Berita  

Catatan Temu FKDM Dumai ke FKDM Sumbar (3), Eko Wardoyo: Berdusanak Rumus Resolusi Konflik

Kaban Kesbangpol Sumbar Dr. Jefrinal Arifin dan Kaban Kesbangpol Kota Dumai dan Ketua FKDM Dumai Mardayulis serta anggota dan Ketua FKDM Sumbar YY Dt. Rajo Bagindo beserta anggota dan Weni Kesbangpol Sumbar (11 Oktober 2022)

FIKIR.ID – Menarik pikiran berbagi Kaban Kesbangpol Kota Dumai Eko Wardoyo. Ia sampaikan dalam memberikan sepatah kata pada pertemuan FKDM dan Kesbangpol Dumai dan Sumbar di Padang, 11 Oktober. Ia berpantun dengan substansi dengan segala kerendahan hati, “kami ingin menutut ilmu kepada FKDM Sumatera Barat”, katanya disambut senyum hadirin. Justru tadi Ketua FKDM Mardayulis dan anggota Abdul Rahim juga menyebut ingin belajar dengan Sumatera Barat. Bagaimana pun ini bagian motivasi dan menyadarkan FKDM Sumbar sendiri melirik dan evaluasi diri.

Sebelum Kaban Kesbangpol Dumai Eko, Kesbangpol Sumbar Jafrinal menginspirasi. Katanya, waspada dini badusanak. Justru seperti dikatakan Kaban diketahui di Minangkabau, masyarakat adatnya mempunyai semangat optimisme luar biasa berbasi nilai adat syara’. Nilai adat syara’: tak ada kusuik nan tak kasalasai, tak ada karuah tak ka janiah (tak ada kusut tidak akan selesai, tidak ada keruh yang tidak akan jernih). Bawalah duduk bersama bermusyawarah. Wasyawirhum fi l-amri/ bermusyawarahlah dalam memecahkan berbagai persoalan. Ini semangat optimisme orang Minang.

Bahkan kusut dan keruh itu dalam makna persilangan pendapat dipandang Minang sebagai energi pencerahan dan pencerdasan ke arah mencari resolusi konflik. Normnya: normnya basilang kayu dalam tungku disinan api mako hidup (bersilang kayu dalam tungku di situ apa makanya hidup). Api hidup itu menjadi energi membuat nasi masak. Setelah nasi masak, silang kayu ditungku diluruskan, agar api tidak menyala lagi, agar nasi tidak gosong.

Meluruskan kayu mencegah nyala api di tungku dii’tibarkan upaya membawa duduk bersama bermusyawarah. Artinya kalau masih ada sisa kusut tidak selesai, keruh tidak jernih, atau kusut dan keruh berpotensi konflik, maka untuk merumus resolusi konfliknya dibawa kepada ADB (Acara Duduk Bersama) bermusyawarah, mengambil mufakat. Mufakat adalah kata bertuah. Artinya orang Minang memiliki kemauan duduk bersama bermusyawarah. Karenanya Minang sejarti itu, setiap ada permasalahan, duduk bersama memecahkannya. Tak ada yang tak akan selesai. Selesai. Bersama bisa. Semua. Tapi kalau tidak mau lagi duduk bersama, saat itu kita khawatir karakter kekinian dan pasti nilai adatnya penting direvitalisasi.

Eko Wardoyo tersenyum menyimak nilai universal itu. Ia menggambarkan luasnya wilayah Dumai diperkirakan tidak luput dari berbagai fenomena yang kadang berpotensi konflik dan perlu duduk bersama bermusyawarah mencari resolusi konflik. Apalagi jumlah penduduknya beragam yang jumlahnya ditaksir lebih kurang sepertiga penduduk Kota Padang. Ia juga menyebut berbagai agenda cukup banyak dan membandingkannya dengan ketersediaan APBD 2023 yang sudah ketuk palu baru-baru ini.

Eko Wardoyo dan saudaranya lahir di Bukittinggi, sahabat Gubernur Mahyeldi. Sebelum temu FKDM ini, ia sudah bertukar pikiran dengan Gubernur. Ia menyebut berbagai fenomena sosial di daerah banyak sedikitnya dimungkinkan menaruh berpotensi konflik. Penting pemikiran kita bersama, berdusanak mencari resolusi konflik, menangkal konflik itu berpotensi menjadi ATHG.

Eko menyebut peta politik dan strategi menghadapi Pemilu 2024 mendatang, khusus di Dumai. Di antaranya pengembangan Dapil jangan berpotensi konflik. Anggota Dewannya saat ini 30 orang, dan insya Allah akan dapat ditambah 5 lagi pada pemilu akan datang, sesuai dengan perkembangan demokrafinya.

Seiring Pemilu, ada permasalah geopolitik perbatasan penting dicermati. Dumai berupaya mengantisipasi agar konflik tidak melebar menjadi ATHG dari luar/ dari dalam yang harus ditangkal. Justru kalau tidak cepat diantisipasi, dikmungkinkan dalam pemilu akan datang dapat diduga menjadi masalah. Karena akan ada TPS dekat perbatasan kabupaten tetangga dan dimungkinkan berada di wilayah Kota Dumai. Kita tidak ingin ada bentrok, justru kita ingin pemilu berjalan dengan baik.

Eko juga mencatat lebih lanjut persoalan Pemilu – Pilkada terutama di Dumai nanti. Dipastikan ada skala prioritas sesuai regulasi. Ia berharap, peningkatan peran strategis beberapa forum strategis seperti FKUB dan di garda terdepan FKDM menganalisis berbagai isu aktual. Ia yakin, penting kontribusi pemikiran dan pandangan dalam melaksanakan tahapan pemilu itu. Kami merasa perlu belajar dengan Sumatera Barat, sebut Eko.

Kaban Kesbangpol Dumai itu menyebut, justru Kesbangpol akan menjadi tumpuan kegiatan dalam proses Pemilu tahun 2024. Menilik beban tugas ini, menghendaki cara bijak dalam pelaksanaannya. Hal yang tidak dapat dilakukan pemerintah (pusat), di daerah akan menjadi tanggungjawab Kesbangpol. Secara arif catatan Kaban Kesbanpol ini, dapat dipahamkan ini menyangkut Kesbangpol dan struktur pusat dan daerah. Karenanya untuk merekruit pemikiran dan pengalaman komprehensip perlu kita banyak belajar. Ini di antaranya maksud studi banding FKDM dan Kesbangpol Dumai mengadakan kunjungan silaturrahmi ke Sumbar ini, sebut Eko.

Ada maksud besar, kata Eko merekruit pemikiran dan pengalaman, di samping dari Kesbangpol Sumabar juga dari berbagai forum stategis tadi. Tak kalah pentingnya pemikiran dan pandangan dari berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) dan lembaga sosial lainnya seiring dengan tugas pengembangan fungsi forum dan kelembagaan strategis tadi.

Dalam menggali kekayaan pandangan waspada dini sekaligus tugas pembinaan kelembagaan dan forum lainnya, menarik kegiatan Badan Kesbangpol Kota Dumai. Kaban Eko Wardoyo berinisiatif beberapa waktu lalu, bekerjasama dengan Badan Kesbangpol Provinsi Riau menggelar Kegiatan Ormas di Kota Dumai, di Ruang Pertemuan Hotel Comfort Dumai.

Dari berbagai perspektif, Kesbangpol Dumai Eko membentang, bahwa dalam mengantisipasi potensi konflik dalam berbagai fenomena sosial kemasyarakatan juga dipandang tak mudah. Di antaranya dalam aspek sosial ekonomi berhubungan dengan konflik lahan. Konflik terjadi seiringan perkembangan Dumai menjadi kota industri. Tanah-tanah yang dulu tak dilirik bahkan ditinggalkan, sekarang menjadi primadona. Karena lahan itu ada penggantian ganti rugi oleh perusahaan yang nilainya sangat pantastis, banyak sedikitnya menimbulkan potensi konflik, sebut Eko Wardoyo.

Konflik dirasakan lebih lanjut seiring perkembangan perusahaan. Ini dimungkinkan tidak saja di Dumai itu. Dari catatan Eko terbaca, bahwa semestinya dibangun semangat bersama belajar mencari safety valve (katup pengaman konflik) sebagai bagian resolusi konflik. Apalagi bentuk konflik yang bakal terus terjadi, adalah dalam hal rekruitmen tenaga kerja. Kalau kurang hati-hati bisa terpicu masalah SARA dalam rekruitmen tenaga kerja itu.

Bisa saja muncul sorotan, baik untuk perusahaan BUMN maupun swasta apalagi yang dari perusahaan luar. Mereka cenderung mengambil tenaga dari orang luar pula. Titik sorotnya adalah soal skill tenaga luar berbading dengan skill tenaga dari dalam/ daerah setempat. Kesenjangan skill dan cara rekruitmen tenaga yang kurang berkenan dalam fenomena itu menimbulkan konflik. Mencari resolusi konflik seperti ini dan mengantisipasinya, diprediksi Eko sering dimediasi oleh Kesbangpol dibantu oleh FKDM baik di Dumai maupun di Sumbar.

Belum lagi konflik yang dipicu kasus perdagangan gelap narkoba. Kata Eko, untuk Dumai dirasakan juga tidak mudah mengantisipasi. Karena Dumai seperti juga Sumbar itu gerbang laut. Dumai pantainya cukup panjang juga. Sulit diawasi oleh aparat keamanan dalam 2x 24 jam. Isu jaringan dagang global narkoba itu menjadi permasalah rumit masuk dari gerbang laut. Justru kadang terkesan pula ada indikasi dualisme pengawasan dan penindakan sindikasi dagang gelap narkoba itu. Fenomena ini pasti tidak saja dirasakan di Dumai. Potensi konflik di dalamnya berdampak kurang baik pula. Fenomena ini tidak saja memicu konflik malah berdampak kepada aspek moral. Namun, betapun rumitnya fenomena ini, tetap kita waspadai, untuk membentangkan jalan Dumai tetap damai dan masyarakat percaya dengan kinerja pemerintah, Eko memahamkan.

Isu aktual lainnya, menyangkut konflik yang dipicu keberadaan terorisme. Tahun lalu sudah ada yang ditangkap. Fenomena ini kalau kita tidak hati-hati, bisa memicu hubungan saling membenci. Apalagi isu digoreng. Disebut suku A ternyata terorisme. Fenomena ini kalau tidak diantisipasi, dapat menimbulkan gejala psikologis masyarakat membenci antara satu keluarga dengan keluarga lain. Padahal kita tahu apa yang terjadi sebenarnya. Dumai tetap waspada dan mengantisipasi ancaman itu, ingin Dumai tetap aman dan damai.

Saya kira apa yang dirasakan Dumai, juga dirasakah di Sumbar. Kadang fenomena teroris ini, sementara belum terjelaskan secara resmi oleh pemerintah karena harus berhati-hati dan menjaga stabilitas, masyarakat sudah duluan menafsir. Setidaknya merela bertanya-tanya. Pertanyaannya meraba, apakah teroris itu orang setempat atau tidak. Sebab dalam semangat norm adat budaya setempat tidak ada nafas teroris itu. Namun yang jelas kita tidak mau teroris dari daerah kita, karena seperti kata Eko tadi, Dumai ingi damai. Demikian pula Sumbar ingin “aman sentoso” seperti dalam visi nagari Minangkabaunya.