FIKIR.ID – Buku Teologi Pemberdayaan diluncurkan. Dilaunching oleh Rektor UIN Imam Bonjol, Prof.Dr. Martin Kustati, Rabu pagi hingga siang, 24 Agustus 2022 di GSG UIN Imam Bonjol Padang. Saya punya “pangana”, dengan kehadiran buku ini seperti juga melaunching penulisnya secara luas sebagai pakar pemberdayaan dari perspektif teologi dan tauhid sosial yang amat dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat saat ini.
Buku yang diluncurkan itu merupakan varian biografi 70 tahun Prof.Tamrin Kamal, Guru Besar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) UIN Imam Bonjol Padang. Judul lengkapnya “Prof. Dr. H. Tamrin Kamal, M.S, Teologi Pemberdayaan dari Bukit Sibumbun, Perjalanan, Pengalaman dan Pemikiran”.
Dengan peluncuran Buku Teologi Pemberdayaan ini, sekali lagi saya pandang, telah pula terpublikasi Prof Tamrin sebagai pakar pemberdayaan. Sosok tokoh yang saya sebut Tamrin Kamal yang Kamal. Pemikiran dan pengalamannya ini amat dibutuhkan pemerintah dan masyarakat terkait dengan pemberdayaan masyarakat.
Setidaknya pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat ada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Saya yakin dan percaya Prof. Tamrin akan dapat mengontribusi kepakarannya dalam pemberdayaan masyarakat dan desa/ nagari di Sumatera Barat.
Rektor UIN Imam Bonjol Prof. Martin menyebut pemberdayaan masyarakat tetap ditingkatkan sebagai pelaksanaan dharma pengabdian kepada masyarakat. Bentuk kuliah kerja nyata mahasiswa dan pembinaan nagari mitra lainnya. Pengabdian dalam pemberdayaan masyarakat UIN ini, sejak awal bekerjasama dengan DPMD.
Sekaitan dengan kerjasama pemberdayaan itu, karenanya kepakaran pemberdayaan masyarakat seperti dimiliki Prof Tamrin senantiasa dibutuhkan. Sebab itu pula Prof Tamrin meski pensiun, tetap dibutuhkan UIN Imam Bonjol sebagai guru besar. Ia tidak saja dibutuhkan dalam penguatan bidang studi di fakultas juga penguatan program pemberdayaan bersama pemerintah. Kernanya pula, Prof. Tamrin tak boleh lepas, sudi kembali ke kampus, harap Prof. Martin.
Dibutuhkan Tauhid Sosial dan Teologi Pemberdayaan Prof. Tamrin
Dalam kerangka pemberdayaan masyarakat seperti disebut Prof. Martin tadi penting. Justru di ranah “Masyarakat Hukum Adat” (MHA) sekarang, masih memiliki kelembagaan adat. Kelembagaan adat itu ada dua bentuk, pertama limbago adat terdiri dari rumah tanggo, paruik, kaum suku/ kampuang dan nagari; Kedua organisasi adat yakni Kerapatan Adat Nagari (KAN). Kondisi kekinian kelembagaan adat ini, membutuhkan tangan piawai tokoh pemberdayaan seperti Prof.Tamrin yang mengambil pendekatan teologis. Ya dari aspek ketuhananlah, ya dari aspek humanis (teo-humanis).
Artinya penguatan kelembagaan adat di nagari ini dalam kondisi sekarang, saya amati memang membutuhkan kepakaran pemberdayaan seperti Prof Tamrin. Melalui UIN Imam Bonjol, sharing pengabdian dengan DPMD dalam tugas pemberdayaan masyarakat adat dan penguatan kelembagaan adat di nagari itu, penting pemanfaatan para pakar pemberdayaan. Pemberdayaan dimaksud penguatan masyarakat setidaknya tiga proses. Pertama penyadaran dalam bentuk duduk bersama, temu wicara, diskusi, seminar lainnya ke arah penyadaran masyarakat tahu dengan kekuatannya. Proses kedua pembekalan. Bentuknya wujud kegiatan workshop, diklat, penataran, rakor lainnya. Sedangkan proses ketiga adalah wujud kegiatan pendampingan. Pendampingan dimaksud ada dua bentuk pula yakni memberikan konsultasi masyarakat menyangkut regulasi dan pembentukan budaya hukum serta mempasilitasi termasuk menggalang peluang bantuan tata kelola masyarakat nagari/ desa.
Pandangan Rektor Prof. Musliar dan Dr. Riki
Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dan kebutuhan terhadap kepakaran dan kepiawaian tokoh / pakar, menarik telaah dan pemikiran dua Rektor yang mereview buku Teologi Pemberdayaan Prof. Tamrin. Review dipandu Abdullah Khusairi dan diberi antar tadinya oleh Dekan FDIK UIN Imam Bonjol Wahidul Kohar serta disambut Gubernur Sumbar diwakili Kadisdik. Dua Rektor reviewer itu, ialah Prof. Dr. Ir. Musliar Kasim, M.S/ Rektor Universitas Baiturrahmah dan Dr. Riki Saputra, MA/ Rektor Universitas Muhammadiyah Padang.
Prof. Musliar menyebut tokoh Prof. Tamrin dengan kepakarannya, ia awalnya orang kampung dengan segala keterbatasan pada waktu itu yang pada gilirannya menginspirasi. Sementara Dr. Riki menyebut kepakaran Prof. Tamrin sosok akademisi melampaui religiusitas. Saya cemburu, kalau mau, Universitas Muhammadiyah menunggu Prof. Tamrin, Kata Riki menawar, sambung Riki dihiasi senyumnya menoleh ke ibu Rektor UIN Imam Bonjol, diikuti tepuk tangan hadirin.
Apalagi Prof Tamrin, cerita Prof. Musliar, ia lahir dari desa yang dulunya tidak menguntungkan dalam aspek ekonomi. Namun dengan semangat belajar dan berjuangnya tinggi, ia bisa jadi orang hebat dan berpengalaman jadi guru besar. Karenanya varian perjalanan hidupnya ini seperti juga pemikiran dan pengalamannya, amat menginspirasi. Tidak saja untuk orang muda termasuk mahasiswa, termasuk bagi kita-kita ini dalam pelaksanaan tugas mendidik serta pengabdian dalam pemberdayaan masyarakat, kata Prof. Dr. Ir. Musliar Kasim MS Rektor Universitas Baiturrahmah Padang itu.
Justru sosok dan kepakaran seperti Prof Tamrin yang memiliki kesadaran kolektif dari pengalaman anak masyarakat desa yang akses ke kota sulit ketika itu sampai menjadi masyarakat akademik yang hebat dengan disiplin keilmuan teologi pemberdayaannya kuat, tak dapat dimungkiri memberi inspirasi. Ia dibutuhkan tidak saja bagi mahasiswa dan generasi muda lainnya tetapi juga dibutuhkan masyarakat secara luas dalam pencerahan dan pencerdasan masyarakat sebagai ciri keberdayaannya. Setidaknya demikian konten analisis kritis Rektor Prof Musliar yang mantan Rektor Unand dan mantan wakil Menteri Pendidikan Nasional RI itu.
Demikian pula analisis Dr. Riki Saputra, MA Rektor Universitas Muhammadiyah Sumbar. Ia mendapat giliran berikutnya membedah buku Teologi Pemberdayaan sebagai bagian varian perjalanan hidup, pemikiran dan pengalaman Prof. Tamrin.
Dr. Riki mengapresiasi Prof. Tamrin, perjalan hidup, pemikiran dan pengalamannya, mengesankan sebagai sosok tokoh akademisi yang melampaui Religiositas. Riki seperti memberipahamkan bahwa, Prof. Tamrin pemikirannnya sebagai pakar teologi pemberdayaan dan dengan tauhid sosialnya piawai mengkombinasikan dimensi sosial kemanusiaan yang profan dengan dimensi transedental.
Justru kepakaran dan kepiawaian seperti Prof Tamrin ini, nilai Riki, ia dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat. Meski ia kritis namun senantiasi ingin membuat perubahan dengan santun. Terlihat dalam daily lifenya yang enjoi life dan senang berbagi dengan siapa saja. Karenanya sapaannya hangat, dan menarik untuk melanjutkan percakapan.
Keilmuan dan pemikiran Prof. Tamrin di tataran epistemologi tak diragui lagi sebagai akademisi guru besar sukses. Terlbih keperibadiannya santun, lembut soft skill serta memilih tampil sederhana menjadi lebih menarik dan besar dalam kehidupannya dan patut menjadi contoh, papar Riki, Rektor UM Sumatera Barat itu.
Banyak Pakar dan Teman Mengapresiasi Prof. Tamrin
Selain Prof. Musliar dan Dr. Riki, banyak pakar dan teman yang mengapresiasi Prof. Tamrin. Di antaranya Suyitno/ Dirjen Pendidikan Tinggi Kemenag RI, Mahyeldi Ansharullah Gubernur Sumatera Barat, Hendri Septa Wali Kota Padang, Prof Martin, Prof. Azyumardi, Prof. Makmur Syarif, Prof. Awiskarni, Prof. Eka Putra, Prof. Asasriwarni, Prof. Asnawir, Prof. Duski Samad, Prof. Saifullah, Prof. Firdaus, Prof. Salma, Prof. Yaswirman, Prof. Khairunnas, Prof. Zulmuqim, Prof. Nelmawarni, Prof. Rusydi AM, Prof. Ahmad Sabri, Prof. M.Amin Suma, Prof. Syafruddin Nurdin.
Sedangkan teman lainnya mengapresiasi Prof. Tamrin, di antaranya Wahidul Kohar/ Dekan FDIK UIN Imam Bonjol, Ahmad Wira/ Dekan FEBI UIN Imam Bonjol, Andri Ashadi, Ikhwan Matondang, Yuherman, YY Dt.Rajo Bagindo, A.Rahman, Alkhendara, Abadullah Khusairi, Irman, Masrial, Shofwan Karim, Hasnawirda, Yummil, Ulfatmi Amirsyah, Fathi Ismail, Ardimen, Hermawati, Welhendri Azwar, Guspardi Gaus/ DPR RI, Mas’ud Abidin/ Buya, Meiliarni Rusli, Sheiful Yazan, Wanda Fitri, Usman, Yasmadi, Sobhan Lubis/ Dekan Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol, Nazirman, Syamsuar Syam, Zakaria, Afnibar, Rifki, Elfiyon, Khairul Jasmi, Mellyarti Syarif, Rahima Zakaria lainnya.
Pakar dan teman-teman dalam mengapresiasi Prof. Tamrin, seperti nafas topik bukunya ini. Ia sebagai seorang teolog pemberdayaan yang menarik. Ia lahir 26 Juli 1952 dari pedesaan, yakni di kaki Bukit Bumbun, Jorong Sawah Luar Nagari Pasilihan, Solok. Kemudian ia pakar dan piawai dalam masyarakat akademik di FDIK UIN Imam Bonjol Padang.
Dari perjalanan hidup Prof. Tamrin dan pemikiran pemberdayaan, sudah mengalami ketidakberdayaan desa/ nagari pada masa ia di kampung dulu. Ia besar dan sukses dengan disiplin ilmunya di perguruan tinggi. Ditambah dengan penampilan karakter santun, soft skill dan sederhana, menambah kekautan sosok Prof Tamrin ini terasa amat dibutuhkan. Ia dibutuhkan dalam pemberdayaan generasi muda (akademik, fungsional dan teritorial) dan masyarakat umumnya. Mereka dapat belajar tidak saja dengan kepakarannya juga dapat mengambil pelajaran dan keteladanan pada Prof Tamrin.