di Nagari. Dua kelembagaan adat itu, (1) Limbago Adat Penghulu Nagari dan (2) Organisasi Adat KAN). Surat juga ditandatangani tokoh masyarakat dan pemuda. Prihal surat adalah pengaduan masyarakat. Isi surat ada 5 point, yang intinya kegelisahan masyarakat, menyangkut ulayat nagari dan garapan mereka. Tadi disebut terdapat fenomena pengalihan hak dan tata kelola diduga dilakukan oleh para pihak tanpa bermusyawarah secara adat dan pemerintahan nagari. Juga kawasan wisata di wilayah adat mereka Jalan Jenjang-1000 Ekowisata ke Bukit Cambai disebutnya dibeli dan dibersihakn juga diduga oleh para pihak itu.

Dalam pertemuan Tim, masyarakat adat Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek kembali menjelaskan isi surat, yang mereka kirim, tidak saja ke Gubernur bahkan juga dikirim ke Presiden. Semua unsur Nagari berbicara mengenai masalah ulayat nagari dan lahan garapan mereka di nagari Simpang Tanjung Nan Ampek. Intinya mereka merasa, puluhan Ha hak ulayat nagari dan lahan garapan, mereka menduga sebagian berada dalam kawan hutan lindung. Mereka merasa terpaksa melepaskan ulayat dan lahan hak garapan kepada para pihak tadi. Bahkan dalam surat mereka tadi disebut ada intimidasi para pihak yang disebutnya dengan istilah calo/ mafia tanah gentayangan disponsori orang-orang tertentu. Bahkan pula disebut secara eksplisit nama-nama para pihak dan mereka berlindung dengan pihak lain dugaan mereka pengusaha dan penguasa. Demikian pula disebut, bahwa dalam proses pelepasan hak ulayat nagari dan lahan garapan mereka, malah tidak melalui musyawarah adat dan pemerintah nagari mereka, tetapi proses administratif pelepasan lahan mereka dalam pengurusannya dilakukan oleh nagari tetangga yang tidak berbatasan langsung dengan nagari mereka. Dalam pernilaian pada pertemuan dengan tim, mereka menyebut ironis, pemerintahan nagari mereka “berlepas tangan”.

Tentang dugaan pemerintahan Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, berlepas tangan dalam kasus penyerobotan lahan di nagari mereka, Anggota Bamus Nagari (Badan Musyawarah Nagari) sebagai mewakili pemerintahan, memberi penjelasan dalam pertemuan dengan Tim Provinsi. Dijelaskan, bahwa sebenarnya pemerintahan nagari bukan berlepas tangan, tetapi belum diberi pelayanan pengurusan pelepasan hak garapan lahan di nagari mereka itu, karena lahan itu diduga berada di kawasan hutan lindung. Dari pihak masyarakat hukum adat, Ketua KAN justru juga menyebut lahan alih kelola di nagari mereka itu di duga dalam kawasan hutan lindung. Termasuk lahan lokasi Jenjang-1000 Ekowisata ke Bukit Cambai, juga diduganya hutan lindung yang berada dalam kawasan Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek. Sayangnya Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek tidak berani memberi pelayanan administrasi pengalihan garapan dan tata kelola ke pihak lain, justru Nagari Tentangga berani memberi pelayanan administrasi pengalihan tata kelola lahan yang tidak berbatasan langsung dengan nagari mereka itu dan diduga hutan lindung pula, kata mereka dengan heran.

Tim Pemrov diutus Gubernur terdiri dari Dinas PMD dipimpin oleh Kabid Lembaga Kemayarakatan Adat Quartita Evari Hamdiana didampingi pejabat fungional Akral serta staf Dany dan Fauzan, dengan membawa Tim Konsolidasi Kelembagaan Adat Provinsi Sumatera Barat dua orang, yakni Zaitul Ikhlas Sa’ad Rajo Intan dan YY Dt.Rajo Bagindo. Tim Provinsi turun tidak dalam kapasitas menyelesaikan para pihak yang bersengketa, karena di dalam adat, Nagari tidak boleh dimasuki dan mencampuri adat salingka nagari mereka. Tim hanya sebatas mencari informasi yang berpotensi menimbulkan konflik sosial masyarakat dan mengkonfirmasi antara isi surat mereka dengan keterangan mereka pada pertemuan dengar pendapat dengan masyarakat hukum adat dan pemerintahan nagari itu. Paling jauh, kalau diperbolehkan hanya sebatas bertukar pengetahuan dan bertukar “pangana” (kearifan dan pemikiran) dengan unsur dua kelembagaan adat (Limbago Adat Penghulu Nagari dan Organisasi Adat KAN) serta unsur tokoh masyarakat adat dan pemuda khususnya.

Hasil deteksi informasi masyarakat dianalisis. Selanjutnya tim memberikan laporan kepada Pemerintah Provinsi. Laporan hasil analisis informasi konflik masyarakat itu, diharapkan menjadi bahan pertimbangan Gubernur dalam pengambilan kebijakan selanjutnya. Artinya hasil analisis itu diberikan untuk membentangkan jalan bagi pemerintah dalam memediasi dan memfasilitasi pemecahan masalah-masalah sengketa adat termasuk ulayat nagari, agar “ribuik tak manjadi” (konflik). Pasilitasi dan atau mediasi melalui Pemerintahan dari atas ke bawah, Kabupaten dan pemerintahan terdepan di nagari.

Bertukaran kearifan dengan masyarakat adat itu sebatas isi suratnya kepada Gubernur. Ternyata tidak sebatas isi Surat, pembicaraan malah meluas kepada kepastian hak milik, penguasaan, hak garap dan hak guna lahan ulayat nagari dan batas-batas hutan lindung. Dari dialog tim dengan masyarakat adat dan pemerintahan, tim dari perspektif saya mencatat, memberi saran, setidaknya tiga hal.

Saran Pertama, segera masyarakat hukum adat melakukan musyawarah Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek. Hadirkan tiga sisi pemangku kepentingan di Nagari: (1) KAN sebagai mewakili organisasi adat di Nagari, bersama Limbago Adat Nagari yakni Penghulu Nan-9 mewakili 6 suku masyarakat hukum adat sebagai penguasa ulayat nagari, (2) Pemerintah Nagari (Wali Nagari/ perangkat) dan (3) Badan Musyawarah Nagari (BMN) yang membidangi fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

Kemudian hasil mufakat (keputusan) musyawarah unsur adat dan pemerintahan Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, dituankan dalam kebijakan nagari dan dilaksanakan secara bersama-sama di Nagari. Artinya mufakat itu harus bulat dalam rumusan dan pelaksanaannya, jangan mufakat bertukar jalan dan atau jangan mufakat untuk tidak sepakat. Mufakat itu mengambarkan sebuah kepastian dalam memastikan, mana yang ulayat nagari yang dikuasai masyarakat hukum adat di nagari, mana yang hutan lindung dan mana yang yang menjadi hak garapan. Kepastian Ulayat Nagari itu didokumenkan dan didaftarkan di BPN sekaligus dituangkan dalam Garis Balabeh (Tambo Baru Adat Nagari) oleh Limbago Adat Nagari (Penghulu 9 suku 6), sejalan dengan Profil Nagari Pemerintahan.

Disarankan Musyawarah segi tiga itu tadi di Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, dimediasi dan dipasilitasi oleh Pemerintah bersama kelembagaan adat nagari (Penghulu-9 dan KAN) serta tokoh masyarakat ranah – rantau. Di antara mereka anak cucu kamanakan dipastikan banyak yang berpotensi baik disilin ilmu dan pengalaman maupun keunggulan dan status lainnya.

Saran Kedua, mengatur pelaksanaan penguatan ulayat Nagari dengan Peraturan Nagari Keputusan Badan Musyawarah Nagari berdasarkan pertimbangan mufakat kelembagaan adat (Limbago Adat Penghulu-9 Nagari dan Organisasi Adat KAN) sebagai wakil masyarakat adat dan pemerintahan nagari. Peraturan Nagari ini, penting sebagai pengatur dan proteksi terhadap pencaplokan wilayah adat dan wilayah pemerintahan nagari oleh para pihak (stakeholders, pemangku kepentingan) yang berkepentingan. Sekaligus peraturan nagari dapat mencegah (oleh pemerintah) praktek calo yang mengerogoti (lahan) aset nagari dan aset pemerintah di nagari seperti hutan lindung di kawasan nagari.

Saran Ketiga penyelesaian sengketa adat oleh nagari dan atau melalui mediasi para pihak menyangkut ulayat nagari, pastikan fokus masalahnya, dan jangan sampai terjebak pencemaran nama baik. Artinya bicarakan bersama fokus masalahnya. Kalau ada keterlibatan para pihak cari safety valve (katup pengaman) konflik mungkin dalam bentuk duduk bersama itu. Kalau menyangkut hukum dilaporkan ke penegak hukum dan fokus masalahnya. Namun sebaiknya sengeketa termasuk ulayat (pusako) selesaikan secara hukum adat bajanjang naik batanggo turun. Ambil mufakat, dipatri dengan penggunaan perinsip praduga tak bersalah, menghindari pemojokan para pihak yang terlibat, sehingga penyelesaian sengketa adat oleh nagari dan atau pihak yang diminta memediasi, dilakukan dengan kepala dingin. Justru kearifan adat memakai nilai arif, tidak pernah mengambil mufakat dalam keadaan panas dan tegang, kalau dalam keadaan panas, ninik mamak mamparambunkannya (cooling down) terlebih dahulu.***