/ Yulizal Yunus
(Alumni PWD Unand Padang)
FIKIR.ID – Menarik Ir. M. Shadiq Pasadigoe, SH, MM anggota DPR RI Komisi XIII dari Partai NasDem berkunjung ke Pelabuhan Muaro Padang, Sabtu (11/10/2025).
Sebuah “memory potensi ekonomi maritim dan destinasi pelabuhan pantai Muaro Padang” ini sudah nyaris tidak banyak dibicarakan.
Mungkin Pemko punya perhatian besar pada Muaro sebagai pelabuhan dan destinasi wisata, namun dari sinyalemen masyarakat, ironis pula nyaris pelabuhan bersejarah ini kini tidak memberi masukan PAD berarti bagai Pemko Padang.
Apa iya? Perlu diteliti secara mendalam oleh yang berkompeten dan atau pemko bersama para pihak termasuk perguruan tinggi.
Namun Shadiq, seorang tokoh nasional yang lahir dan pernah memimpin Kabupaten Tanah Datar sebagai bupati dua periode (2005-2015), juga warga Kota Padang, membuat masyarakat kota tersentak.
“Wakil rakyat di Senayan ini, tanpa protokoler berkunjung ke kawasan Muaro dan menyapa rakyat, melihat denyut perkembangan pedagang kecil jalur perairan ini, bahkan memberi motivasi dan bantuan! Dimungkinkan Shadiq sudah mempunyai informasi menarik tentang pelabuhan bersejarah ini dulu, potensi kini dan yang akan datang!”.
Pelabuhan Muaro sudah dikenal sejak lama dalam sejarah Kota Padang. Salah satu pelabuhan tertua di Kota Ibu Provinsi Sumatera Barat ini di samping pelabuhan besar Teluk Bayur dan sebelumnya sejarah pelabuhan Pulau Pisang.
Orbitasinya berada di muara “Sungai Batang Arau yang airnya jadi mimpi masyarakat DAS (Daerah Aliran Sungai) untuk dijernihkan”. Tentu saja di-Perda-kan oleh Pemko Padang.
Setidaknya sebesih airnya pada masa kolonial Belanda dulu, sehingga kalau itu strategis menjadi gerbang perdagangan ekonomi maritim di pinggiran DAS Batang Arau dan muaranya. Justru potensinya besar, menjadi sarana angkut barang antar pulau, tidak saja pelabuhan/ lelang ikan, tetapi juga pelabuhan berbagai komoditi seperti, koral, kopra, sustainable palm oil (SPO- minyak sawit berkelanjutan), kayu, rotan, pala, kopi dan komumuditi hasil bumi lainnya.
Seiring waktu berjalan, justru disebut fungsi pelabuhan ini mengalami penurunan kapasitas, meskipun berjalan dalam era modernisasi. Baik dilihat dari fisiknya, ada ancaman pendangkalan sungai Batang Arau serta muaronya dan problem kedalaman laut yang dapat mengancam kapal keluar masuk ke berlabuh, namun juga terdapat kendala wawasan sejarah, kendala teknis dan infrastruktur dalam operasional pelabuhan serta perhatian masyarakat seputar DAS Batang Arau lainnya.
Namun ada rasa optimisme bahwa Pelabuhan Muaro ini sudah intens dilirik dan tercium ada perencanakan revitalisasinya oleh Pemko dan Stakeholders Pengelola Pelabuhan (Pelindo), kearah based transformasi spirit ekonomi maritim dan salah satu gerbang wisata di kawasan pelabuhan muara/ pantai.
Justru transformasi ini, amat relevan mengingat pengembangan potensi ekonomi maritim/ ekonomi lokal/ UKM dan potensi wisata pantai/ laut, yang pertama sekali terkoneksi dengan Kepulauan Mentawai dalam kaitan perdagangan dan destinasi wisata itu.
Transformasi spirit pengembangan ekonomi berbasis pelabuhan dan destinasi wisata Muara Padang itu, tidak sesederhana yang dibayangkan juga. Dipastikan banyak masalah yang harus dipecahkan.
Tidak saja persoalan pisik, tetapi juga kesadaran wawasan sejarah Muaro dan Kota Padang. Perencanaannya yang sustainable, partisipatif dan people centre tentu diperlukan. Justru di kawasan ini tidak saja meninggalkan jejak kemakmuran dagang masa lalu yang tergambar dari peninggalan sejarah bangunan tua di sana, juga berada di tepian Gunung Padang yang menyimpan sejarah Siti Nurbaya dan Ulama Syekh Abdullah Basir yang tak banyak dikenal generasi muda sekarang.
Persoalan sejarah masa lalu, kini dan prospektif ke depan, punya spirit dalam dinamika perkembangannya. Dipastikan ada data lama baik dalam bentuk peta, foto, sejarah peninggalan kaum kolonial dan atau catatan aktivitas bongkar muat sebagai bagian dinamika pelabuhan sampai sekarang yang menyimpan fakta “Kota Padang Riwayatnya Dulu, Kini dan Ke Depan).
Melihatnya, tak dapat diabaikan pendekatan konservasi dan pewarisan budaya (heritage port), terutama karena banyak bangunan peninggalan kolonial di kawasan Muaro itu dan wilayah sekitar sampai ke Pasar Mudik.
Selain itu perhatian kepada kondisi fisik Pelabuhan Muaro: dermaga, pendangkalan sungai, problema kedalaman laut pada pertemuan aliran sungai Batang Arau dan Laut, fasilitas terminal penumpang, akses jalan (regional centre), parkir di samping data jumlah penumpang dan kapal keluar masuk ke pelabauhan.
Di sisi lain penting perspektif analisis SWOT (Strengths,Weaknesses,Opportunities and Threats/ Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman). Seiiring identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman revitalisasi itu dengan analisis kelayakan dengan perhitungan biaya dan manfaat (cost-benefit) akan dapat menghitung menghitung sejauh mana tantangan dapat diubah menjadi peluang.
Karenanya dalam perspektif perencanaan operasional dan pengembangannya memerlukan kepiawaian memecahkan masalah teknis dan infrastruktur yang dihadapi dalam operasional Pengelola Pelabuhan (Pelindo) dan kaitannya dengan sumbangsihnya kepada Pemko Padang. Seiring dengan itu penting disiasati prospek dan strategi revitalisasi pelabuhan lama sebagai kawasan wisata dan ekonomi maritim Kota Padang yang tak dapat dimungkiri adalah pintu masuk ke kepulauan Mentawai.
Seperti apa dampaknya terhadap sosial-ekonomi maritim dari pengaruh revitalisasinya bagi masyarakat pengembangan ekonomi sekitar, setidaknya di kawasan Daerah Aliran Sungai Batang Harau Padang dan Kawasan Pantai Padang..
Namun yang tidak dapat dimungkiri pula faktor sejarah. Dulu Pelabuhan Muaro Padang ini pernah mengalami masa kejayaan sebagai pelabuhan utama Padang, sesudah Pelabuhan Pulau Pisang dan Pelabuhan Teluk Bayur.
Jejak kejayaan masa dulu itu di antaranya peninggalan VOC (Kolonial Belanda) masih dapat dijadikan saksi bisu sejarah sekaligus sudah dibuktikan dapat dimanfaatkan menjadi aset warisan budaya di kawasan Muaro dan Gunung Padang.
Dibanding dengan fakta sekarang, ada “bisiak dase”, digambarkan kapasitasnya sebagai menurun, tidak saja faktor teknis dan alam pelabuhan yang mengalami pendangkalan sungai dan laut sekitar yang tidak sesuai lagi dengan kapasitas dan atau ukuran kapal keluar masuk ke pelabuah lama yang bersejarah ini.
Tentu saja dirasakan penting pula rencana kedepan penataannya, tidak saja perbaikan dermaga terintegrasi dengan akses transport antarmoda serta pengelolaan kawasan, agar tidak merusak warisan budaya dan tak kurang pentinganya pasilitasi regulasi daerah penjernihan air Batang Arau, sekaligus rekayasa kawasan pelabuhan modern dengan penyiapan potensi basis kawasan: service centre, market town dan regional centre.
Setidaknya dirasakan penting perwujudan isu pembangunan Maritim Center bertingkat, modernisasi sarana terminal penumpang/ transito wisatawan, serta pengelolaan zona UMKM lainnya, sebagai based dan wahana pengembangan ekonomi maritim dan pariwisata.
Shadiq sebagai tokoh nasional dari Padang, dipastikan memeliki naluri potensi ekonomi berbasis laluan perairan, ke arah pengembang Pelabuhan Muaro ini, karenanya ia berkunjung tanpa protokeler ke sana. Ia memberikan dukungan dan bantuan sebagai motivasi bagi daerah dan parapihak (stakeholders) dan peran serta masyarakat sekitar.
Katanya: “tidak boleh dibiarkan sendiri, mesti difasilitasi”, bagian nalurinya. Justru naluri Shadiq ini saya baca dari memori jejak perjuangan Shadiq sebagai Bupati dua periode (2005-2015) di Kabupaten Tanah Datar, seperti ditulis dalam buku “Lakek Tangan Shadiq (2015)” dan juga buku yang saya tulis: “Biografi M. Shadiq Pasadigoe, Bupati Tanah Datar, Memenangkan Hati Rakyat” (2015), ia punya sudah punya pengalaman peduli terhadap potensi air, seperti paa eranya dulu, ia punya kesadaran “anugerah Batang Sinamar dan Batang Ombilin”.
Berbanding potensi Batang Arau dan Muaranya sebagai sentra pelabuhan bersejarah yang patut dikembangkan sebagai basis ekonomi maritim dan pariwisata.
Setidaknya naluri Shadiq tadi menaruh visi ke depan, bahwa Pelabuhan Marina Muaro Padang yang bersejarah ini, masih punya potensi signifikan sebagai wahana ekonomi maritim. Tidak saja aspek angkut barang dan perikanan, juga potensi destinasi wisata, sebagai pintu gerbang Kota Padang di samping Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Bungus dan Bandar Udara Minangkabau (BIM) lainnya selain gerbang jalur darat.
Karenanya paling tidak di mata Shadiq, dalam upaya revitalisasi, pelabuhan ini, disadari tidak hanya menaruh fungsi transportasi jalur perairan, tetapi juga dapat menjadi “icon Kota Padang” dan basis ekonomi bagi masyarakat lokal dan UKM di sentra ibu Kota Provinsi Sumatera Barat ini.
***.