Adat  

Minangkabau Sebelum Masuknya Islam

FIKIR.ID – Berdasarkan keterangan Tambo Alam Minangkabau, adat Minangkabau sudah dimulai sejak zaman Si Srimaharaja Diraja, salah seorang dari tiga titisan darah Iskandar Zulkarnain (ahlu I-bait). Dua orang lainnya juga disebut dalam Tambo Adat dan Tambo Alam Minangkabau, seperti diterangkan dalam Tambo Alam Surambi Sungai Pagu” sebagai berikut:

“Seorang bernama //12 Si Maharaja Alif, seorang bernama Si Maharaja Dipang nan seorang bernama //13 Si Maharaja Diraja, ialah anak raja Iskandar Zulkarnain // 14 Khalifatullah Makuta Alam Johan berdaulat bi inayat Allâh. // 15 taslim bi Allah ta’ala. “Alam dawam bi barakati Muhammad saividillâh bait ya rabb al-‘alamîn. Maka terkabarlah bau yang harum merasuk yang asli”.

Dua saudara, Si Maharaja Alif dan Si Maharaja Depang menyebar ke Negeri Ruhun dan Cina, sementara Si Srimaharaja Diraja ke Minangkabau (ketika itu belum bernama Minangkabau, tetapi wilayahnya luas, seluas daerah rumpun Melayu nusantara). Mereka adalah ahlu l-bait (penghuni baiti). Ahlu l-bait itu, seperti disebutkan oleh Irwansyah Datuk Katumangguangan, berdasarkan Tambo, menyebut Iskandar Zulkarnain dan keturunannya termasuk ahlu l-bait.

Mereka bermula dari Adam as khalifah Allah, diteruskan Zis (anak ke39 Adam as) sampai akhirnya ke masa Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW Rasul Allah, nabi terakhir, penutup segala nabi. Pewarisnya ialah ulama. Tambo Alam Surambi Sungai Pagu itu menyebut keberkatan “Muhammad saiyidillah bait” (Muhammad ialah penghulu ahlu l-bait) atau istilah lain dalam Islam “Muhammad Saiyidu l-anam” (Muhammad itu penghulu segala manusia)

Keturunan ahlu l-bait lebih jauh melanjutkan Sako Pusako kuum Siti Hawa, turun ke Banuun sampai ke Puti Indo Jalito, ibunda dari Datuk Katumangguangan. Sejak itu orang Minangkabau sudah punya adat usali (asli) yang kuat. Sampai sekarang adat Minang disebut Inyiak DEER (DR. HAKA, ayah Buva Hamka) sebagai adat mu’tabarah (dapat dipegang). Inyiak DEER berkata:

 العادة المعتبرة ماكانت في زمن النبوة والا فلا اعتبار لها

(Al-‘ Adat al-mu’tabarah ma kanat fi zamani l-nubuwah wa illah fala i’tibarun laha, artinya: Adat yang dipegang itu sudah dipakai sejak masa kenabian, karenanya tidak ada alasan untuk tidak menjadikannya sebagai pedoman).

Masa kenabian yang dimaksud adalah sejak masa Nabi Adam as sampai kepada Nabi terakhir, Nabi Muhammad SAW. Tegasnya sejak Nabi Adam disebut ahlu l-bait itu, adat usali yang dipakai ini sudah ada.

Dari substansi pemikiran ini dapat diyakini, bahwa nama Minangkabau berakar dari kata keberimanan orangnya sejak masa Nabi Adam as. Artinya nama Minangkabau berasal dari ungkapan mukminan kanabawi, dibaca mukminangkinabawi), maknanya “orang beriman seperti umat pada zaman nabi-nabi”.

Zaman nabi itu eranya sudah dimulai sejak Adam Khalifatullah sampai nabi/rasul khatam al-anbiya’ (nabi terakhir) Muhammad SAW. Keturunan yang beradat sejak masa kenabian itu disebut ahlu l-bait. Kemudian ucapan frasa mukminangkanabawi mengalami perobahan yakni menjadi “Minangkabau”.

Sumber: Modul Penguatan Kapasitas Niniak Mamak