FIKIR.ID – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan ambang batas Bromat dalam Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) 10 ppb. Keberadaan Bromat melebihi ambang batas tersebut akan menimbulkan masalah kesehatan hingga gangguan reproduksi bagi tubuh. Hal itu juga sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan WHO.
Di sejumlah negara, seperti Amerika, Saudi Arabia dan Inggris, otoritas terkait dengan tegas menarik merek-merek dengan kandungan bromate melebihi ambang batas. Dalam 1 dasawarsa terakhir, telah dilakukan penarikan terhadap 3 merek AMDK yang mengandung bromat melebihi ambang batas, yaitu Zephirylls, Al Haramain dan Dasani Water.
Di Indonesia, temuan sejumlah merek AMDK dengan bromate melebihi ambang batas hingga saat ini masih menjadi pembahasan. Hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh sejumlah pihak menunjukkan adanya merek AMDK memiliki kandungan bromat melebihi ambang batas.
Dikutip dari laman Cek Fakta Klik Positif, disebutkan 3 dari 11 sampel yang diuji mengandung bromate di atas 10 ppb, yaitu 19 ppb, 29 ppb dan 48 ppb. Pengujian terhadap 11 merek AMDK tersebut di lakukan pada periode Maret – April 2024. Dari hasil uji laboratorium tersebut, ditemukan rentang kandungan Bromat paling rendah berada di angka 3,4 ppb dan paling tinggi di angka 48 ppb. Sebelumnya, sejumlah akun di sosial media juga menyampaikan hasil uji kandungan bromate pada AMDK yang melebihi 10 ppb. Misalnya, akun @naktekpang yang memang memiliki latar belakang kimia.
Guru besar FMIPA UI, Profesor Budiawan menjelaskan bromat adalah senyawa yang terbentuk saat proses ozonisasi AMDK. Senyawa ini jelas tidak dibutuhkan oleh tubuh dan dalam jumlah berlebih dapat beresiko bagi kesehatan manusia.
“Bromat ini teridentifikasi menurut WHO akan berpotensi menyebabkan terjadi penyakit atau kanker jika terpaparkan berulang-ulang melebihi batas yang ditentukan,” kata Guru besar FMIPA UI, Profesor Budiawan.
Dia mengatakan, efek jangka pendek mengonsumsi Bromat dalam jangka pendek dalam dosis tinggi adalah kematian. Sedangkan secara jangka panjang, yakni pemicu pertumbuhan sel kanker baru terlihat dalam waktu 5 hingga 10 tahun.
“Jika seseorang mengonsumsi terus menerus secara berulang maka kejadian itu (kanker) mungkin timbul efek karsinogenik Bromat,” katanya.
Sebabnya dia meminta seluruh produsen menaati aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan BPOM. Dia melanjutkan, apabila benar-benar ditemukan pelanggaran maka pemerintah wajib memanggil atau mengevaluasi produsen AMDK tersebut.
“Dan kalau ada unsur kesengajaan tentu sanksinya bisa lebih dari teguran semisal ditutup dan sebagainya karena artinya produsen itu tidak siap dan tidak tanggap untuk mengantisipasi perlindungan konsumen sesuai peraturan yang berlaku,” katanya.
Senada dengan itu, dokter Spesialis Gizi Raphael Kosasih menyebutkan bahwa kandungan Bromat dalam AMDK juga bisa menyebabkan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan sakit perut. Dalam kasus yang lebih parah, mengonsumsi Bromat secara terus menerus dalam dosis tinggi juga bisa menyebabkan gejala saluran kemih hingga gangguan saraf.
Raphael menjelaskan, hal ini terjadi lantaran Bromat merupakan oksidan kuat yang cenderung mudah bereaksi. Bromat dikhawatirkan akan beraksi dengan sel dan merusak DNA sehingga menyebabkan mutasi genetik yang memunculkan kesalahan copy sel.
“Jadi kalau bromat ada di dalam sel, nanti dia merusak sehingga terjadi mutasi dan dia membelah diri tanpa terkendali, itu yang dibilang tumor ganas atau kanker,” katanya.
Dia meminta BPOM sebagai lembaga pengawas pangan di Indonesia untuk lebih berperan aktif dalam melakukan uji klinis terhadap kandungan Bromat dalam AMDK.
Dia menekankan, BPOM harus memeriksa dan memastikan kelayakan semua AMDK agar bebas dari paparan Bromat. BPOM, sambung dia, harus memastikan AMDK yang beredar di masyarakat terbebas dari logam berat, bakteri atau senyawa karsinogenik.
“Jadi nggak ada zat tambahan dalam air minum yang kadarnya melebihi kadar minimal yang dapat berbahaya bagi tubuh manusia. BPOM seharusnya jangan sampai kecolongan,” katanya.