Dalam sejarah Rokan disebut, dulu terdapat beberapa kerajaan dan istana raja. Ada istana berdampingan berdiri di kawasan Rokan Kiri adalah istana Kerajaan Kunto Darussalam ibu negeri Kota Lama. Di lain lokasi seperti di Rokan Kanan ada lagi 3 istana kerajaan. Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Rambah awalnya di DAS Rokan Kanan dipindahkan ke Pasir Pangaraian, Kerajaan Kepenuhan di Nagari Koto Tangah dan Kerajaan Tambusai di Dalu-dalu.
Disebut juga beberapa kerajaan setelah Rokan Tua. Seperti Kerajaan Batu Hampar dan Kerajaan Pekaitan di wilayah tengah Rokan. Setelah dua kerajaan itu, disebut pula 3 kerajaan di Rokan Hilir. Ketiganya adalah di Nagari Bantaian ada Kerajaan Bangko, di Teluk Merbau ada Kerajaan Kubu dan di Negeri Tanah Putih ada Kerajaan Tanah Putih. Sedang di Rohul terdapat 5 kerajaan yang dipimpin pewaris raja turun temurun seperti tadi disebut: Kerajaan Rambah, Kerajaan Rokan di IV Koto, Kerajaan Tambusai, Kerajaan Kepenuhan dan Kerajaan Kunto Darussalam. Namun kemudian ditemukan peninggalan yang masih tercelak adalah istana megah ini, istana Rokan warisan Kesultanan Nagari Tuo di Rokan Hulu. Umurnya sekitar 200 tahun, sudah.
Istana merupakan bangunan sipil khas arsitektur melayu lama. Di sekitar istana ada rumah pesukuan menandai Rohul sebagai desa adat.
Diceritakan suku yang ada seperti suku Mais, suku Modang dan suku Melayu lainnya, semua terpelihara. Bahkan juga terkesan pada rumah masyarakat adat memiliki ukiran dengan berbagai ragam moriv ukiran, di samping motiv ukir naga pada istana yang didominasi bahan kayu. Justru unsur bangunan istana menyimbolkan adat. Pada 6 tiang di beranda dalam ragam motiv ukir, maka 4 tiang di antaranya menyimbolkan wakil 4 suku asli di Rokan IV Koto, sedangkan 2 tiang menyimbulkan dua suku berikutnya. Menambah tanda bahwa Rohul kuat sebagai desa adat.
Kerajaan Gunung Sahilan
Gunung Sahilan, kental sebagai desa adat. Desa dulu kerajaan. Sampai sekarang mengesankan identitasnya sebagai desa adat di Riau, sebut Datawardana dan Datuk Nasir Panyalai tokoh adat Riau.
Dulu Kerajaan, sekarang Desa/ Kecamatan Gunung Sahilan, dalam wilayah NKRI. Penduduk desa Gunung Sahilan saja 2.275 jiwa dengan 654 KK. Pewarisan tradisi kerajaan masih kuat sebagai identitas sejarahnya. Pewaris Raja Kerajaan, disebut Ita Humas Masjid Raya Pekanbaru, ialah Tuanku M. Nizar. Raja, ada hubungan kerabat dengan Ita.
Sebagai kerajaan dulu, Gunung Sahilan meninggalkan istana raja yang megah. Sudah menjadi cagar budaya. Posisinya dalam wilayah Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, tepatnya di dusun Koto Dalam Desa Sahilan Darussalam.
Disebut Kerajaan Gunung Sahilan seperti tertayang dalam berbagai media online dan wacana sejarah lainnya berdiri abad 16-17, didirikan oleh Adityawarman. Kalau disebut masa Adityawarman, dipastikan masanya abad ke-14, sebagai bagian koreksi. Sebab Adityawarman pernah 1347 memimpin Swarna Bhumi Dharmasraya (berdiri abad ke-4) cikal bakal dan pelanjut kerajaan Sriwijaya setelah runtuh (abad ke-12). Kemudian ia pindahkan Swarna Bhumi ke Saruaso tahun 1347 itu juga. Lalu ia mengkonsolidasi kerajaan-kerajaan federasi kerabat di rantau termasuk ke pantai timur. Rangkaian peristiwa itu terjadi, adalah setelah ia kembali dari Bali didampingi Gajah Mada tahun 1345.
Di Saruaso, Adityawarman mengintegrasikan Swarnabhumi Dharmasraya dengan berberapa kerajaan tua lainnya di Luak Tanah Datar. Di antara kerajaan tua itu: Kerajaan Pasumayam Parik Batu, dan kerajaan-kerajaan mekarannya seperti Kerajaan Bungo Sitangkai, Kerjaan Dusun Tuo, Kerajaan Batu Patah lainnya. Setelah diintegrasikan beberapa kerajaan tua itu, dinamakan dengan Kerajaan Malayapura.
Kerajaan Malayapura itu kemudian berubah menjadi Kerajaan Minangkabau. Kemudian dibawa ke Pagaruyung. Masa cucu Adityawarman, Kerajaan berubah menjadi Kesultanan Minangkabau Darulqarar (Negeri Damai) di Pagaruyung (disingkat Kesultanan Pagaruyung) awal 1403 M. Kejadiaannya setelah ada Pertemuan Pemuka Adat Minang di Puncak Pato Bukit Marapalam, Mei 1403.
Pertemuan Bukit Marapalam itu digagas oleh Sultan Bakilap Alam cucu Adityawarman dan Datuk Bandaro Putiah. Pertemuan melahirkan Sumpah Sati Bukit Marapalam. Sumpah Sati itu adalah janji/ konsesus untuk melaksanakan rumusan hasil pertemuan Bukit Marapalam, dalam bentuk Undang Adat Minangkabau (UAM) 15 pasal 90 ayat. Sumpah Sati dan UAM ini secara esensial mengamanahkan ABS-SBK yang kemudian menjadi tatanan “adat nan sabatang panjang” dan filosofi adat Minangkabau. Mesti dilaksanakan orang Minangkabau, kalau tidak dimakan sumpah: ke atas tak berpucuk (putus hubungan dengan Tuhan), ke bawah tak berurat (putus hubungan dengan manusia, punah), di tengah digirik kumbang (putus, keturunan tak berlanjut, rusak bangsa dan rusak bumi), dimakan bisa kewi (bisa Yang Maha Kuat, dilaknat) dan dikutuk Qur’an 30 Juz. Wallahu a’lam!
Banyak pula dalam berbagai tayangan dan wacana teks, disebut pula Kerajaan Gunung Sahilan sebagai “bawahan” Kerajaan Pagaruyung. Sesingkat pengetahuan saya, “atasan – bawahan” itu tidak ada dalam konsep kerajaan dan konsep nagari beraja di Minangkabau. Tentang ini sudah banyak saya jelaskan, di antaranya terbaca pada buku saya, Kesultanan Pagaruruyung, 2017.
Sebagai sebuah koreksi, bahwa dalam Sejarah Kerajaan-kerajaan Minangkabau tidak ada mengenal struktur bawahan dan atasan antar raja kerajaan/ raja nagari beraja. Seperti itu juga tidak mengenal kata “jajahan” (koloni seperti disebut sejarah kolonial) bahkan tidak mengenal kata “kekuasaan” struktural antara satu kerajaan dengan raja kerajaan/ raja nagari lainnya di rantau. Catat rantau dalam konsep adat Minang tidak sama dengan konsep diaspora. Rantau dalam adat Minangkabau, satu suku, dua, tiga sampai 4 suku pindah ke wilayah baru, membawa adat, agama dan gelar sako selingkar kaum dan sukunya. Sedang Diaspora adalah ibarat pepatah “merantau bujang dahulu, di rumah berguna belum”. Artinya diaspora itu, belum berguna atau hidup menderita dan disakiti atau dilecehkan di kampung, lalu merantau ke negeri lain, mencari sakit hidup. Setelah berguna (dihormati, kaya, sudah bergelar akademik tinggi, berpangkat tinggi lainnya) baru balik kampung, dimungkinkan balas dendam? Itu diaspora, bukan rantau dalam konsep adat Minangkabau.
Merantau sebenarnya, Minangkabau tidak menganut teori ekspansionisme. Rantau baru yang dihunyi sekaum dan sesuku, mereka mendirikan raja dan atau penghulu sukunya dilewakan di kaum asalnya. Karenanya raja/ kerajaan itu di Minangkabau, semuanya kerabat (berdusanak). Karenanya pula kekuatan raja dan kerajaan di rantau itu, ada pada 4 kluster kerabat Kerajaan Pagaruyung. Raja itu kuat menyambung tali rahim (ibu/ suku) dan sekaligus memegang tali nasab (ayah/ darah) dalam keberlanjutan keturunan saudara laki-laki ibu, dengan menjaga hubungan anaknya dengan keluarga di kaum dan suku ibunya disebut “bako”. Minang justru menganut paham kekerabatan bertali rahim (ibu/ suku), disebut konsep orang luar sebagai matrilineal. Sekaligus Minang menganut paham kekerabatan tali nasab (ayah, patrilineal) dibuktikan dengan prinsip mengabadikan kekerabatan keluarga ayah disebut “bako” itu.
Empat Kerabat Pagaruyung yang menjadi kekuatan kerajaan-kerajaan federasi kerabat Minangkabau itu: (1) Sapiah Balahan (keturunan ibu di rantau), (2) Kapak Radai (mekaran keturunan ibu di rantau), (3) kudung karatan (keturunan saudara lelaki ibu di rantau), dan (4) timbang pacahan (mekaran keturunan saudara laki-laki ibu di rantau). Terakhir saya hitung kerajaan-kerajaan federasi kerabat Pagaruyung itu, sudah lebih dari 200 kerajaan dan nagari beraja dalam wilayah kultur Minangkabau dalam/ luar Sumatera Barat.
Semua kerajaan itu hubungan berdusanak, semacam kerajaan-kerajaan federasi kerabat. Tidak ada hubungan kekuasaan dan garis perintah struktural atas – bawah, tetapi koordinasi berkerabat. Istilahnya Kerajaan Pagaruyung itu “payung” saja terhadap semua kerajaan-kerajaan federasi kerabat, hubungan asal usul tali rahim (matrilineal) dan plus tali nasab (patrilineal). Kerajaan-kerajaan kerabat itu, rajanya sering dikirim/ dijemput dari Pagaruyung, seperti disebut dalam berbagai Tambo Alam Minangkabau di Minangkabau. Faktanya Raja I Kerajaan Gunung Sahilan Tengku Yang DiPertuan Bujang Sati anak raja gelar Sutan Pangubayang, dijemput/ dikirim ke/dari dan mangkat di Pagaruyung. Di sisi lain dari urutan silsilah raja-raja Gunung Sahilan, disebut raja pertama Raja Mangiang bermakam di dekat Masjid Sahilan. Ia dikatakan keturunan raja Gamayung Tuanku Panitahan Pagaruyung dari Sungai Tarab, Luak Tanah Datar.
Karena itu pula Kerajaan Gunung Sahilan, bukan bawahan Kerajaan Pagaruyung, tetapi “dalam payung” Kesultanan Pagaruyung yang sejak awal abad ke-15 berasaskan adat syara’ (adat ber-sandi syara’/ Islam). Kerajaan berdaulat dan otonomi. Raja-raja Gunung Sahilan ialah raja-raja muda keturunan kerabat Kerajaan Pagaruyung. Datawardana menyebut, raja-raja muda itu diasuh di Pagaruyung, lahirnya di Gunung Sahilan, kemudian dari Pagaruyung kembali ke Gunung Sahilan. Itu dimungkinkan juga. Wallahu a’lam!
Secara faktual kekayaan peninggalan Kerajaan Gunung Sahilan, ditemukan berbagai benda sejarah dalam istana. Di antaranya alat penyimpan air minum seperti kendi dan guci. Peralatan pakai rumah tangga seperti tempat tidur dan kasur. Alat perangkat upacara ada gong hitam. Ada juga alat perang seperti meriam lelo (kecil), pedang, tombak lainnya. Juga ada foto-foto dokumen lama terpajang.
Terlebih semarak, arsitektur istana raja Gunung Sahilan, mencirikan bangunan bernuansa melayu diperlihatkan dalam ornamen menyimbolkan kebesaran adat. Bahan bangunan dan dinding didominasi bahan kayu. Bentuknya semi panggung bertingkat. Atap melimas seperti banyak juga terdapat di Minangkabau seakan sinkretis. Menjadi spesifik, bangunan istana ditambah dengan tiga kubah. Tata ruangannya, ruang dalam diukir dekat pentilasi dangan motiv kaligrafi dan ruang tidur ukiran motiv zukhruf (hiasan) bebungaan.
Lokasi istana Raja Gunung Sahilan di Dusun Koto Dalam, Desa Sahilan Darussalam. Istana raja ini satu di antara situs yang diakui sebagai cagar budaya. Seperti halnya di Minangkabau, istana Raja Sahilan tidak ditempati raja dan keluarga sebagai rumah kediaman, tetapi dipergunakan untuk tempat upacara adat, pesta rakyat dan atau tempat bersidang, bermusyawarah untuk mengambil mufakat/ keputusan adat dipimpin raja sebagai pucuk adat.
Pemimpin pemerintahan adat seperti fungsionaris tiga tungku sajarangan di Minangkabau juga, memakai sistim tigo selo. Di sisi lain tekesan, yang menjalankan pemerintahan memakai sistem Perdana Menteri, tetapi tidak terpusat di tangan seorang pemuka, tetapi dijalankan Majelis Menteri. Majelis menteri itu menjalankan pemerintahan adat sesuai job dan fungsinya. Sistem tigo selo itu: pertama, fungsi orang tua sesuai kedudukannya ialah raja, menguasai adat, memegang kuasa pemerintah. Sekarang raja dipegang waris raja, Tengku M. Nizar. Ia merupakan lambang kerajaan dengan gelar Tengku Yang DiPertuan Besar. Kedua Raja Ibadat tegak di pintu syara’ (agama) ialah Tengku Yang DiPertuan Sati. Ketiga fungsi eksekutif, menjalankan pemerintah oleh semacam kerapatan limbago adat disebut Kerapatan Khahlifah. Kerapatan Khalifah berkedudukan seperti majelis menteri. Strukturnya, 4 di mudik dan ber-5 dengan Datuk Besar Khalifah Kampar Kiri.
Kedudukan Raja dalam Kerajaan Gunung Sahilan adalah sebagai Lambang Negara Kerajaan. Sementara pemerintah dalam arti eksekutif dikendalikan oleh lembaga disebut Kerapatan Khalifah nan berempat di mudik berlima dengan Dt. Besar Khalifah Kampar Kiri. Kedudukan para khalifah ini dalam Kerajaan Gunung Sahilan adalah sebagai Majelis Menteri (Kementerian) di mana fungsi berjalan dengan peran tertentu sesuai kedudukan (status).
Disebut dalam berbagai wacana text termasuk dalan urutan silsilahnya ada 12 raja/ sultan Kerajaan Gunung Sahilan. Raja/ sulatan dengan Gelar Tengku Yang DiPertuan Besar ialah: (1) Raja Muda Kerajaan Gunung Sahilan Raja Berdarah Putih bernama Raja Mangiang, keturunan (anak) raja Gamayung Panitahan Pagaruyung dari Tuanku Sungai Tarab, (2) Raja Bersusu Empat (banding Minang ada juga disebut bersusu empat, termasuk bagian moyang penulis dari suku Kampai Bendang), (3) Sultan Yang DiPertuan (YDP) Sakti, gelar Sultan Bujang, (4) Sultan YDP Muda, (5) Sultan YDP Hitam, (6) Sultan YDP Besar wafat di Mekah, (7) Sultan Abdul Jalil YDP Besar gelar Sultan Daulat, (8) Sultan Abdurrahman YDP Muda, wafat di Jeddah, (9) Sultan Abdullah Sayyah YDP Besar nama kecilnya Tengku Sulung, (10) Sultan Abdullah Hassan Tengku YDP Sakti, (11) Tengku Ghazali, dan (12) Tengku M. Nizar sekarang.
Senapelan, Desa di Tengah Kota
Senapelan sebuah Desa di tengah kota. Asal dari Koto Pekanbaru. Pemda Riau mempasiltasi Desa Senapelan, disiapkan menjadi desa wisata Riau. Sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) sejarah. Justru Senapelan desa di tengah kota disejarahkan sebagai asal dan cikal bakal berdiri Kota Pekanbaru. Pendirinya Marhum Pekan, sebutkuatkan oleh Datu Nasir Panyalai dan Datawardana dalam percakapan di kedai kopi Yong Bengkalis, kamis 24 Desember 2022.
Pasca temu bual Ngopi di Glory warga IKPS Kota Pekanbaru ditenggarai Ketua St. Rajo Mangkuto didampingi Son Makuwan, dkk., ba’da zuhri, berziyarah ke Makam Marhum Pekan di Senapelan. Di sana terasa benar nuansa kawasan sejarah raja-raja dilestarikan Pemko Pekanbaru. Makam Marhum Pekan berada dalam komplek Masjid Raya Pekanbaru.
Erwan satu di antara pemegang kunci makam Marhum Pekan dan Ita Kahumas Masjid Raya Pekanbaru pintar membawa cerita sejarahnya. Saya bersama Son Makuwan/ IKPS Pekanbaru dan Rido/ PT Suveyor Riau, beruntung didampingi Erwan dan Ita tadi. Merekam singkat jejak (desa/ kelurahan/ kecamatan) Senapelan cikal bakal berdiri kota Pekanbaru, yang tadi disebut pendirinya Marhum Pekan raja Siak ke-5 itu.
Menarik ceritanya yang disejarahkan. Keduanya teller history juga. Ada cerita sejarah perkembangan Masjid Raya dari masa ke masa, sekaligus menjelaskan isu renovasi yang sebenarnya tidak menabrak cagar budaya. Tak kalah mengasyikkan perjalanan sejarah Marhum Pekan pendiri Kota Pekanbaru ini.
Marhum Pekan populer disejarahkan di Senapelan. Ia Raja ke-5 Kerajaan Siak Sri Inderapura, cucu dari Raja Kecik . Ayahnya ialah Sultan ke-4 Yang DiPertuan Besar Tengku Alam Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah putra Raja Kecik. Tengku Alam ini digelari dengan Marhum Bukit. Kakeknya ialah Raja Kecik (Kecil) Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah ialah pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura berpusat di Buantan (1723 M). Pusat Kerajaan ini berpindah-pindah dari Buantan pernah pindah ke Mempura. Dari Mempura pindah ke bandar baru Senapelan, lalu kembali lagi ke Mempura. Pada akhirnya dari Mempura pindah ke Siak Sri Indrapura. Sebelumnya Raja Kecik ini dibesarkan dan diasuh di Pagaruyung, Minangkabau (Sumatera Barat). Ia putra dari Raja Johor Sultan Mahmud Syah II dengan istrinya Encik Pong, lawan berat Megat Sri Rama.
Tahun 1762 Yang DiPertuan Besar Marhum Bukit putra Raja Kecik, memindahkan pusat Kerajaan Siak Sri Indrapura “Mempura” ke Senapelan. Lalu masa Sultan Siak ke-5 Tengku Muhammad Ali putra Marhum Bukit berhasil membangun Senapelan dengan membuat pekan yang baru, kemudian menjadi nama kota Pekanbaru. Tengku Muhammad Ali, nama lengkapnya Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Dikenal juga dengan Sultan Abdul Jalil Mualim Syah, bergelar Marhum Pekan.
Latar belakang pindah dari Mempura ke Senapelan sebagai banda utama dan ibu kota Kesultanan Siak Sri Indrapura, ada yang tersuruk maksud, yakni hendak melawan strategi dagang dan penjajahan Belanda. Saat itu kolonialis sudah memperlihatkan akhlak dan watak buruk dengan kekuasaan semena-mena menguasai jalur perdagangan Sungai Siak. Masyarakat tak senang. Terjadi konflik berkepanjangan. Menyikapi situasi dagang tak aman, diutus Agam (suku Limapuluh) mencari bandar dagang baru sebagai ganti Mempura yang dikuasai Belanda. Utusan sampai di bandar baru Senapelan. Lalu utusan duduk bersama berunding dengan kepala suku disebut “batin”. Mengambil mufakat, menjadikan Senapelan sebagai pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura dan bandar baru perdagangan. Pada gilirannya Sultan Siak ke-5 Tengku Muhammad Ali putra Marhum Bukit membangun Senapelan. Sekaligus memboyong seluruh perangkat kerajaan di Mempura pindah ke bandar baru Senapelan ini.
Senapelan dengan cepat berubah di tangan dingin Marhum Pekan. Posisi strategi, derada pada persimpangan lintas perairan. Membuka peluang perdagangan dan menjadi ramai, seiring perkembangan Senapelan menjadi ibu kota Siak. Raja Tengku Muhammad Ali memprakarsai membuka pekan (pasar) yang baru yang kemudian menjadi sejarah berdirinya kota Pekanbaru. Berpangkal dari pekan yang baru itu, dibuka Raja Tengku Muhammad Ali digelari Marhum Pekan (Pekan, sebutan masyarakat sampai sekarang terhadap Pekanbaru).
Tangan dingin Raja Kesultanan Siak ke-5 ini, bandar Senapelan sebagai bandar baru disebut Pekanbaru sontak menjadi permai. Beban peran bandar Petapahan sebelumnya yang padat menjadi longgar dan dinamis. Sebelumnya, Petapahan itu sebagai pekan sangat padat. Didatangi saudagar dagang babelok termasuk dari ranah Minangkabau (dalam/ luar Sumatera Baat).
Sejalan dengan perinsip pengembangan kawasan baru, Sultan Siak ke-5 disebut Marhum Pekan itu, mengembangkan pasilitas regional center dalam bentuk pembuatan jalur dagang strategis. Penyediaan prasarana jalur transportasi itu, seiring dengan perinsip pengembangan kawasan, yakni penyediaan market center (pusat perbelanjaan, pekan) dan service center (pusat pelayanan publik) termasuk pusat Kesultanan Siak. Bentuknya mulai dari pengadaan prasarana transportasi, sampai membuka jalur strategis. Jalurnya mengarah ke selatan yakni arah Teratak Buluh, Buluh Cina lainnya. Juga ke arah barat, yakni ke Bangkinang menuju Rantau Berangin. Fungsi prasarana transportasi jalur rempah menghubungkan Pekanbaru dengan negeri sentra penghasil kayu, rotan dan rempah seperti gambir, damar, lada dan komoditi rempah lainnya.
Dengan sistem pengembangan kawasan baru bandar Senapelan dengan pekan yang baru, kemudian menjadi kota Pekanbaru itu, ekonomi bergerak pesat dan maju. Artinya jalur perdagangan ke hilir sungai Siak dipotong bandar baru ini. Berpengaruh langsung, membuat perdagangan Belanda merosot. Laju perdagangan Belanda di Mempura yang mengklaim jalur dagang Sungai Siak tersaingi. Akibatnya, perdagangan kolonial Belanda menderita kerugian besar. Memaksa Belanda tahun 1765 menutup perusahaan dagangnya Loji VOC di Siak. Diperparah lagi gejala korupsi menyebabkan VOC yang didirikan 1602 oleh Gubernur Jenderal Belanda Pieter Both itu, hutangnya semakin besar. Kondisi buruk itu mengantarkan VOC bangkrut dan pailit berkepanjangan sehingga 30 tahun berikutnya VOC bubar masa Gubernur Jenderal VOC van Overstraten.
Fenomena sejarah bandar Senapelan menjadi Pekanbaru itu menarik, adalah bagian perlawanan Sultan Siak terhadap Belanda. Sekarang Senapelan dihargai sebagai asal usul Kota Pekanbaru. Penguatannya oleh Pemko Pekanbaru, memfasilitasi Senapelan dengan Perda RIPPARDA Kota Pekanbaru No.01 Tahun 2021, Desa/ kelurahan/ kecamatan/ kampung bandar Senapelan. Perda menetapkan Senapelan menjadi kampung wisata. Daya tarik dan pesona wisatanya ditawarkan khas sejarah dan budaya Kota Pekanbaru.
Penguatan sebagai daerah tujuan wisata (DTW), maka Kampung Bandar Senapelan menambah daya tariknya. Mempesona wisatawan domestik dan manca negara. Objek wisata yang mempesona di Senapelan itu dibanyak. Mulai dari wisata sejarah budaya religi Makam Marhum Pekan, Masjid Raya Pekanbaru sampai kepada budaya khas melayu lainnya. Di antara kekhasan melayu itu ada kuliner, pertunjukan seni yang menawarkan Senapelan genius lainnya. Semua tak kurang menggambarkan keragaman budaya kota Pekanbaru yang berpangkal dari Desa Bandar Senapelan itu.
Wilayah Senaplan cukup luas. Mulai dari lingkup kampung/ desa/ kelurahan sampai lingkup kecamatan, dengan camatnya Yeni Ernita mendapingi Pj Wako Pekanbaru sekarang Muflihun. Di sana di keseluruhan Pekan Baru ditemukan kebhinnekaan penduduk. Tahun 2021 penduduknya mencapai 35.357 jiwa dengan kepadatan 5.317 jiwa/ km². Kebhinnekaan di situ terdapat banyak suku, di antaranya, suku Minangkabau, Jawa, Batak, Aceh, Nias, Banjar dan Bugis lainnya.