BANDASAPULUAH.COM – Fadly Amran sebagai Wali Kota (Wako) dan Maigus Nasir sebagai Wakil Wali Kota (Wawako) Padang, resmi memulai kepemimpinannya sejak 20 Februari 2025, pasca Wali Kota dilantik Presiden Prabowo. Adalah setelah 11 hari ulang tahun Fadly ke-37 (9 Februari 1988-2025). Pasangan Wako dan Wawako ini – yang dari awal, saya sebut dua kapal besar membawa Kota Padang – sampai 100 hari kepemimipinannya (20 Februari – 30 Mei 2025), dalam pandangan saya menarik. Secara kategoris – alhamdulillah – sukses menarik “partisipasi masyarakat” dan “terbangun budaya kerja” serta “hubungan saling menghormati” pemerintah dan masyarakat sebagai modal keberlanjutan pembangunan Kota Padang.
Terkesan Wako dan Wawako Padang ini, kuat sentuhan servant leadership (kepemimpinan melayani), adalah caranya memikat hati warga kota. Sudah sunahnya yang punya rasa empati besar dan kepedulian yang tinggi, berlaku: “siapa yang melayani, dilayani (man khadama khudima)” dan “siapa yang menyayangi, disayangi (man rahima ruhima)”.
Mencermati sukses Wako dan Wawako Kota Padang ini, pada perinsip gerakannya, tidak saja mampu mengisi janji politik, terlebih menguat komitmen pelayanan di samping mengatur, sejalan dengan amanat visi-misinya. Visinya: “menggerakkan segala potensi, untuk mewujudkan Kota Padang, sebagai Kota Pintar (Smart City) dan Kota Sehat, berlandaskan agama dan budaya, menuju kota yang maju dan sejahtera”. Satu dari 8 misinya, pada aspek masyarakat kota, ingin: “menguatkan masyarakat yang beragama dan berbudaya melalui pendidikan karakter dan pemberdayaan”. Panduan keseluruhan visi-misinya secara strategik singkron dengan 9 program: (1) Padang Amanah, (2) Padang Juara, (3) Smart Surau, (4) Sinergi Nagari, (5) Padang Melayani, (6) Padang Rancak, (7) Padang Sigap, (8) UMKM Naik Kelas, dan (9) Jelajah Padang.
Sukses Wako dan Wawako pelaksanaan visi-misi singkron dengan program unggulannya, dapat disiasati dalam 100 hari kepemimpinannya. Setidaknya dapat dilihat dari dua perspektif yang terintegrasi. Pertama perspektif Kota Padang sebagai sebuah kawasan (aspek service centre, market town dan regional centre), dan kedua dilihat dari sisi potensi pucuk pimpinan Kota Padang itu sendiri yang bersinerji simbol “Tungku Tigo Sajarangan” idion Limbago Adat Minangkabau yang menunjukkan otoritas mempasilitasi dan mengatur.
Integrasi Pimpinan, Simbol Tungku Tigo Sajarangan
Secara terintegrasi dilihat dari sisi sudut pandang, potensi pucuk pimpinan Pemerintahan Kota Padang, cukup menarik. Ditakdirkan Allah, tiga pucuk pimpinan Padang ibu kota Provinsi Sumatera Barat ini, seperti menyimbolkan tiga fungsionaris “Tungku Tigo Sajarangan” (Penghulu, Ulama dan Cadiak Panai). Menyadarikan ciri Minangkabau, Padang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Barat.
Wako Fadly Amran seorang pengusaha dan politisi dari Partai NasDem dengan kebesaran gelar adatnya “Datuak Panduko Malano” merupakan simbol fungsionaris tungku “penghulu”. Wawako Maigus Nasir seorang ulama Kota Padang sekaligus, politisi dari PAN ini bergelar adat “Rajo Mangkuto” (lahir 22 Agustus 1967), merupakan simbol funsionaris tungku “ulama”. Demikian pula Ketua DPRD Kota Padang Muharlion (lahir 30 Januari 1978)) seorang guru juga muballigh dan politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sharing power dalam pelaksanaan fungsi pucuk pimpinan Kota Padang ini, memberi peluang, dalam pelaksanaan program ke-4 “Sinergi Nagari”. Sejak awal Wako dan Wawako, mengagendakan dalam program ini, “optimalisasi peran Tungku Tigo Sajarangan dalam pemberdayaan masyarakat”. Program ini amat strategis, untuk menjawab pertanyaan, bagaimana mengekspilisitkan, menonjolkan dan menguatkan ciri Minangkabau pada Kota Padang?
Saya punya catatan goowill Wako Fadly Amran, pada kesempatan menerima wakil-wakil Ninik Mamak Kota Padang dipimpin Zulhendri Dt. Tan Basa didampingi Erianto Mahmuda anggota DPRD Kota Padang, Selasa sore 27 Mei 2025 di rumahnya Jl. Rohana Kudus. Wako memberi jawaban – insya Allah – kita pasilitasi optimalisasi dan revitalisasi peran fungsionaris Tungku Tigo Sejarangan di Nagari dalam Kota Padang. Bentuk pasilitasi itu dimulai dengan perumusan pasilitasi regulasi dalam bentuk Perda Kota Padang tentang “Nagari dalam Kota”.
Wako Fadly mengajak fungsionaris Tungku Tigo Sajarangan (Penghulu, Ulama dan Cadiak Pandai) untuk bersama-sama dan bekerjasama merumuskan Perda Nagari dalam Kota ini, sebagai pasilitasi regulasi kearah wujudnya “Nagari di Tengah Kota” dalam tata kelola Pemerintahan Kota Padang. Kita berharap, dimungkinkan dapat menginspirasi dan menjadi contoh kota-kota lain di Sumatera Barat, dalam mewujudkan “Kota Cerdas Berbasis Adat Minangkabau” dan memberikan ruang optimalisasi peran fungsionaris Tungku Tigo Sajarangan yakni Penghulu, Ulama dan Cadiak Pandai.
Wako dan juga Ninik Kota Padang, sama-sama berharap, bahwa dengan adanya Perda “Nagari Di Tengah Kota” itu, nanti sekaligus dapat mengatur dan menata fungsi kelembagaan adat di Nagari dalam Kota dalam tata kelola pemerintahan Kota Padang. Kelembagaan adat di Nagari Kota Padang seperti di Kota-kota lainnya di Sumatera Barat, terdiri dari dua bentuk sesuai fungsinya masing-masing. Pertama, Limbago Penghulu Nagari dalam Kota Padang sebagai pemilik sako pusako selingka kaum sesuai asal usul dan sukunya, dan Kedua Organisasi Adat yakni “Kerapatan Adat Nagari (KAN)” sesuai amanat sejarahnya berstatus sebagai organisasi adat di nagari sekaligus sebagai forum fungsionaris Limbago Penghulu Nagari.
Fungsi KAN sebagai organisasi adat di Nagari, diharapkan sebagai pasilitator penguatan fungsi nagari yang intinya penguatan Limbago Penghulu Nagari tadi. Sekaligus KAN dapat menjadi jembatan emas membina dan menguatkan hubungan “konsultatif” antara KAN dengan Limbago Penghulu Nagari dan dengan Pemerintah Kecamatan beserta Kelurahan yang ada di lingkung Nagari dalam Kota. Artinya antara satu dengan yang lain (Limbago Penguhulu, KAN dan Lembaga Pemerintah apalagi organisasi/ perkumpulan adat lainnya) tidak boleh saling mencapuri, mengatas-bawahkan, tetapi hubungannya sebatas “konsultatif” dan berkoordinasi dalam berperan menjalankan fungsi masing-masing.
Dalam penataan fungsi kelembagaan adat Kota Padang, Tungku Tigo Sajarangan (penghulu, ulama dan cadiak pandai) pun mempunyai komitmen jelas sebut Suardi Z. Rajo Basa Dt. Garang. Adalah komitmen, memberikan partisipasi dalam mendukung program “sinergi pemerintah kota”. Di antaranya mengembangkan hubungan kerukunan antara ormas adat, hubungan kerukunan dan toleran duduk bersama inter/ antar kelompok sosial beda agama serta cendekiawan antar etnis. Termasuk pengembangan hubungan kerukunan antar etnis yang ada di Padang seperti selain Minangkabau juga Tionghoa, Nias, Jawa, India di resort (kawasan) perkampungan mereka.
Padang sebagai Resort Adat dan Pemerintahan Kota
Sukses Wako – Wawako memikat partisipasi lainnya kearah pencirian Minangkabau pada Kota Padang dalam penataan kelembagaan adat di kawasan nagari, tidak dapat dilepaskan dari program ke-3 “Smart Surau” sebagai resort (kawasan) aspek service centre keagamaan yang diagenda Wako dan Wawako. Dari awal-awal menggiatkan terus “subuh mubarak”. Suatu kali saya melihat Wawako hadir di Masjid Arrahman di Jl. Pepaya II Padang, mempasilitasi “subuh mubarak”. Di lain aspek, pelayanan dalam program “Padang Sigap” dengan mempotensikan agenda “Dubalang Kota” yang berbasis pada Limbago Penghulu Nagari di tengah Kota, dan dibekali dengan pasilitas “Sigap Call Center”. Program ini menjadi perhatian dan disupport mantan Wako Fauzi Bahar dan Zaitul Ikhlas Sa’ad, di samping keseluruhan program dan agenda Wako dan Wawako.
Di sisi lain dalam program “Padang Jelajah” terdapat agenda pelayanan menarik “aktivasi kawasan wisata religi dan heritage”. Heritage (warisan benda dan tak benda) tidak saja terbatas kota Kuno Pondok dan Pasar Gadang, juga terdapat sebaran potensi wisata religi di masjid-masjid dalam sejarah lama Padang, termasuk lembaga pendidikan seperti PGAI dan Adabiyah didirikan ulama modernis Dr. Abdullah Ahmad yang bersanding dengan Dr. HAKA (ayah dari Prof. HAMKA). Di masjid tua Ganting Padang, terdapat potensi wisata religi, seperti masjid tua dan makam ulama besar Syekh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi. Di masjid Istighfar Parak Gadang terdapat pula Makam Syekh Chatib Muhammad Ali al-Padani. Kedua tokoh ini merupakan pimpinan ulama tua Sumatera Barat dan mengingatkan sejarah besar ulama peristiwa Rapat 1000 Ulama membahas 40 Masalah Khilafiyah serta Islam dan Kebangsaan di Kota Padang, 19 Juli 1919 yang dipimpin pejabat Belanda BJO Schrieke. Mereka berani menyatakan sikap sebagai solusi penting, yakni “boleh berbeda pendapat ke dalam, tetapi bersatu keluar melawan penjajah”.
Betapa antusiasnya masyarakat mengikuti gerakan Wako – Wawakonya Fadlu – Maigus. Kalangan muda dalam program “Samart Surau”, mereka mendapat angin segar dalam agenda “remaja masjid reborn”. Remaja dalam Smart Surau ini dipasilitasi di masjid itu “WIFI Gratis” sejalan dorongan penciptaan “ruang belajar digitalik masjid” bagi anak muda yang “tech savvy” dan di tengah-tengah kecerdasan buatan artificial intellegence (AI). Termasuk di dalamnya peningkatan skill pemuda serta memberi kemudahan investasi dan berusaha dalam program “Padang Melayani”.
Masih pengembangan kawasan kota aspek service centre, wako memprogram dalam “Padang Amanah” optimaliasi pelayanan publik (service centre) berbasis teknologi. Program ini membentangkan jalan sukses program “Padang Juara” mengembangkan aspek pelayanan “Madrasah Diniyah Wustho (MDW) bagi Siswa SMP” sekaligus mempasilitasi “BPJS Gratis” dan pasilitasi “LKS & seragam sekolah gratis bagi siswa kurang mampu”.
Service centre aspek market town (pusat perbelanjaan) tradisional di samping pertumbuhan pusat belanja modern seperti mall lainnya, Padang dalam program “UMKM Naik Kelas” mengagendakan “revitalisasi Pasar Raya dan Pasar Satelit”. Pelaksanaan agenda diapresiasi tokoh senior H. Basril Djabar Pemimpin Umum Harian Singgalang bersama Wakil Pemimpin Redaksi Widya Navies, Sawir Pribadi dan Redaktur Effendi, ketika Wako Fadly mengunjungi Harian itu Senin, 2 Juni 2025.
Revitalisasi pasar dipersandingkan dengan agenda program “Jelajah Padang” yakni agenda pengembangan sektor ekonomi kreatif. Namun mungkin menjadi bagian kontribusi saran dilirik pasar-pasar satelit sekitar kampus, sekaligus mempasilitas pelayanan publik “regional centre”, transek jalan-jalan dari pusat kota menuju kampus (perguruan tinggi) UIN Kampus Baru Balai Gadang dan Kampus Lama Surau Balai, Unand dan UNP lainnya sebagai urat nadi arus lalu lintas orang dan barang melintasi jalan bypass dan jalan negara lainnya.
Pengembangan kawasan kota aspek “regional centre” dalam program “Padang Rancak”, Wako memperhatikan transek dalam bentuk perbaikan jalan dan drainase kota serta pengendalian banjir terpadu, termasuk memperhatikan trotoar ramah bagi pejalan kaki. Mengenai drainanse dan normalisasi sungai di antaranya, Wako Fadly sudah melihat, 28 Mei 2025 pelaksanaan normalisasi Bandar II dikerjakan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Konstruksi (SDABK) Provinsi Sumatera Barat, di Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah. Demikian pula pelayanan dalam program “Jelajah Padang”, mengarahkan perhatian pada penataan kawasan pinggir pantai (tapi laut, taplau) dan toilet bersih di area publik.
Akhir catatan 100 hari kerja (20 Februari- 30 Mei 2025) Wako-Wawako Padang Fadly – Maigus, memperlihatkan sentuhan servant leadership (kepemimpinan melayani) di samping mengatur. Caranya memikat perhatian warga kota dan membuat hati mereka terpaut memberikan partisipasi. Sudah sunahnya yang punya rasa empati besar dan kepedulian yang tinggi, berlaku: “siapa yang melayani, dilayani (man khadama khudima)” dan “siapa yang menyayangi, disayangi (man rahima ruhima)”. Hanya saja soal intensitas tingkat kepuasan publik, tentu saja kita menunggu perjalanan Wako – Wawako Padang selama periode 5 tahunan (2025-2030) selanjutnya ke depan, seiring pengamatan dan selidik para pihak yang tiada henti. Namun harapan yang tak putus, adalah partisipasi dan doa semua unsur warga kota mengikuti gerak laju pembangunan Kota Padang ini.