Adat  

Pancuang Taba, Nagari Ulama di Kaki Bukit Barisan

Masjid Khalis Pancuang Taba

FIKIR.ID – Kembali Napak Tilas ke Negeri Ulama Pancuang Taba di kaki Bukit Barisan. Nagari ini saya kenal melalui sejarah besar ulama Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi. Ia Penulis buku “Taraghum ila Rahmatillah” disebut BJO Schrieke sebagai Kepustakaan pejuang abad 20-han. Ia dikenal pemimpin ulama moderat Minangkabau dalam Rapat 1000 Ulama 19 Juli 1919 di Padang.

Rumah tua kaum melayu Syekh Muhammad Dalil

Pancuang Taba dengan dua nagari lainnya Koto Ranah dan Muaro Air, dari perspektif karakter nagari punya spesifik. Adalah, Olok-olok pada Pancuang Taba, Kurenah pada Koto Ranah, dan Budi pada Muaro Air.

Pancuang Taba atau Pancung Taba ini satu di antara Nagari di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Secara administratif berada dalam Kecamatan IV Nagari Bayang Utara (Bayu). Penduduk 1.137 jiwa dengan (579 laki-laki dan 558 perempuan), 265 rumah tangga/ kepala keluarga (2018, bersumber Data Kecamatan Dalam Angka 2019 dan BPS Kabupaten Pesisir Selatan 2019). Luas Nagari 41,02 km² (16,36 % dari luas wilayah Kecamatan IV Nagari Bayu).

Viewsnya indah dikelilingi perbukitan dan dibelah sungai yang airnya jernih. Orang sering menjulukinya “Negeri Indah di Atas Awan”.

Di Nagari Pancuang Taba ini tepatnya di lokasi bekas Gudang Kopi Belanda, pemerintah kolonial itu membuat patok jarak jalan arah ke Pasar Baru dan ke Padang. Tertulis PT O (Pancung Tebal pada Kilometer Nol), ke Padang 93 km, ke Pasar Baru 27 km. Jadi bukan di Sabang – Aceh saja ada Km-0, tetapi juga ada di Nagari ulama ini. Namun kalau diukur dari pusat perkampungan dan pasar Pancung Taba dititik Kantor Wali Nagari ke Ibukota Kecamatan IV Nagari Bayu adalah 14 km, ke Painan 38 km dan ke Kota Padang 96 km.

Saya ke Pancung Taba ini pertama kali tahun 1981. Saat ingin meneliti dan menulis tentang Syekh Muhammad Dalil (1864-1923 M) dan menyertai Sanusi Latif dalam meneliti dan menulis Disertasi Doktornya yang ia membutuhkan buku yang ditulis Syekh Muhammad Dalil. Juga saya menulis Syekh Muhammad Dalil sebagai entry buku 20 Ulama Sumatera Barat di Islamic Centre Sumatera Barat tahun 1981. Ke nagari ulama itu belum lewat mobil.

Kiri kantor walinagari dan kanan surau Syekh Maksum di Pasar Pancung Tebal

Pengalaman berbekas ke Pancuang Taba pertama tahun 1981 itu bersama Sanusi Latih Rektor IAIN Imam Bonjol membawa seorang peneliti Belanda yang saya lupa namanya dengan mengendari Land Rover Jerman disopiri Agus. Saat mau naik dari Koto Ranah, pas di pinggang bukit itu, mobil kuat ini tiba-tiba berhenti, tak jadi terus mendaki menjelang malam itu. Kata masyarakat yang membantu, belum pernah ada mobil lewat di sini.

Tahun 1989 saya mendapat penelitian menulis tentang Karya Sastra Syekh Muhammad Dalil, yakni menganalisis Buku Puisinya “Dar al-Mawa’izhah” (1321 H). Hasil penelitian itu diterbitkan menjadi buku berjudul Sastra Islam, Analisis Syair Apologetik Syeikh Bayang (Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi). Penerbit: IAIN-IB Press, Cet.I 1999.

Service Centre, Market Town dan Regional Centre

Dari perspektif wilayah pemerintahan Nagari Pancung Tebal terdiri dari 2 Kampung. Mempunyai service centre (pusat pelayanan) aspek pendidikan SD dan Tsanawiyah/ Pesantren. Pusat pelayanan kesehatan ada 1 uni Puskesmas Pembantu dan 1 unit Pos Kesehatan Nagari. Pusat pelayanan bidang Agama ada 2 Masjid dan 1 surau/ mushalla. Pelayanan perspektif market town, sudah ada 1 pasar nagari.

Masjid Khalis Pancuang Taba

Dari perspektif transek instrumen Participatory Rural Appraisal (PRA) dan regional centre, Pancung Taba dilintasi tali jalan segitiga emas dari titik Pasar Barau Bayang ke Kota Padang – Bengkulu dan atau Kerinci – Alahan Panjang Kabupaten Solok. Jalan itu sampai Pancung Taba sudah diaspal hotmix meski lebarnya masih kecil.

Sedang tahap penyelesaian ruas jalan berikutnya 8 km dari 52 km diharapkan selesai 2023 dan sudah dianggarkan Rp 31 M, adalah melalui kaki bukit barisan ke Desa Wisata, Danau Di Atas, Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Bila jalan itu selesai, terbuka jalur alternatif jalan ke Solok Selatan terus ke Kerinci.

Melihat perspektif reional centre ini, maka Nagari Pancung Taba menjadi penting dan harga lahan akan terjadi pertambahan nilai. Hati-hati masyarakat setempat, jangan dijual lahan ke pihak selain orang setempat kalau tak mau melanggar adat sepanjang batang. Nagari ini berpeluang kembali mengembangkan komoditi inti yang pernah jaya dulu zaman penjajahan Belanda seperti lada dan kopi khas Pancung Taba.

Kejayaan kopi di Pancung Taba era cultuurstelsel (1830-1870) atau tanaman paksa perkebunan komersial, masih terdapat peta peladangannya sampai sekarang. Pernah dikirimi seorang pakar teknologi hasil pertanian Unand asal Pancung Tebal Prof. Dr. Ir. Novizar, MSi peta perkebunan kopi komersial itu, disebut Sabrul Bayang (Sabay) Dt. Bandaro Sati (2023), bahwa anak cucu orang Belanda itu ingin hendak napak tilas melalui jalan rantai yang dulu pernah dibuat dan dilalui nenek moyang mereka berkuda menuju Labuang Baro yang di bawahnya berpotensi emas.

Disebut juga oleh Sabay, anak cucu Belanda itu hendak ingin menapaki kawasan perkebunan komersial kopi yang dulu pernah jaya ditanam nenek moyang mereka di Pancung Taba. Buah kopi Pancang Taba itu aslinya spesifik besar-besar dan rasanya enak.

Sabay Dt. Bandaro Sati menunjuk kilo meter nol di Pancung Tebal, 27 km ke Pasar Baru Bayang, 93 km ke Padang.

Menandai kejayaan kopi Pancung Tebal, masih dapat dilihat di samping batang kopinya, juga dua bekas gudang kopi Belanda. Pertama bekas Gudang Kopi di kilo meter nol Pancung Taba ke Padang dan Pasar Baru Bayang dan kedua bekas Gudang Kopi di Nagari Koto Ranah, Kecamatan IV Nagari Bayu.

Pancung Taba Negeri Ulama

Terdapat banyak ulama yang lahir di Nagari Pancung Taba ini. Di antara ulama besarnya:

1.Syekh Muhammad Fatawi, melahirkan banyak ulama, belum dapat keterangan selanjutnya.

2.Syekh Muhammad Dalil bin (anak Syekh) Muhammad Fatawi (1864 – 1923). Sukunya Melayu payung Datuk Bandaro Sati yang sekarang dijabat Sabrul Bayang Dt. Bandaro Sati.

Sekarang masih ada seorang ibu, induk kaum Melayu. Di Kaum Melayunya masih terdapat rumah tua tinggal seorang ibu tua 90-han tahun. Rumah tua ini berpotensi dijadikan museum Syekh Muhammad Dalail. Untuk ini membutuhkan perhatian semua pihak.

Nisan Syekh Maksum di Gobah Gurun Tanjung

Gurunya antara lain Syekh Muhammad Fatawi, Syekh Muhammad Salih bin Muhammad Saman penulis buku al-Kasyaf di Alahan Panjang, Syekh Mahmud di Pinti Kayu, Syekh Mushtafa di Koto Baru Muara Labuh dll. Tahun 1903 ke Makkah untuk naik haji sekaligus belajar dengan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (1860 – 1917) mufti dalam madzhab al-Syafi’i dan imam masjidil Haram. Tinggal di Padang di rumah ashal isterinya di Belakang Masjid Ganting, juga makamnya di sana. Juga mengajar di rumah isterinya di Palinggam dan juga mengajar bersama Syekh Surau Kalawi di Ulak Karang Padang.

Punya halaqah di Lubuk Aur Bayang, mengajar bersama Syekh Abdurrahman Labuk Aur. Ia pulang tidak saja mengajarkan agama dan mendorong masyarakat mencari rahmat Allah, juga memperhatikan kondisi masyarakat yang suatu kali diinfeksi penyakit taqshir, yakni segan belajar menuntut ilmu dan malas beribadah.

3.Syekh Muhammad Karim, belum terdapat keterangan selanjutnya.

4.Syekh Maksum (1901-1984), sukunya Kampai Bendang. Ia bersaudara dengan Mukhtar, Yusak, Maimunah, Siaruk, Tajudin, lainnya. Ia pernah berguru dengan Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi dan ayah Buya Hamka ialah Dr. HAKA di Maninjau.

Ia ke Makah tahun 1953 bersama pejuang dan pahlawan nasional Ilyas Yakub. Jalur ke Makah, melalui Malaysia dan India terus ke Makah itu. Ilyas terus ke Mesir. Ia sendiri di Makah, pernah menjadi khatib di samping ia juga melanjutkan pengajian dengan beberapa ulama di Kota Suci itu. Dulu sebelum ke Makah, belum disebut ulama. Ke Makah itu seperti mengambil pengakuan/ legitimasi menjadi ulama.

Akhir hayatnya ia tinggal di Painan di rumah istrinya Nursinah di Painan dan mengajar di Surau Batu Painan. Sebelumnya di Pancung Taba mengajar di suraunya di antara muridnya di Taluk Batang Kapas M.Yunus Taraan. Ia tinggal sebelumnya di rumah isterinya Bahara di Pancung Taba. Anaknya Mujahid banyak bersaudara lainnya banyak bercerita tentang ayahnya ini. Syekh Maksum wafat (1984) dan bermakam di Gobah Gurun Tanjuang Pancung Taba.
Banyak lagi ulama yang lahir dari Pancuang Taba. Tokoh masyarakat Alpoli (2023) menyebut masih tersimpan daftar urutan ulama Pancung Taba di rumahnya. Bagian dari sejarah ulama Pancung Taba.

Menandai sejarah ulama itu, di Pancung Taba terdapat pemakaman ulama, di antara Pemakaman Gobah Gurun Tanjuang di Samping Tampat Inyiak yang berdarah putih di Bukit Tampat. Juga terdapat Naskah kalasik di antaranya Kitab Kuniang terdiri dari bentuk Kitab Pengetahuan Agama dan Kitab Syair Maulud Nabi seperti Asy-Syi’r Al-Barzanji, Al-Barzanji Natsruhu, Qashidat Al-Burdah, Syaraf Al-Anam, ‘Aqidat al-’Awwam lainnya.

Susunan Adat Pancung Taba

Di Pancung Taba adat syara’ sandi bansandi. Saya menyaksikan sendiri selepas berkhutbah Jum’at di Masjid Khalis saya di bawa ke kerapatan ninik mamak nagari dalam alek perkawinan. Nilainya terpatri dalam alek perkawinan. Tardisi jamuan makan aleknya, nasi dihidang tidak pakai cambung, tetapi dengan kampia.

Secara historis, kekuatan adat Pancuang Taba sejak awal, ditandai dengan terdapatnya tempat awal orang Bayang bermusyawarah. Wasyawirhum fil amri (bermusyawarah memutuskan berbagai masalah).

Faktanya tempat bermusyawarah itu terdapat peninggalan Batu Duduk, sebagai balai sidang terbuka di alam terbuka. Sayang sekarang Batu Duduk bernilai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) itu tidak terpelihara dan batunya sudah berserakan. Pemuka masyarakat berharap kembali disusun batu-batunya seperti semula Batu Duduk itu.

Susunan adat Nagari Pancung Taba, terapat dua kelembagaan adat di Nagari Pancung Taba. Pertama Limbago Adat dan Kedua Organisasi Adat. Organisasi adat adalah Kerapatan Adat Nagari (KAN) Pancung Taba tempat berhimpun penghulu Limbago Adat, diketuai Darmansyah Dt. Rajo Sampono dari suku Bendang. Sedangkan Limbago Adat adalah 4 Suku di Pancung Taba, ialah (1) 2 suku melayu, (2) suku Caniago, (3) suku Tanjung dan (4) suku Bendang.

Empat suku induk sebagai Limbago Adat, pemilik adat, pemilik asal usul dan sako pusako salingka kaum, mempunyai ranji kaum, adalah berfungsi steerring (pengarah) pelaksanaan adat di Nagari, dipimpin 5 penghulu dan dapat dipasilitasi KAN dan Wali Nagari, yakni:
1.Limbago Adat, suku Melayu Halaman Panjang dipayungi Penghulu Abizar Dt Bagindo Kayo,
2.Limbago Adat, suku Melayu Buah Banda, dipayungi penghulu Sabrul Bayang Dt. Bandaro Sati,
3.Limbago Adat, suku Caniago dipayungi penghulu Nazarwin Dt. Rangkayo Basa,
4.Limbago Adat suku Tanjung dipayungi penghulu Edison Dt. Gamuk,
5.Limbago Adat, suku Bendang dipayungi Darmansyah Dt. Rajo Sampono.**