Berita  

YAICI Sebut Kental Manis Pemicu Tingginya Angka Stunting di Indonesia

FIKIR.ID – Masifnya penggunaan produk susu kental manis (SKM) di tengah masyarakat, menjadi salah satu jadi penyebab tingginya angka prevalensi stunting di Indonesia.

Hal ini diungkapkan Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat saat menggelar dialog bersama awak media dan blogger di Kubik Kopi, Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat, Kamis (3/8/2023).

Arif menjelaskan, YAICI bersama para mitra telah melakukan sosialisasi, penelitian dan pencarian fakta lapangan terkait gizi balita dan kebiasaan konsumsi masyarakat. Dari berbagai persoalan yang ditemukan.

“Dapat disimpulkan bahwa alasan ekonomi, minim edukasi dan kebiasaan telah menggiring masyarakat memilih alternatif pangan yang murah, mudah dan instan untuk anak, yang terlihat dari benang merah temuan di berbagai daerah paling banyak ditemukan kebiasaan konsumsi kental manis oleh balita,” ujar Arif.

Selama ini di masyarakat Indonesia memang SKM sering diasumsikan sebagai susu yang bisa dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak. Mirisnya hal ini sudah membudaya sejak 100 tahun terakhir. Barulah tahun 2018 silam pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya melakukan sosialisasi kalau SKM bukanlah susu murni yang boleh dikonsumsi balita.

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi balita stunting mencapai 24,4%, underweight 17% dan wasting 7,1%. Selain stunting, Indonesia masih memikul beban ganda masalah gizi, yaitu kekurangan gizi mikro, makro dan gizi lebih.

Pemerintah menargetkan penurunan angka prevalensi stunting pada tahun 2024 di angka 14 %. Namun Airf pesimis target tersebut dapat tercapai dengan waktu singkat tersisa satu tahun lagi.

Arif mengakui memang untuk merubah hal yang sudah membudaya lebih dari satu generasi tidaklah mudah. Namun begitu dia menekankan perlunya mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat melalui Sosialisasi & edukasi berkesinambungan yang melibatkan lintas sektoral: Pemerintah, Industri, Kelompok Profesi, Organisasi masyarakat, Media massa, pegiat sosial media, tokoh masyarakat.

Fokus inilah yang tengah dijalankan YAICI dengan melakukan sosialisasi ke lebih 50 kota di Tanah Air sejak tahun 2018 sila. Di Sumbar, sejak awal pekan ini Arif dan tim juga mengunjungi salah satu daerah, yakni Nagari Sungai Sarik, Kabupaten Padang Pariaman. Di lapangan YAICI menemukan masih banyak anak-anak yang masuk kategori gizi buruk yang cenderung mengarah kepada kasus stunting.

“Diperlukan peran serta lintas sectoral dalam percepatan penanganan stunting di Indonesia. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat memiliki kesempatan besar untuk turut serta meningkatkan literasi gizi masyarakat,” pungkasnya.