Adat  

Taluk 1914, 1951 dan 2010

FIKIR.ID – Catatan teks mengenai Nagari Taluk 1914 dan 1951, ditemukan dalam sumber “Adat Monografi Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan/ Kerintji. Disusun di Pasar Kuok 20 November 1951 (lihat h.5-6) oleh Ass.Wedana/ Kep. Wil. Batang Kapas d.t.o Abu Nazar Rkj Sati Lelo, di salin d.t.o (tidak terang), Disalin menurut Salinan Kepala Tikkery, Klerk, ditandatangani Amir Hoesin. Terhimpun dalam Naskah Ketikan Mesin Ketik lama berjudul: “Adat Monografhie dalam Propinsi Sumatera Tengah (mencatat Minangkabau dengan Limbago Adat, Suku dan Kelarasannya)”. Buku dokumentasi Tahun 1952. Cukup tebal lebih kurang 800-san halaman.

Negeri Taluk dalam buku dokumentasi khusus dalam Adat Monografi Batang Kapas Tahun 1951 digambarkan sebagai berikut:

a. Sebelum ada Djabatan Kepala Negeri, negeri Taluk, Ibu Negeri, Taluk. Dikepalai Penghulu Kepala. Tiap kampung: 1. Koto keduduk, 2. Koto Pendjang, 3. Tanjung Kandis (Ubah) dikepalai penghulu (ninik mamak). Sesudah ada Kepala Negeri pun seperti di atas djuga.

b. Kedatangan penduduk, dari Sei Pagu berkumpul di Koto Kaduduk, dikepalai 4 orang penghulu:

  1. Datuk Rodjo Bandaro suku Kampai
  2. Datuk Radjo Kajo suku Sikumbang
  3. Datuk Tan Larangan suku Melaju
  4. Datuk Radjo Alam suku Panai

c. Keterangan nama negeri:

  1. Koto Kaduduk, artinja di sanalah duduk, tempat bersidang nenek2 jang berempat, itu perkatakan, hal ichwal negeri.
  2. Koto Pondjang, artinja negeri itu pandjang Kotonja.
  3. Tandjung Kandis, artinja di sana dulu ada Batang Kandis jang besar.
  4. Uba artinja dulu banjak Batang Kaju Ubah di sana.

d. Djumlah penghulu 14 orang
Suku Kempai putjuk Dt.Radjo Bandaro. Andikonja 2 orang jakni, Dt.Lambut Kajo dan Datuk Radjo Bagindo.
Suku Sikumbang putjuk Datuk Radjo Kajo. Andikonja 2 orang jakni, Datuk Radjo Malenggang dan Datuk Tan Djolelo.
Suku Melaju putjuk Datuk Tan Larangan. Andikonja 2 oreng jakni, Datuk Bandaro Sati dan Datuk Tan Barehim.
Suku Panai putjuk Datuk Radjo Alam. Andikonja 2 orang jakni, Datuk Makudun dan Datuk Radjo Batuah.

Sedjak dari tahun 1914 ditambah 2 orang penghulu lagi, jaitu suku Djambak Datuk Bandaro Sutan dan suku Tjaniago Datuk Rajo Gumunyang.

e. Mengatur Gelar Pusako

Kalau seorang penghulu “meninggal dunia”, atau “hidup berkerilaan”, maka gantinya “Andiko”lah. disepakati oleh kaumnya, diundjukan oleh kaumnya itu kepada Kerapatan Adat. Setelah disesuaikan oleh Kerapatan Adat baru memakai gelar jang digantinja dulu. Upamanya kalau meninggal, Datuk Radjo Bandaro, maka jang baru ini pun bergelarpun Datuk Rajo Bandaro djuga.

f. Tanah ulajat :

Kalau anak negeri di sini hendak mengambil kayu atau barang jang berharga jang akan dipergunakannja sendiri, tidak didjual, diberikan sadja. Tetapi kalau untuk didjual mesti membajar bunga kaju, kepada orang jang menguasai ulayat.”

Analisa Sintesis Perbandingan Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo 2025

Teks Taluk 1914, 1951 dalam naskah ini, menimbulkan berbagai pemikiran.

1.Penyalinan (Penyalin dan Sumber Salinan) “Adat Monografi Taluk”, dari Dokumen Tahun 1914 dan 1951 – 1952 tadi, saya (Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo/ Penghulu Suku Kampai) saya salin kembali, 8 Maret 2025 apa adanya keseluruhan teks tentang Nagari Taluk ini. Tahun 1951 Nagari ditulis Negeri dan masih dalam ejaan lama oe, dj, j, nj, tj lainnya. Tetapi penyalin — sebagai kritik teks dan kritik sumber–, menunjukkan naskah ini, disalin kembali setelah keluarnya “ejaan yang disempurnakan”. Faktanya, penyalin kembali naskah tahun 1951 itu, tidak konsisten dalam menggunakan ejaan. Misalnya untuk berbunyi huruf oe, oleh penyalin kadang dipakai huruf oe dan kadang dipakai huruf u, dalam menulis kata misalnya kata “sikumbang”.


2. Penulisan kata “negeri”, tidak mengesankan konsep “nagari Minangkabau”, yang biasa dibaca dan ditulis “nagari”. Artinya bukan dibaca dan ditulis “negeri” tetapi “nagari” seperti yang dikenal sekarang. Negeri menunjukkan umum untuk menyebut nama lain setingkat “desa”. Sedangkan kata “nagari” menunjukkan konsek spesifik kultur Minangkabau untuk menunjukkan wilayah kesatuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan tidak setingkat dengan “desa” di Indonesia. Karena wilayah nagari itu luas. Bayangkan, Nagari Inderapura, karena saking luasnya nagari itu dimekarkan masa Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abid dan Ketua DPRD Kabupaten Pesisir Selatan Alirman Sori, menjadi 20 nagari. “Nagari” di Minangkabau adalah wilayah kesatuan MHA yang dalam prakteknya dalam perspektif adat “mengintegrasikan kewenangan penyelenggaraan urusan-urusan umum pemerintahan dengan kewenangan penyelenggaraan usuran-urusan umum masyarakat hukum adat“. “Nagari adalah inti wilayah kultur Minangkabau. Tak ada Nagari tidak ada Minangkabau. Dan, Minangkabau dalam tataran adat, tidak mengenal “kecamatan”, tidak mengenal “kabupaten” dan tidak mengenal “provinsi”. Nagari itu otonomi. Adat, baik “adat salingka nagari” (adat nan teradatkan dan adat istiadat), maupun “adat sabatang panjang (adat nan sabana adat dan adat nan teradatkan” berada di Nagari itu juga. Tidak ada “adat sabatang panjang (di kecamatan, tidak di kabupaten dan) di provinsi.


3.Dalam teks disebut Penghulu Pucuk dan Penghulu Andiko (Penghulu Adat) di Taluk, kenyataan sampai sekarang tahun 2025, tidak ada jejek sejarah “persukuan” (atau Limbago Suku). Bahkan tidak dikenal ada penghulu pucuk dan penghulu andiko itu di Taluk. Yang ada hanya datuk saja di kaum suku dengan fungsi (diberi tuah di nagari sebagai) sebagai penghulu nagari. Kerapatannya adalah “Kerapatan Nagari” Pemghulu. Kerapatan Nagari itu kedudukannya sebagai Limbago Adat di Nagari. Anggotanya ialah datuk-datuk di setiap kaum suku, di nagari diberi tuah sebagai Penghulu. Untuk memimpin para penghulu nagari di Limbago Kerapatan Nagari, pernah dahulu Dt. Rajo Bagindo yang mendapat peresmian dengan Bisluit Belanda. Tentang Taluk ini apa kata penulis Belanda A.J.F van Weezel Errens, dalam bukunya “Memorie van Overgave van de Onder Afdeling Painan, Memorie van overgave (bestuursmemorie) betreffen to de onderafdeeling Painan zuid benederlanden, Sumatra’s Westkunst, (Nota penyerahan (nota administratif) yang berkaitan dengan subdivisi Painan, Sumatra Barat, 31 Oktober 1931), hampir tak ada catatan. Hanya dikatakannya: “Taloek, een hoofd, dat het zichazeir dikwyls erg moelyk maakt, toeziecht noodzakelyk. Over de vier andere negerihoofden geen opmerkingen” (Taloek, Kepala –Nagari– yang seringkali menyulitkan dirinya sendiri, pengawasan diperlukan. Tidak ada komentar tentang empat kepala nagari, lainnya).

4.Dalam 23 tahun terakhir setahu saya (sejak tahun 1997 sampai sekarang tahun 2025) sebagai salah seorang Penghulu di Nagari Taluk dan pernah menjadi Ketua Umum Kerapatan Adat Nagari (KAN) dua periode 5 tahunan (2000-2005 dan 2005-2010). Datuk-datuk sebagai penghulu Nagari itu masih berjumlah 14 Penghulu. Mereka sebagai penghulu di nagari berada dalam Limbago Kerapatan Nagari (KN) Nagari Taluk. Karena Limbago KN tidak kuat lagi, maka seolah menjadi Limbago KN Taluk itu diambil alih oleh fungsi KAN, namun di dalam KAN masih kuat suara penguatan Limbago KN Taluk bersanding dengan KAN. Justru disadari KAN ini tidak limbago adat di Nagari, tetapi KAN adalah sebuah organisasi adat di nagari-nagari dalam wilayah Sumatra Barat, yang didirikan sejak 1983. Amanat sejarah mendirikan KAN ini merupakan amanat Peraturan Daerah Tingkata I Provinsi Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 1983 tanggal 13 Agustus 1983, tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Penghulu 14 orang di Nagari Taluk sekarang berhimpun di KAN sebagai forum penguatan fungsi Nagari sebagai wilayah adat disebut Kesatuan Wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA), bertugas melakukan penguatan terhadap Limbago Adat di Nagari sebagai pemilik adat selingka nagari dan punya ulayat nagari, yang intinya adalah kaum suku yang memilik sako pusako salingka kaum.

Penghulu yang 14 orang di Nagari Taluk itu tertuang dalam keanggotaan KAN Taluk Periode 2025-2010, hanya bangkit 12 orang. Mereka ialah:

1)Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo (Pasukuan Kampai Nan 3 Lambuang, Suku Kampai Nyiur Gading Taluk) Ketua KAN Taluk Periode ke-2 2005-2010.
2)Ibnu Abbas Dt. Rajo Bagindo (Pasukuan Kampai Nan 3 Lambuang, Suku Kampai Nyiur Gading di Koto Keduduk dan Pasar) pernah Ketua Umum KAN Taluk Periode 1997-2000 sejak beberapa periode sebelumnya.
3)Darmawis Dt. Rajo Bandaro (Pasukuan Kampai Nan 3 Lambuang, Suku Kampai Tangah di Pasa.
4)Abdul Ta`as Dt. Tan Bandaro (Pasukuan Nan 3 Lareh, Suku Sikumbang …)
5)M.Yanis Dt. Tan Djolelo (Pasukuan Nan 3 Lareh. Suku Sikumbang Malin Mansiang)
6)Liam Dt.Bandaro Sati (Pasukuan Malayu Nan 4 Ninik, Suku Malayu Koto Kaciak)
7)Saris Dt. Makhudum (Pusukuan Panai Nan 3 Ibu, Suku Panai Lundang)
8)BK Dt. Makhudum (Pusukuan Panai Nan 3 Ibu, Suku Panai Lundang)
9)Ramus Dt. Rajo Batuah (Pusukuan Panai Nan 3 Ibu, Suku Panai Tanjung)
10)Mansur Dt. Bandaro Sutan (Suku Jambak)
11)Jafri Dt. Rajo Gamunyang (Suku Caniago)
12)Syafril Dt. Rajo Gamunyang (Suku Caniago)
Tabel

Sebagai Sebuah Catatan:
a)Struktur KAN Taluk 2005-2010
Ketua Umum : Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
Ketua I : Abdul Ta`as Dt. Tan Bandaro
Ketua II : Jafri Dt. Rajo Gamunyang
Sekretaris : Yusak Imam Mangkuto
Bendahara : Asril Katik M.Bagindo
b)Komisi-komisi Persidangan (Kaur – Struktur): Komisi A (Kekayaan Nagari), Komisi B (Perdamaian Adat), Komisi C (Pembinaan dan Pengembangan Adat-Syarak), Komisi D (Peningkatan Kesejahteraan Nagari) dan Komisi E (Keuangan Nagari).
c)Datuk Penghulu yang tidak muncul dalam Susunan Pengurus KAN Taluk 2005-2010, mungkin talipek: (1) Datuk Rajo Malenggang (Suku Sikumbang Gadang, belum dilewakan, sebelumnya dijabat Rasyidin Achir Datuk Rajo Malenggang digantikan adiknya Nurman Achir Datuk Rajo Malenggang), (2) Datuk Rajo Kajo (Suku Sikumbang Malin Mansiang, sebelumnya dijabat Kamarulis Datuk Rajo Kayo), (3) Datuk Lambuik Kayo (Suku Kampai Sawah Laweh, sebelumnya dijabat Maaras Datuk Lambuaik Kayo pernah Sekretaris/ Anggota KAN 1997-2000) dan anggota KAN periode 2000-2005, (4) Datuk Tan Larangan dan Datuk Tan Barehim, suku Malayu, tak muncul di periode KAN 2005-2010 ini, mungkin talipek. (5) Datuk Jo Bagampo sekarang (2025 dijabat Iyad) pada periode 2005-2010 ini juga belum muncul.
d)Periode KAN Taluk sesudah tahun 2010-2015, 2015-2020 dan terakhir Periode 2020-2025 dipimpin Busri Dt. Rajo Batuah, gambaran data jumlah datuk penghulu mungkin bertambah, meski banyak terlipat, dapat dilihat di dalam Data KAN Taluk tahun 2025 ini.

5.Nagari Taluk disebut 3 Kampung, yakni 1. Koto Kaduduk, diakui asal topnimi linguistiknya adalah dari tempat bersidang utusan ninik yang berempat: (a) Pasukuan Kampai Nan 3 Lambung, (b) Pasukuan Malayu Nan 4 Ninik, (c ) Pasukuan Panai Nan 3 Ibu dan (d) Pasukuan Nan 3 Lareh. 2. Koto Pondjang, toponimi linguistiknya berasal dari topografi negerinya yang pandjang Kotonja. 3. Tandjung Kandis (termasuk Uba), toponimi linguistiknya berasal dari nama sebuah kayu besar/ batang Kandis yang dulu tumbuh besar di sana. Fakta ini memberikan bandingan kebenaran dengan data “Adat Monografi Nagari Minangkabau, 1952”, maka terbantahkan bahwa Nagari Taluk “berpanguluk pucuk dan bapangulu andiko”, karena tidak ada jejak struktur “andiko” sampai sekarang, dan pula tidak pula dipopulerkan “pucuk” sekarang. Maknanya tidak dipisah pucuk dengan andiko. Namun tetap “panghulu se-andiko” (seadat), dan “malin se-kitab”. Lebih pas dimungkinkan, 4 yang disebut pucuk dan masing-masing dua andiko itu. silih berganti dalam Pasukuan. Ketika Datuk Rodjo Bandaro (Pasukuan Kampai Nan 3 Lambung, suku Kampai Tangah), giliran besoknya Datuk Rajo Bagindo (suku Kampai Nyiur Gading dalam pauskuan Kampai tadi) sebagai disebut fungsi pucuk itu dan seterusnya. Demikian seterusnya disebut pucuk Datuk Radjo Kajo (Pasukuan Nan 3 Lareh, suku Sikumbang Malin Mansiang) berganti pula dengan Datuk Rajo Malenggang (suku Sikumbang Gadang dalam Pasukuan Nan 3 Lareh) dan seterusnya. Seperti itu pula pada yang disebut pucuk Datuk Tan Larangan Pasukuan Malayu Nan 4 Ninik, suku Melayu Durian, berganti pula dengan pangulu lainnya dalam pasukuan yang sama. Juga begitu yang disebut pucuk Datuk Radjo Alam dalam pasukuan Panai Nan 3 Ibu, suku Panai Tangah, bergilir pula dengan penghulu dari paruik ibu lainnya dan seterusnya dalam pasukuan yang sama. Sistem ini sejalan dengan pengaturan gelar pangulu di Limbago Kerapatan Nagari (KN) Taluk seperti disebut teks 1951 dan atau 1952 itu. Wallahu a’lam bishshawab!
6.Kepemimpinan panghulu di Nagari Taluk dari sumber Idrus Dt. Rajo Bandaro dikutipwawancarai Agus Yusuf (15 Februari 1962, Bukunya Sejarah Nagari Taluk 2001), ketika Pusat di Rimbo Apa, sejak 1914 adalah kepemimpinan utusan pangulu 4 Pasukuan: (1) Pasukuan Kampai Nan 3 Lambung, (2) Pasukuan Malayu Nan 4 Ninik, (3) Pasukuan Panai Nan 3 Ibu dan (4) Pasukuan Nan 3 Lareh. Keempatnya diangkat dengan norma “tinggi baajung, gadang baamba (tinggi dianjungkan, besar dibersihkan)”. Keempat petinggi dan nan gadang ini bersama memimpin nagari secara adat dan membantu Pemuncak Nagari Taluk dalam urusan pemerintahan nagari. Sedangkan kepemimpinan 3 Koto Tandi disebut “Gadang Satampek” (Besar Setempat). Dipilih dari pemuka suku yang berpengaruh masyarakat di setiap koto.**