Diskusi Budaya Sumbar; 3 Muatan Dimensi Nilai dalam Seni
FIKIR.ID – Produktifitas seni dalam dunia digital ada sistem Chat GPT dapat pesan puisi, 2 – 3 menit selesai. Dari perspektif ini seniman penyair sudah innalillah wainna ilaihi rajiun, kata Emaraldi Chatra dalam presentasinya pada diskusi budaya di Galeri Tambud Disbud Sumbar 30 Maret 2024 sore.
Diskusi Budaya sekaligus buka bersama puasa Ramadhan diundang Kadisbud Sumbar. Dilaksanakan Forum Pejuang Seniman Sumatera Barat bekerjasama Taman Budaya Disbud Sumbar. Hadir ratusan budayawan seniman kreatif dan akademisi dan pemangku urusan pemajuan budaya.
Muncul pertanyaan, karya pesanan dari mesin itu dapatkah menawarkan unsur sastra di antaranya perasaan (athifah) dan pesan (fikrah) apalagi citra (surah, imajinasi) dalam berbagai perspektif dan jenis karya sastra?
Mungkin ada estetika, adat erotika, tapi tak akan muncul etika, karena pencitanya mesin, bukan orang sebagai seniman yang piawai menyikat esensi kehidupan. Justru seni itu seperti sastra adalah cermin murni kehidupan.
Syarifuddin Arifin menggarisbawahi etika. Kehidupan butuh keindahan plus etika. Tak cukup kalau keindahan saja. Kalau keindahan saja tanpa etika akan terjebak l’art for l’art atau fann li fann/ seni hanya untuk seni.
Dalam aliran seni untuk seni tak ada urusan adat dan agama. Bebas berekspresi tanpa batas nilai adat dan agama.
Demikian pula erotika saja, tanpa etika, rentan jatuh ke forno. Sekali goyang di pentas itu copot semua pakaiannya, bayangkan. Karenanya etika berfungsi kontrol, meski masih memasuki kawasan ikhtilaf, sebut Sheiful Yazan. Namun kata Kadisbud Jefrinal, ini sebuah fenomena pembicaraan menarik perlu dikembangkan dalam forum yang lebih luas.
Ciri seni Minang erotikanya bukan pinggul erotis tapi lutut yang bergoyang. Mengutip Ery, musik pun sederhana diramu dalam tubuh seniman itu sendiri. Prof. Hermanto bertanya, penting pak Sheiful Yazan, juga Yulizal Yunus lainnya, menjelaskan bagaimana seni Islam itu?
Sebenarnya seni universal. Ketika kita memberi lebel Indonesia, itu alamat tempat mencipta dan nilai ke-Indomesiaannya. Ketika kita memberi lebel Islam, ada di situ muatan nilai Islam.
Untuk kasus pemahaman konsep seni Islam itu, Muhammad Qutub memberikan konsep dalam pendefinisian seni Islam itu. Katanya seni Islam itu kombinasi nalai pengajaran yang indah, nilai hikmah dan nilai panduan ke jalan yang benar. Orang Minangkabau pun mengklaim seni yang bernilai adat syara’ itu dengan muatan 3 dimensi nilai, yakni nilai estetika, erotika dan etika bersumber akhlak mulia tuntunan wahyu.
Etika kontrol terhadap estetika supaya tidak bebas berekspresi tanpa batas nilai adat dan syara’. Etika kontrol dari erotoka untuk membatasi ekspresi jatuh ke jurang forno. Tegasnya seni Islam sebagai sandi adat Minangkabau itu, memenuhi persyaratan muatan 3 dimensi nilai: estetika, erotika dan estetika. *