Budaya  

Singgah di Lubuak Bauk Ziyarahi Makam Al-Hajji Harun Al-Rasyidiy Toboh Al-Pariamani

FIKIR.ID-Pasca temu teknis panitia Festival Kesultanan Pagaruyung di Istana Silinduang Bulan, Ahad sore 5 Maret 2023, saya singgah dan ziyarahi makam ulama Syekh H.Harun al-Rasyidi Toboh – Pariaman, di Lubuk Bauk, Batipuh Baruah, Tanah Datar. Tadinya dalam rapat panitia Festival direncanakan Juli 2023 mengemukalah pembicaraan tentang Minangkabau tidak saja Negeri 1000 ulama tetapi juga Negeri 1000 Raja. Dalam catatan, Minangkabau terbanyak mempunyai raja di “nagari yang berkerajaan” dan atau di “nagari tidak berkerajaan yang pimpinannya rajo”. Tentu saja bentuk dan sistem kerajaannya beda dengan kerajaan-kerajaan lainnya di dunia. Terbetik cerita ulama dan raja “Tuanku Sembahyang dalam kaitan sejarah Kesultanan Pagaruyung, mengingatkan saya mampir kembali di makam ulama Syekh H.Harum al-Rasyidi di Lubuk Bauk Batipuh Baruah.

Sedikit tentang Festival Kesultanan Pagaruyung, sebab muncul pembicaraan cerita 1000 ulama dan 1000 raja di Minangkabau, berkaitan dengan unggulan Festival. Dalam Festival Pagaruyung nanti disebut event pertunjukan dan seni serta pawai alegori kesultanan, lomba-lomba bernuansa adat termasuk lomba memasak rendang menantang Rekor MURI lainnya di samping seminar sejarah, tidak kurang pentingnya sebagai bunga-bunga dan penyemarak Festival. Namun yang menjadi sangat inti adalah menjadikan Festival sebagai momentum memulai gagasan lama, penulisan sejarah eksistensi Kesultanan Pagaruyung dari perspektif asal usul disebut dengan Ranji Limbago.

Penulisan sejarah ini dari perspektif asal usul serta 4 kluster kerabat sebagai kekuatan eksistensi Pagaruyung, yakni sapiah balahan, kapak radai, kuduang karatan dan timbang pacahan. Buku Ranji Limbago ini nanti mengambil bentuk Directory Raja dan Rajo-rajo 4 Kluster Kerabatnya di dalam/ luar wilayah Sumatera Barat dibuktikan dengan Ranji Limbago yang memperlihatkan kerabat asal usul Pagaruyung. Festival di-orgnizing committee Irwansyah dengan steerring committee YDP Puti Reno Istana Silindung Bulan Raudha Thaib dan DYDP Rajo Alam Sultan Muhammad Farid Thaib Tuanku Abdul Fattah dan tokoh lainnya.

Selepas rapat Festival, meluncur ke Lubuak Bauk Batipuah Baruah. Langsung naik ke perbukitan depan Surau Nagari di Lubuk Bauk yang berarsitektur kombinatif adat syara’, tak jauh dari makam Hayati tokoh utama Novel Hamka Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, menziyarahi makam ulama modernis pakar ilmu mantiq, teman Dr. Abdullah Ahmad, Dr. HAKA (ayah Buya Hamka), sekaligus guru Hamka (di Batipuah Baruah 1926), ialah Syekh Hajji Harun al-Rasyidiy bin Abdul Ghani al-Tobohi al-Pariamani (1885- 12 Maret 1960). Sebentar lagi sudah 63 tahun wafatnya ulama ini dan 183 tahun kelahirannya, patut umat mengenang jasanya sebagai ulama yang berjasa mengajarkan Islam. Mencerahkan dan mencerdaskan umat dengan kepiawaiannya dalam ilmu logika.

Terpikir, tak sak lagi Syekh H. Harun al-Thobohi ini, jelas sanat ilmunya berguru dengan ulama-ulama besar seperti dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekah. Sebelumnya ia belajar selepas dengan ayahnya lau dengan ulama di Toboh Pariaman, di Koto Tangah Padang, di Padang Japang 50 Kota ke Masjidil Haram dengan Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi. Di Mekah ia sama-sama belajar dengan ulama pimpinan kaum muda/ modernis Dr. Abdullah Ahmad, Dr. HAKA juga bersama pimpinan ulama tua/ tradisional Syekh Khatib Muhammad Ali al-Padani dan Syekh Muhammad Dali bin Muhammad Fatawi pemipin rapat 1000 ulama 19 Juli 1919 di Padang. BJO Shrieke menghargai ulama itu dan beberapa karyanya sebagai kepustakaan pejuang abad ke dua puluh.

Saya mengingat catatannya tentang pemikirannya tentang manusia yang harus eksis dengan kemampuannya. Katanya “al-insan fainnahu ‘ibaratun ‘an majmu’ al-haqiqah min jinsin wa fashlin wa hiya al-hayawaniyah wa l-nathiqin …. wa ta’rif l-insan bi l-hayawan al-dhahik wa ta’rif al-qadri bi shifatin taf’al bi l-mumkin (manusia itu sebenarnya idion mengenai kumpulan realitas di genre dan chapter punya hewani dan bisa berbicara …. dapat didefenisikan sebagai hewan yang bisa ketawa dan karenanya dalam kaitan pendefenisian kemampuannya dapat dalam segala hal bersifat mampu melakukan segala yang memungkinkan…” (lihat Harun, Kunci Pemikiran, 1928:10,13). Hebat dalam penyadaran kekuatan logika berfikir manusia. Ia pernah mengajar di antaranya di kampungnya Toboh, Padang Panjang pada Diniyah School juga di Surau Nagari Lubuk Bauk Batipuh (surau kaum suku jambak payung Datuk Bandaro Panjang, berdiri 1896) sekaligus mengimarahkan surau itu. Di antara muridnya antara lain Prof. Hamka, disebut juga Syekh Daud Sunur, kedua muridnya ini dikenal sebagai sastrawan, khusus Syekh Daud Sunur sebagai penyair klasik banyak ditulis dan dipublikasi luas oleh Dr. Suryadi. Askanahullahi fi l-Jannat al-Na’im (semoga Allah SWT menempatkannya di sorga/ jannatunna’im).

Saya tertegak senang, memberi setangkai doa “assalmu’alaik ya ahl al-diyar” di makam ulama modernis pakar ilmu mantiq dari Toboh ini. Senang melihat makam ulama ini sudah tak lagi seperti puluhan tahun dalam semak belukar di perbukitan kecil Lubuk Bauk pinggiran kiri jalan Padang Panjang – Batusangkar. Sudah terawat dan bersih, sayang berjubin keramik bagus. “Anak-anak beliau sering menziyarahi di samping penziyarah lainnya, pak”, sebut sahib lapau di sebelah. Alhamdulillah.

Di makam ini saya terkenang mengingat pengalaman tahun 1980-han, saya pernah ke makam ulama ini dalam perjalanan mencari nan tasuruak, bagaikan pengalaman sekarang dalam kegiatan SAKO’s Journey, berupaya menemukan karya, surau dan makam serta cerita tentang ulama Sumatera Barat. Dalam tugas antik di tahun 1980-han itu saya menemukan nama besar ulama ini, ialah Syekh H.Harun al-Rasyidi murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Saya menemukan sebuah buku karyanya “ilmu logika dalam perspektif” dengan judul “Kitab Mafatih al-Fikriyah fi l-Ilmi l-Mantiqiyah (Buku Kunci Pemikiran dalam Ilmu Logika). Buku ini ditulisnya dalam bahasa Arab yang fasih diterbitkan oleh Penerbit Tsamarat al-Ikhwan – Bukittingi, 1928 M/ 1347 H.

Ada beberapa buku lain oleh beliau ulama pemikir mantiq yang juga menulis tentang fiqih dan ushul serta tareka khalwatiyah. Di antara bukunya berjudul “al-Risalat al-Mubinah al-Musammah bi Falahat al-Mubtadi’ fi ma Yalzamu ‘ala l-Mukallaf min Ahkam al-Syar’iy (Risalah Pernyataan Dinamakan Kemenangan Generasi Pemula Mengaji Mengenai Hal Yang Mesti Diketahui Mukallaf tentang Hukum Syari’ah). Juga ada bukunya yang lain berjudul: “Mafatih al-Mabahits fi Istilah al-Ahadis” (Kunci-kunci Menganalisis Istilah Hadis), dan mungkin ada yang lain, tetapi saya belum memilikinya.

Di buku beliau Syekh Harun al-Thobohi, al-Risalat al- Mubinah (1928) yang saya temukan awal tadi, di halaman judulnya saya baca coretan “keterangan bahwa yang mempunyai kitab, nama ini Arisah Tasar – Baroe Soenoer”, coretan itu ditandatangani. Sayang sampai sekarang belum menemukan pemiliknya, mungkin pembaca dapat membatu, siapa dan di mana beliau Arisah Tasar itu dan atau anak cucunya? Di Sunur Pariamankah? Semoga miliknya ini menjadi amal ibadah dan ilmu di dalamnya dapat dimanfaatkan orang banyak.

Saya ketika itu (1980-2000) bekerja sebagai Kepala Sekretariat sekaligus pengurus Islamic Centre Sumatera Barat. Bersama direkturnya Sanusi Latief saat itu Rektor IAIN Imam Bonjol bos sekaligus teman saya masuk/ keluar nagari, mencari naskah dan manuskrip ulama Sumatera Barat, sekaligus melihat surau, makam dan merekam varian perjalanan hidup ulama itu. Dengan segala suka duka menemui kolektor tradisional naskah klsik dan manuskrip ke rumah dan surau, bolak balik berhari-hari pulang pergi dan nginap, rasanya sangat membahagiakan ketika hampir seribuan judul nasakah tua manuskrip dan naskah klasik lainnya ditemukan. Kepentingan utama ketika itu, penemuan naskah klasik dan manuskrip ulama berkaitan dengan pelaksanaan program Islamic Centre menulis ulama. Disambung dengan kegiatan penelitian “Analysis Content 37 Buku Karya Dr. Haji Abdul Karim Amrullah – Dr.HAKA” ayah Buya Hamka, dengan sponsorship Toyota Foundation 1988, sekaligus membantu penyelesaian Disertasi Dr. Sanusi Latief, tentang Ulama Tua dan Modernis di Sumatera Barat.
Seiring tugas Islamic Centre Sumatera Barat tadi, saya bersama teman-teman penulis di antaranya Zaili Asriel, Shofwan Karim, Emma Yohanna, Fakhrul Rasyid 20-han orang lainnya, kami membuat gerakan “menulis, menceritakan ulama Sumatera Barat”. Membuktikan Sumatera Barat sebagai Negeri 1000 ulama di samping mungkin 1000 raja. Gerakan menceritatuliskan ulama itu Sumatera Barat beralih dari kebiasaan menulis cerpen fiksi (cerita rekaan) ditampung Budaya Minggu ini di Samping Remaja Minggu ini pada halaman rubrikasi SKh. Haluan digawangi redaktur Penyair Besar Rusli Marzuki Saria (RMS).

Biasa, kami di rubrik koran ini menulis berpolemik mendialogkan dan menyemai nilai adat syara’ dalam bentuk sastra dan esei kebudayaan yang khas, sehingga redaktur RMS itu menyebut group penulis kami ini sebagai para penulis “mazhab IAIN”. Justru ketika itu kami semua penulis dalam status mahasiswa IAIN Imam Bonjol yang memang banyak menulis di koran-koran. Dengan gerakan menulis ulama tahun 1980 itu selesailah tahap awal kami menulis 20 Ulama Sumatera Barat dalam sitilistika (gaya bahasa) sastra berbentuk cerpen dan atau novela mini. Diterbitakan dan diedar luas oleh Islamic Centre Sumatera Barat kerjasama dengan Mataram Offset, 1981, dikasih pengantar oleh Edwar. Dengan gaya penulisan sejarah ulama seperti itu, kami mendapat kritikan pedas juga dari sementara para sejarawan bahkan dengan ungkapan hija’: apapula yang ditulis orang IAIN ini!? Kami tenang saja, tak ada respon, justru kami berfikir, suatu saat nanti, bila ada orang menulis ulama dimungkinkan buku ini akan menjadi rujukan, karena dimungkinkan ini buku pertama menulis ulama oleh tim penulis yang dikomandoi lembaga yang berwibawa Islamic Centre Sumatera Barat.

Tiba-tiba kembali saya tersentak, temaram senja sudah membias. Nyaris lupa memotret makam Syekh H.Harum Al-Rasyidi, yang dulu saya kunjungi tak serapi sekarang ini, tertarik dan segera memotretnya. Di turbah/ mejan ulama ini direkam masa hidupanya (lahir 1885 dan wafat 12 Maret 1960, berusia 75 Tahun). Istri-isteri beliau: (1) Ummi Fatimah (Sunur), (2) Ummi Siti Aisyah (Batipuh), (3) Ummi Syafiah (Padang Panjang) dan (4) Ummi Saura (Padang Panjang). Anak-anaknya: (1) M.Rasyad Harun (Sintuk Lubuk Alung), (2) Rahman Harun (Pariaman), (3) Zainal Harun (Pariaman), (4) Rasidah Harun (Pariaman), (5) Latifah Harun (Pariaman), (6) Darul Qutni Harun (Batipuh), (7) Rianah Harun (Batipuh) dan (8) Bustanuddin Harun (Padang Panjang), (9) Fachruddin Harun (Padang Panjang), (10) Burhanuddin Harun (Padang Panjang), (11) Aminuddin Harun (Padang Panjang) dan (12) Djohar Arifin Harun (Padang Panjang).***