Islam  

Hijrah, Gerakan Inovatif Jihad Mencari Rahmat Allah Memakmurkan Masjid dan Perkuat Tali Rahim

FIKIR.ID – Menarik pati kata tausiyah Ustadz Syafwan Diran, Sabtu malam 29 Juli 2023, dalam tabligh akbarnya di Masjid Assakinah Jl. Mangga Balimbing Padang. Tausiyah ustadz mengiringi perjalanan minggu ke-2 tahun baru hijriyah sekaligus memaknai hijrah berbasis iman berjihad memakmurkan masjid dan mempererat silaturrahmi (tali rahim) di samping tali ukhuwwah Islamiyah dalam mencari Rahmat Allah SWT.

Peringatan tahun baru Muharram, seperti juga hari besar Islam, secara kategoris tidak dilakukan Nabi SAW. Kata Syafwan, baru dilakukan sesudah wafatnya Nabi SAW. Artinya tak dilakukan masa Nabi, berarti dibuat dan atau diadakan sesudah Nabi. Setiap yang dibuat bid’ah.

Untuk hal yang dibuat-buat itu, lebih menusuk seperti apa yang diungkap riwayat shahih. Di antaranya, seperti inti entry Majmu’ Fatawa ibni Baz, h. 270 no. 13, bersumber juga dari An-Nasa’i dalam Al-Mujtabiy 188: 3 dan Ahmad 310:3. Katanya:

Sebenarnya sebaik kata kitabullah
sebaik petunjuk sabda Rasulullah
seburuk perkara yang diada-adakan
setiap diada-adakan dalam agama bid’ah
setiap bid’ah itu sesat
setiap yang sesat itu di neraka.

Kalau dipandang dari kasat mata paham mengada-ada itu saja, tanpa pertimbangan argumen lain, tentu tak ada pula orang memperingati hari besar Islam seperti tahun baru 1 Muharram itu. Tak ada peringatan, maka tak ada manfaat. Innafa’ati dzikra/ setiap peringatan itu ada manfaatnya. Setidaknya, ya siar syi’ar Islam itu sendiri. Manfaat peringatan tahun baru hijrah itu setidak sesuai konten ayat 218 Surat Al-Baqarah. Intinya, based iman, hijrah serta jihad itu untuk mendapatkan Rahmat Allah (taraghub ila rahmaillah).

Apalagi peringatan itu rata-rata diselenggarakan di masjid, surau atau mushallah dan atau langgar. Ramai-ramah kita ke masjid dalam rangka peringatan tahun baru hijrah misalnya, berarti kita memakmurkan masjid. Maka perkara ini disuruh, bukan diada-adakan. Juga banyak kita berkumpul dalam majelis peringatan berarti bagian dari pemakmuran masjid itu, maka majelis itu berarti momentum memperkuat tali persaudaraan Islam (ukhuwwah Islamiyah) dan menyambung tali rahim (tali persaudaraan dusanak/ keluarga/ paruik ibu/suku) di nagari itu.

Apalagi peringatan hari besar Islam itu di surau suku. Jelas memperkuat silaturrahim (tali rahim). Artinya bagian momentum menjaga keluarga bertali rahim (ibu) di samping tali nasab (ayah). Jangan memutus apa yang disuruh untuk disambung (tali rahim). Orang yang memutus tali rahim (ibu/ suku/ ranji) dan bakarek rotan dengan saudara dusanak, disebut pasik bahkan dikutuk (dimakan biso kewi). SQ Al-Baqarah ayat 26-27: orang pasik itu, ialah orang yang memutus tali rahim (ibu/suku/ranji) di samping tali nasab (ayah/ bako) yang disuruh untuk disambung (..yaqtha’una maa amarallaha bihi an yushala..).

Justru tali rahim itu berpangkal dari nama Allah SWT. Terdapat Hadis Qudsi, menyebut: Allah Ta’ala, berfirman: ana arrahman, khalaqtur arrahim, syaqaqtu laha isman min ismi, man washalaha washaltuhu, waman qatha’aha batattuhu – (namaku arrahman, kujadikan rahim, ku ambil nama rahim dari namaku itu, siapa yang menyambung tali rahim itu akan kusambung hubungan dengannya, siapa yang memutus tali rahim akan kuputuskan hubunganku dengannya (dari Abdurrahman bin Auf).

Putus hubungan tali rahim dusanak serahim (ibu/ suku/ raji) bagi orang Minang sama artinya dengan “keatas tak berpucuk”. Ketika ke atas tidak berpucuk, awas akan terjadi, ke bawah tak berurat (punah) di tengah digirik kumbang, artinya rusaklah bumi bangsa, karena bakal tidak ada padusi di Minang, diyakini tak berlanjut keturunan. Karenanya memutus tali rahim dan tali nasab dikutuk Allah (dimakan biso kewi).

Karenanya jaga, jangan putus tali rahim tali nasab. Suku tak dapek diasak, nasab tak boleh diabaikan, karenanya bako (keluarga ayah) hubungan dijaga. Dalam adat Minang bako itu berarti baqa (kekal). Karenanya bako harus dipertahankan sampai mati. Sudah mati mayat terbujur, orang tidak mau menyelenggarakannya mayatnya sebelum datang bakonya.

Allah SWT saja pun menjaga kamu (innallaha ‘alaikum kana raqiba) tali rahim dan tali nasabmu. Kenapa kita tidak menjaganya dan sampai bakarek rotan? Allah justru menjadikan asal usul dari diri yang satu (nafs wahidah, adam, ayah). Yang satu itu diberi pasangan (hawa/ ibu), lalu lahir laki dan perempuan yang banyak dari satu tali rahim dan tali nasab. Maknailah firman Allah SWT berikut:

Bertaqwalah pada rabbmu
Yang menjadikan pangkal satu
Yang satu diberi pasangan
dari sepasang jadi berkembang
lahir laki dan perempuan banyak
bertaqwalah pada Allah
dengan NamaNya saling meminta
jaga tali rahim keluarga
Allah pun menjaga sebenarnya
(inti QS An-Nisa’ 4:1). Wallahu a’lam. **