Berita  

Datangi Gubernur, Budayawan dan Ulama Minta Pengesahan Ranperda Pemajuan Kebudayaan Daerah Provinsi Sumbar Ditunda

  • Gubernur Terima 28 Lembaga Budaya dan Agama di Istana
  • Perinsipnya Gubernur Setuju, Segera Bicarakan dengan DPRD

FIKIR.ID – Sejumlah besar Lembaga Budaya dan Agama Masyarakat Sumatera Barat teramsuk budayawan dan seniman kreatif serta budayawan akademisi lainnya pagi ini diterima dan bertemu Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi di Istana. Ketika laporan ini diturunkan fikir.id pertemuan penting itu sedang berlangsung, di Istana Gubernur Jalan Sudirman Padang, pagi 07.15 Rabu 27 Maret 2024

Unsur Lembaga Budayawan dan Ulama Masyarakat yang bertemu dengan Gubernur Sumbar itu menamakan gerakannya sebagai Relawan Pemajuan Kebudayaan Sumatera Barat. Mereka terdiri dari 28 Lembaga Budaya dan Agama Masyarakat Sumatera Barat termasuk Budayawan Akademisi dan Budayawan serta Seniman Kreatif.

Intinya, bermohon kepada pemerintahan (Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat) dengan alasan yang sangat mendasar untuk “menunda pengesahan dan penetapan Ranperda Provinsi Sumatera Barat Tahun 2024” tentang “Pemajuan Kebudayaan, Pelestarian Cagar Budaya dan Pengelolaan Museum Daerah Provinsi Sumatera Barat”. Justeru mereka khawatir dengan mendapat bocoran bahwa Bamus dikabarkan sudah menjadwalkan 5 April 2024 agenda Rapat Pleno DPRD Provinsi Sumatera Barat, adalah untuk ketuk palu pengesahan dan penetapan Ranperda dimaksud tadi.

Tak Ada Rusuh Secemas Ini

Di antara alasan mendasar disampaikan beberapa anggota Tim Relawan. Di antaranya disampaikan Zaitul Ikhlas Saad Rajo (ZIS) Intan, Ketua Bakor KAN Sumatera Barat. Gubernur diberi ingat sebuah kewaspadaan dini dalam proses regulasi/ Perda Pemajuan Kebudayaan Daerah.

Kata ZIS Rajo Intan, kalau seperti Draft Ranperda yang dihadirkan sekarang ini menjadi Perda Provinsi Sumatera Barat Tahun 2024 ini tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah, berpotensi konflik dan akan menjadi ancaman identitas dan integritas serta keberlanjutan budaya identitas Sumatera Barat. Bahkan berpotensi membawa korban. Korban pertama ialah Bapak Mahyeldi sendiri dan Jabatannya sebagai Gubernur, kata ZIS Rajo Intan terus terang.

Karena nanti, kata ZIS Rajo Intan, jika dipaksakan juga draft Ranperda ini diundangkan sebagai Perdaprov tentu akan ditandatangani Gubernur, maka berat tanggung jawab pemerintahan Daerah. Sementara kita tahu sejak dini, hal yang ironis di dalam Draf Ranperda itu di antaranya terdapat hal yang riskan, yakni “pemerintah daerah diperintah untuk melindungi kebebasan berkspresi tanpa batasan nilai dan identitas daerah”. Jika nanti terjadi ekspresi bertilanjang dari kebebasan itu, bagaimana Gubernur melindunginya dan mepertanggungjawabkannya. Karenanya, kata ZIS Rajo Intan lagi, kalau ada orang bertanya gugat, masa siapa Perda ini dibuat? Masa Gubernur Mahyeldi!.

Korban kedua bila draft ini dipaksakan juga diputuskan menjadi Perdaprov, adalah ancaman untuk Minangkabau sendiri. Hilang sudah, identitas Sumatera Barat yang corenya adalah kebudayaan yang sudah diwariskan turun temurun dan sudah diamanahkukuhkan UU Provinsi Sumatera Barat UU 17/ 2022. Rasanya kalau draft Ranpeda ini menjadi Perdaprov Sumbar tentang Pemajuan Kebudayaan, rasanya “tidaknya tak rusuh nan secemas ini”, kata ZIS Rajo Intan Ketua Bakor KAN itu sebagai anggota Tim Relawan Pemajuan Kebudayaan.

Dari pandangan ini, kami tim relawan ini, bermohon kepada Bapak Gubernur, tunda dulu draft Ranperda ini. Jangan dipaksakan dan jangan ditargetkan harus segera menjadi Perdaprov tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah yang kehilangan nilai ketahanan identitas dan integritas serta keberlanjutan budaya daerah. Apalagi muatan Ranperda ini sangat berat, yang di sisi lain disebut anggota tim Dr. Sri Setyawati yang juga fungsionaris forum antropolog dan cagar budaya, sebagai “nano-nano versi lain dari omnibus law di Sumatera Barat”. Karena kulit Draft Ranperda ini tidak saja pemajuan kebudayaan Daerah Sumatera Barat, tetapi juga Pelestarisan Kebudayaan, serta pengaturan pengelolaan Museum.

Lebih lanjut kami berharap, kata ZIS Rajo Intan, matangkanlah dulu draft Ranperda ini, cocokan kulit dengan isi. Yang lebih penting lagi sesuaikan kosideran “melihat” dan “menimbang” dengan pasal-pasal yang menunjukkan identitas budaya Sumatera Barat. Kami yakin dan percaya, sebalik bila Draft Ranperda ini matang dan dirasakan milik masyarakat Budaya Sumatera Barat, ini akan menjadi sejarah gemilang dan dibanggakan. Orang nanti juga akan bertanya, masa siapa dulu Perdaprov ini diundangkan? Masa Gubernur Mahyeldi! Masa Kadisbud Jefrinal Arifin! Sebut Zaitul Ikhlas Saad Rajo Intan yakin.

Gubernur Mahyeldi, kata Viveri Yudi yang didaulat sebagai ketua Relawan Pemajuan Kebudayaan, pertemuan mengundang hadir Dinas dan Biro terkait. Gubernur bangga dengan pertemuan ini. Ia bersyukur pada Allah dan berterima kasih atas penyampaian pernyataan dan pokok pikiran kewaspadaan dini sebagai masukan dari 28 unsur Lembaga Budaya dan Agama Masyarakat Sumatera Barat termasuk Budayawan Akademisi dan Budayawan serta Seniman Kreatif ini. Justru masukan ini bermanfaat, memperkaya materi draft Ranperda Pemajuan Kebudayaan. Ia mengakui tidak punya banyak informasi prihal esensi dan substansi draft Ranperda Pemajuan Kebudayaan yang sedang dalam proses itu, sebut Yudi.

Gubernur Setuju Ditunda, Segera Bicarakan dengan DPRD

Pada perinsipnya dalam pertemuan tadi Gubernur setuju ditunda pengesahan Ranperda Pemajuan Kebudayaan itu. Untuk itu ia sebagai unsur Pemerintahan Daerah akan segera membicarakannya dengan Ketua DPRD. Seiring dengan dengan itu akan menugaskan Dinas dan Biro terkait, untuk melihat ulang Draft Ranperda Pemajuan Kebudayaan itu. “Kalau pensyahannya dilakukan tergesa dan ditarget, nanti setelah Ranperda ini tetapkan dan selanjutnya diundangkan oleh Gubernur, saya tidak mau juga disalahkan sebagai Gubernur”, kata Viveri Yudi, menirukan ucapan Gubernur.

Karenanya kata Gubernur disampaikan Yudi, kami Pemerintahan Daerah (Gubernur dan DPRD) segera urun rembug menentukan kepastian disyahkan atau ditunda sementara Draft Ranperda itu untuk disyahkan dalam Rapat Pleno DPRD. Yang jelas tidak akan dilanjutkan sebelum tuntas. Karenanya rusmuskanlah kembali dengan tuntas, dipasilitas OPD Dinas serta Biro terkait. Perkuat komunikasi publik terutama sekali perankan dan serap pemikiran dan aspirasi masyarakat budaya seperti Lembaga Budaya dan Agama Masyarakat Sumatera Barat yang cukup banyak.

Yudi menyebut, tim 28 ini banyak menjelaskan kepada Gubernur betapa pentingnya “Perda Pemajuan Kebudayaan” ini sebagai kelanjutan dari UU 5/2017 dan UU17/2022. Kita belum punya Ranperda yang mengatur dan standar ukur majunya kebudayaan pisik (yang nampak) terutama 10 unsur/ objek pemajuan kebudayaan serta standar ukur pemajuan kebudayaan yang sifatnya nilai (yang tak nampak).

Simpulnya Renperda Pemajuan Kebudayaan ini mestilah hadir, sesuai dengan aspirasi masyarakat budaya dalam makna yang luas di Sumatera Barat. Basisnya jelas tidak bisa lepas dari filosofi ABS-SBK dan atau adat (budaya) bersandi syara’ (agama). Selama ini dialami dalam pembahasan draft Ranperda ini, meski sudah berjalan cukup panjang, namun belum terwakili aspirasi masyarakat budaya, masyarkat agama dan seniman khususnya. Ada diundang bertemu berapa kali dan diberi masukan, sepertinya tak didengar dan tidak dicatat, nyatanya tidak ada perubahan pada draft terutama mengeksplisitkan identitas budaya daerah Sumatera Barat itu. Fenomena ini membuat masyarakat budaya dan agama tidak percaya. Kita tak mau lagi “takicua di nan tarang”, kata Yudi.

Kalau dipaksakan juga mensyahkan draft Ranperda ini menjadi Perda Pemajuan Kebudayaan, akan terjadi seperti perda-perda yang lain. Seperti Perda Halal, Perda Zakat, Perda Ulayat, Perda Nagari, Perda Pelestarian Adat lainnya. Perdanya ada – banyak, tapi tidak dilaksanakan, kata Yudi mengutip Buya Gusrizal Gazahar mengingatkan. “Bahkan dipksakan juga, lalu jadi Perda, akan menjadi preseden, berikutnya akan lahir Perda yang tidak mempunyai identitas budaya daerah Sumatera Barat”, tukas yang lain.

Karena itu sebaiknya ditunda dulu Ranperda ini untuk disyahkan menjadi Perda Pemajuan Kebudayaan. “Kami menghargai dan tidak menolak draft Ranperda ini untuk sebuah progres berikutnya, tetapi mohon ditunda dulu. Perlu lebih lanjut pematangan dengan kembali menyerap aspirasi masyarakat budaya dan agama yang diwakili lembaganya cukup banyak. Penyerapan aspirasi itu boleh jadi melengkapi pemikiran Tim Drafting Ranperda yang dipandang kurang terlihat di dalam tim itu budayawan dan seniman serta pakar kebudayaan lainnya khusus kebudayaan Sumatera Barat sebagai bagian integral kebudayaan Nasional.

Surat Pernyataan ke Gubernur dan DPRD

Lembaga Budaya dan Agama Masyarakat Sumatera Barat termasuk beberapa Budayawan dan Seniman Kreatif serta Budayawan – Seniman Akademisi yang 28 unsur itu ialah:
1.Ketua Umum MUI Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar, Lc., M.Ag.
2.Ketua Eksekutif/ Harian mewakili Ketum LKAAM Sumatera Barat, Dr. Amril Amir, M. Pd.
3.Prof. Dr. Ir. Puti-Reno Raudha Thaib/ Ketua Umum Bundo Kanduang Sumbar

  1. Yulizal Yunus Dt Rajo Bagindo/ Ketua Pembina Pusat Studi Islam dan Adat Minangkabau (P-SIAM).
  2. Drs. Zaitul Ikhlas Saad, M, Si. Rajo Intan/ Ketua Bakor KAN Sumbar
  3. Hanafi Zein St. Bagindo/ Ketua Umum Sako Anak Negeri
  4. Dr. Emeraldy Chatra, M.I.Kom/ Ketua Masyarakat Adat Minangkabau (MAM)
  5. Syarifuddin Arifin/ Ketua ZKNI
  6. Zamzami Ismail/ Presidium FPSSB
  7. Ery Mefri/ Ladang Tari Nan Jombang Dance Company
  8. Viveri Yudi, S.Sos., M.Pd. / Ketua Lembaga Seni Budaya PW
    Muhammadiyah Sumatera Barat
    12.Rizka Gumilang, SSn, M.Sos/ Ketua YTNT
    13.Direktur SURI
  9. Jawahir, S.S./ Ketua BIJO Literasi Tradisi Minangkabau
  10. M. Hasan / Ketua Masyarakat Pelaku Seni Tradisi
  11. Chairullah, M.A.Fil./ Ketua Komunitas Suaka Luhung
    Naskah
  12. Hasnawi/ Mapelsentra Padang
  13. Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M.Pd. / Budayawan Akademisi
  14. Prof. Dr. Ermanto, M. Hum./ Budayawan Akademisi
  15. Prof. Indra Yudha, Ph.D., M.Pd./ Budayawan Akademisi
  16. Dr. Hermawan, M. Hum./ Budayawan Akademisi
  17. Dr. Sri Setyawati, M.A./ Budayawan Akademisi
  18. Dr. Wannofri Samry, M.Hum. / Budayawan Akademisi
  19. Dr. Abdullah Khusairi/ Budayawan Akademisi
  20. Mahatma Muhammad, M. Sn./ Budayawan Akademisi
  21. Dr. Hasanuddin, M. Si. Dt. Tan Patih/ Budayawan Akademisi
  22. Dr. Sheiful Yazan, M. Si., Tuanku Mangkudun/ Budayawan Akademisi

Ke-28 unsur Lembaga budaya dan Agama Masyarakat Sumatera Barat ini, menghadap Gubernur Sumatera Barat, Rabu pagi (27/ 3) ini dan direncanakan akan diterima pula oleh Pipinan DPRD Provinsi Sumatera Barat Kamis siang 28 Maret nanti. Mereka sebagai Relawan Pemajuan Kebudayaan Daerah Sumatera Barat ini menulis Surat Pernyataan Bersama diajukan kepada Gubernur dan Ketua DPRD dengan redaksi yang sama, dengan prihal: Permohonan Penundaan Pengesahan Ranperda Provinsi Sumatera Barat Tahun 2024 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah Sumatera Barat, Pelestarian Cagar Budaya dan Pengelolaan Museum itu.

Surat Pernyataan bersama Relawan Pemajuan Kebudayaan itu secara essensial dimulai dengan mendoakan Bapak Gubernur dan Ketua DPRD senantiasa sehat dan sukses dalam mengemban amanah dan melaksanakan urusan-urusan umum pemerintahan di samping mengembangkan/ memajukan kebudayaan daerah sesuai identitasnya. Lalu disusul dengan pernyataan bahwa mereka sudah membaca dan menelaah draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Sumatera Barat inisiatif DPRD tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah Sumatera Barat itu.

Disebut Relawan, bahwa Ranperda ini sudah dibahasnya beberapa kali dan mereka menyatakan dan menyampaikan dukungan dan apresiasi yang tinggi terhadap sudah adanya draft Ranperda itu. Mereka memberi alasan diapresiasi, karena memang Perda itu sangat diharapkan lahir menjadi payung hukum bagi Pemajuan Kebudayaan Daerah Sumatera Barat yang berlandaskan filosofi Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato-Adat Mamakai.

Namun mereka Relawan 28 unsur ini menyatakan bahwa setelah membaca dengan cermat atas draft Ranperda tersebut (yang terakhir diterimanya pada 18 Maret 2024), mereka mengemukakan pandangan yang sangat mendasar. Intinya bahwa Draft Renperda itu perlu dilakukan pematangan sebelum pengesahannya menjadi Perdaprov. Karenanya mereka bermohon kepada Pemerintahan Daerah Sumatera Barat (Gubernur dan Ketua DPRD) agar pengesahan Ranperda Pemajuan Kebudayaan Daerah Sumatera Barat tersebut “ditunda”.

Alasan permohonan penundaan pengesahan Ranperda itu ada 3 hal yang sangat mendasar. (1) Setelah mencermati pasal-pasal yang terkait dengan pemajuan kebudayaan,
pelestarian cagar budaya dan pengelolaan museum, secara substantif tidak mencerminkan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang diterakan (dimuat) pada Konsideran Menimbang huruf a dan Mengingat angka 5. Yaitu “Konsideran Menimbang” huruf a itu adalah: bahwa kebudayaan merupakan pilar utama yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan dengan berlandasakan pada “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS SBK) dan keragaman budaya di Sumatera Barat sebagai bagian integral dari budaya Nasional. Sedangkan “Konsideran Mengingat” pada angka 5 adalah: Undang Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 2022 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6806).

(2) Mengingat materi pokok Perda ini seharusnya menyangkut eksistensi, marwah dan, identitas jati diri Daerah Sumatera Barat serta dampaknya terhadap kelestarian nilai-nilai budaya, maka kami mendesak agar Draft Ranperda ini harus dibahas lebih komprehensif dan holistik lagi.

(3) Untuk penyempurnaan Ranperda ini kami siap untuk berpartisipasi dalam tindak
lanjut pematangan Ranperda dimaksud dengan masukan konstruktif yang lebih
konkrit dan detil.

Identitas Kebudayaan Daerah Sumatera Barat

Pokok pikiran penundaan Ranperda Provinsi Sumatera Barat Tahun 2024 ini, mengemuka setelah Rapat Kerja DPRD Provinsi Sumatera Barat 18 Maret 2024 di Kantor DPRD Jl Khatib Suleman Padang. Rapat Kerja tersebut acaranya: Finalisasi Terkait substansi Ranperda tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah, Pelestarian Cagar Budaya dan Pengelolaan Museum.

Pada rapat kerja itu diundang oleh Ketua DPRD Supardi, SH dengan Suratnya Nomor 165/380/Persid/DPRD/ 2024, … Maret 2024 sejumlah 28 personal/ unsur lembaga budaya dan agama masyarakat Sumatera Barat termasuk budayawan – seniman kreatif dan budayawan akademisi. Di dalam pertemuan banyak pokok pikiran yang mendasar mengemuka. Terutama sekali menyangkut pengeksplisitkan identitas Sumatera Barat seperti diamanatkan UU 17/ 2022 yang seharusnya dijabarkan dalam pasal-pasal Ranperda terutama menyangkut identitas Sumatera Barat. Sepertinya sungkan mengekspilistikan identitas Sumatera Barat, pada hal ada contoh Bali, Yogyakarta, Papua lainnya jelas menyebut identitas budayanya. Ada kekhawatiran ditolak, kalau menyebut lebih jauh identitas, pada hal kalau dipahami kebhinnekaan, tidak perlu sungkan. Justru keragaman budaya itulah Indonesia.

Juga muncul pemikiran dalam Rapat Kerja DPRD itu, menyangkut singkronisasi konten antara “konsideran menginat dan menimbang” dengan yang ditimbang, seharusnya dituangkan pada pasal-pasal Ranperda. Tak singkron mengingat dan menimbang dengan yang diingat dan yang ditimbang. Juga muncul pemikiran ukuran pemajuan kebudayaan, kalau ada “tolak ukur” maju tidaknya kebudayaan secara pisik (yang nampak) dari 10 unsur/ objek kebudayaan daerah Sumatera Barat termasuk cagar budaya, dipertanyakan mana tolak ukur majunya kebudayaan non pisik (nilai, kebudayaan tak nampak). Karenanya muncul saran usul, matangkan lebih dahulu pasal-pasalnya, tidak perlu pasang target, artinya tunda dulu pengesahan Ranperda itu.

Unsur budayawan dan agama masyarakat Sumatera Barat tadi, berpraduga, bahwa pemikiran dan saran usul mereka tidak diakomasikan dan tidak tertampung dalam notulensi Rapat Kerja DPRD 18 Maret itu termasuk Rapat di Disbut 14 Maret. Mereka menunggu draft final setelah Rapat itu, ternyata tidak ada kabar berita sesudahnya. Malah dikabarkan telah melakukan konsultasi dengan pihak pusat. Mucul praduga, bahwa “mereka 28 unsur lembaga tadi merasa disungkuik jo nan laweh” artinya seperti sudah dianggap merestui “barang jadi” saja. Karena Rapat Kerja DPRD tadi itu acaranya “finalisasi”.

Ada dikemukan alasan oleh Tim Ranperda DPRD, bahwa sudah maksimal dilakukan komunikasi publik termasuk dengan MUI. Ternyata Ketua Umum MUI yang hadir pada Rapat Kerja 18 Maret itu, membantah, tidak merasa pernah MUI dilibatkan atau diundang sebelumnya untuk membahas draft Ranperda itu. MUI malah betanya, MUI yang mana yang telah diundang sebelumnya?

Dalam pemikiran MUI disampaikan Ketua Umummnya Buya Gusrizal Gazahar, banyak hal yang perinsip mesti diperbaiki dalam draft Ranperda. Di antaranya menyangkut filosofi ABS-SBK yang mengamahkan adat budaya itu ibarat tubuh dan roh, di sisi lain juga keragaman Budaya di Sumatra Barat, mesti diletakan pada point tersendiri. Artinya tidak perlu sungkan menyebutkan karakteristik budaya Minangkabau di Sumatera Barat untuk menjabarkan amanat UU 17/ 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat, tentu saja tanpa harus meniadakan keberagaman Budaya di Sumatera Barat sebagai bagian integral kebudayaan Nasional.

Selain itu Buya juga menekankan bahwa, penting standar ukur tingkat kemajuan kebudayaan itu diataur dalam Perda. Kalau sudah ada standar ukur kemajuan kebudayaan yang sifatnya pisik (yang nampak), mana pula standar ukur maju tidaknya kebudayaan yang sifatnya nilai (tak nampak). Karenanya penting mengeksplisitkan karakter budaya Sumatera Barat yang menjadi identitasnya dalam keberagaman budaya yang ada di daerah ini. Justru identitas itu yang membedakan budaya Sumatera Barat dengan budaya Daerah lain seperti diamanahkan UU Sumatera Barat yakni UU17/2022.

Sejalan dengan Buya Gusrizal Gazahar, Hasanuddin Budayawan Akademik mengingatkan penting melurusakan konsep kebudayaan secara umum dan khusunya kebudayaan daerah Sumatera Barat. Dalam Ranperda ini tidak hanya dicukupkan konsep umum kebudayaan saja, tetapi harus mendefenisikan kebudayaan Daerah Sumatera Barat itu baik. Bagaimana karakternya sehingga menjadi identitas daerah Sumatera Barat yang semestinya itu dieksplisitkan dalam draft Ranperda, yang tentu saja tanpa harus meniadakan keberagaman budaya yang ada di daerah Sumatera Barat. Pemikirannya ini digarisbawahi hampir semua 28 peserta Rapat Kerja DPRD 18 Maret.

Pasca Rapat Kerja DPRD 18 Maret

Yudi yang tadinya didaulat sebagai Ketua Relawan Pemajuan Kebudayaan itu menyebut, semestinya sesudah Rapat Kerja DPRD 18 Maret itu ada inisiatif mengakomodir usul dan masukan dari pihak yang diundang Rapat Kerja. Demikian pula seharusnya pula ada pembahasan DPRD, mempertimbangkan masukan/ hasil konsultasi Pemprov dengan Pusat Kemendikbud atau mungkin Kemendagri.

Karena khawatir Ranperda ini secara sepihak dipkasakan ketuk palu, maka sebagai antisipasi kewaspadaan 28 Unsur Lembaga Budaya dan Agama tadi, berkumpul kembali di Ladang Tari Nan Jombang, 24 Maret dipasilitasi Owner Nan Jombang Dance Company Padang. Hadir ketika itu mewakili di antaranya Viveri Yudi, YY Dt. Rajo Bagindo, Syarifuddin Arifin, Hermawan, Hasanuddin, Ery Mefri sendiri. Juga khusus diundang Rahmat Saleh. Dibuat kesepakat bulat, menulis Surat Pernyataan kepada Pemerintahan Daerah Sumatera Barat (Gubernur dan Ketua DPRD).

Pertemuan Nan Jombang itu dilanjutkan di Nurul Iman, 26 Maret 2024. Diundang semua unsur dan dihadiri langsung Ketua Umum MUI Sumatera Barat Gusrizal Gazahar di samping sebagian Kan Kreatif dan Budayawan Akademisi. Bulat kesepakatan, Surat Pernyataan 28 Unsur tadi itu ditandatangani. Menyampaikan, disepakati diantar langsung dan bertemu dengan Gubernur Sumatera Barat dan Ketua DPRD.

Ternyata Gubernur cepat memberikan respon, tadi pagi 07.15 Rabu, 27 Maret langsung Tim Relawan diterima Gubernur di Istana Jl. Sudirman Padang. Justru Gubernur dikabarkan besok akan berangkat Umrah. Sementara ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat juga merespon cepat. Disepakati besoknya siang pukul 14.00 wib Kamis 28 Maret 2024 Tim diterima bertemu Pimpinan DPRD. Pertemuan dengan Ketua Pimpinan DPRD itu mengambil tempat di Kantor DPRD Provinsi Sumatera Barat Jl. Khatib Sulaiman Padang.

Exit mobile version