Berita  

Aktivis Kesehatan Sayangkan Pengawasan Pelanggaran Produk Pengganti ASI hanya fokus pada Sufor

FIKIR.ID – Baru-baru ini, organisasi Pelanggaran Kode.org merilis 1.230 pelanggaran yang dilakukan oleh pemasaran produk pengganti ASI. Temuan ini ditengarai yang menjadi pemicu persoalan stunting di Indonesia, karena dianggap menjadi penghambat pemberian ASI ekslusif untuk bayi.

Terhadap temuan tersebut aktivis kesehatan Yuli Supriati menyampaikan harapannya agar pengawasan pemasaran produk pengganti ASI tidak hanya fokus pada susu formula, tapi juga pemasaran kental manis. Sebab, berdasarkan pengalamannya langsung berinteraksi dengan masyarakat, yang menjadi penghambat asupan makanan bergizi untuk anak justru konsumsi kental manis sebagai minuman susu bahkan oleh bayi.

“Sangat disayangkan, dalam setiap pembahasan stunting, yang lebih banyak ditonjolkan adalah pemberian susu formula pada anak. Padahal, jika dilihat dari fungsinya, susu formula jelas peruntukannya memang untuk minuman anak atau keluarga. Sementara kental manis, produk yang peruntukannya bukan untuk minuman, tapi terjadi pembiaran saat produk ini dikonsumsi sebagai minuman susu oleh anak dan bayi,” pungkas Yuli.

Lebih lanjut, Yuli menerangkan aturan mengenai label dan promosi produk kental sudah ada dalam PerBPOM no 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Salah satunya adalah pelarangan penyebutan kata susu dan promosi produk dengan visual anak-anak ataupun yang menggambarkan kental manis sebagai sumber gizi tunggal. “Tapi selalu ada celah bagi produsen, iklan terang-terangan memang sudah tidak ada, tapi produsen beriklan di dalam scene-scene sinteron, ini membutuhkan pengawasan lebih. Sekarang malah pada label produk yang seharusnya krimer, tapi tertulis kata susu, ini seperti kita kecolongan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Yuli berharap ada sinergi dari pemerintah dan organisasi lainnya yang peduli pada kesehatan anak untuk dapat memberikan perhatian penuh terhadap pelanggaran pemasaran dan kesalahan konsumsi kental manis odi masyarakat.
“Jika kode etik pemasaran susu formula seketat itu, kenapa pemerintah juga tidak bisa memperketat pengawasan kental manis? Padahal ini yang sudah jelas memberi pengaruh buruk bagi asupan gizi anak,” ujar Yuli.