FIKIR.ID – Rabu malam, 13 Juli 2022, saya diundang silaturrahmi (temu dusanak tali rahim/ ibu), sejenak saya mampir ke Kampung Limau Manis. Sejenak saya nikmati udara malam Limau Manis, sebelum acara duduk bersama silaturrahmi kaum Suku Caniago di rumah cucu Ramanus bernama Rosi di Kalumpang, Nagari Koto Nan Tigo. Dusanak dimaksud, dapat berfungsi sebagai bako tambahan saya (babaki), yakni dilihat dari pihak bapak lanjut/ bapak tiri saya ialah Agus dari suku Caniago Payung Datuk Rajo Basa.
Agus pernah menjadi suami ibu saya berikutnya setelah ayah pisah. Ia sayang pada saya. Saya terkenang, dibawa kemana-mana. Pernah saya jatuh dari sepedanya di Bukit Lintang kelok Nyaman Tanjung Kandis. Saat saya jatuh, ia panggil-panggil saya “sol…sol …sol” untuk memanggil nama “zal zal zal”, lalu ia berhenti dan memeluk saya.
Bapak Agus mamak teman saya Ramanus, membawa bako tambahan untuk saya. Sebanarnya bako saya adalah kaum dari ayah saya M.Yunus Taraan, tali nasab. Adalah kaum suku Sikumbang dalam Payung Datuk Rajo Kayo di Kampung Koto Panjang di Nagari Taluk Tigo Sakato sekarang.
Yang mengundang saya ke Limau Manis itu kamanakan Agus bapak saya itu, bernama Ramanus mantan orang besar di Dinas Ketenaga Kerja di Riau. Dulu Ramanus bersama Ali Amran lainnya sama sekolah pula dengan saya di PGA 4 Tahun di Anakan, Batang Kapas. Juga masa sekolah di PGAN 6 Tahun di Salido dan kami tinggal di Painan tidak jauh dari rumah M. Dalil. Terus menyambung ke IAIN Imam Bonjol. Ia kawan akrab, hebat dan tulisan nasakh arab melayunya luar biasa indah, turunan dari kepiawaian khat guru kami Ruslan Limau Manis tinggal di Painan yang mahir berlidah Arab.
Karena mahirnya guru Ruslan berbahasa Arab, saya pernah memilihnya sebagai musyrif (pembimbing) tak resmi skripsi – risalah doktoral saya yang berbahasa Arab di Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol. Skripsi saya berjudul “al-Qasasu l-Islmiyah fi Tasqif Syakhshiyat al-Atfal (Cerita-serita Islam dalam Pemberntukan Karakter Anak)”. Cukup tebal bahasanya bagus dan diterbitkan menjadi buku, 1983. Buku ini cukup laris.
Ramanus mengundang saya ke Limau Manis, kampungnya dan kampung guru kami Ruslan sebagai teman dan sebagai anak pisang dari dia sebagai bako, membawa silaturrahmi duduk bersama dusanak dalam kaumnya suku Caniago. Mengundang saya sebagai teman di maksud, adalah seperti mau napak tilas, ke kampungnya dan kekampung mamaknya Agus bapak saya itu. Dulu pada masa sekolah, justru saya pernah lalok di rumah gadang mandehnya berarsitektur kayu di Limau Manis. Sedangkan Ramanus sendiri pernah pula tidur di rumah kayu amak saya Siti Zahara, mantan istri mamaknya Agus di Kampung Tanjung Kandis, Taluk.
Adat Syara’ Minang, Pakaian
Mengundang saya membawa duduk bersama dengan kaum Ramanus suku Caniago, sudah barang tentu berkaitan pula hendak meminta kesediaan saya membentang kaji dan adat (pengetahuan adat bersandi syara’). Hadir mamak P.Dego Dt. Rajo Basa, dan Panungkeknya Emrizal, ninik mamak beserta mandeh sako Rosi serta mandeh bapak lainnya, cucu kamanakan nan mudo parik paga di kaum. Bapak/ rang sumando hadir nan tuo Liwas St. Batuah, Datuk Rajo Pangulu serta rang sumando lainnya dan ulama suluah bendang di nagari.
Kaji dan adat yang dipapar malam itu, diarahkan kepada fatwa adat bersandi syara’. Berharap menjadi pakaian dan bekal memperkuat kaum (mamak dan mandeh bapak, serta cucu kamanakan) tetap tali dusanak: baik tali rahim yang disuruh untuk terus disambung oleh oleh adat bersandi syara’, tak boleh berkarek rotan, maupun tali nasab tali darah ayah disimbolkan hubungan dengan bako, kekal sampai akhir. Tali rahim itu disuruh sambung oleh syara’ dan adat agar tetap mendapat rahmat Allah, berpucuk ke atas dan berurat ke bawah, memelihara kaum dan nagari tak rusak, dikias seperti selamat dari digiriak kumbang, selamat dari punah kena sumpah dimakan biso Kewi (kutukan Yang Maha Kuat).
Terasa urgen lagi oleh Ramanus membawa saya ke kaum, justru cucunya (tentu cucu saya pula), yang muda yang cerdas Prasetia Dego, ST putra kemenakannya Ismiwarti (ibu) – Ramilus (ayah) baru saja dapat kesepakatan kaum caniago dan segera dilewakan diangkat menjadi datuk penghulu payung kaumnya suku caniago Limau Manis itu dengan gelar Datuk Rajo Basa. Bahkan Dego kemenakannya itu akan mengakhiri masa lajangnya, tanggal 17 Juli 2022 menikah di Masjid Baiturrahmah Aie Paca Bypass Padang dan pesta hari itu juga di GSG Auditorium UIN Imam Bonjol, dengan seorang gadis pujaannya binti Prof. Dr. Syafruddin MA – Dra. Reflinas, MM. Prof. Syafruddin kerabat kerja saya juga di UIN Imam Bonjol Padang. Tentu saja cucu kamanakan sebagai datuk ini perlu bekal adat syara’ nan dipakai, agar kuat memimpin kaum, berjalan di nan luruih dan bakato di nan bana. Selin itu juga perlu bekal adat dan syara’ hendak melayari perahu rumah tangga agar sakinah, mawaddah wa rahmah.
Limau Manis Kampung Dego Dt Rajo Basa
Justru cucu kamanakan P.Dego Dt. Rajo Basa, satu-satunya harapan memimpin kaum suku caniago Limau Manis, di samping membina rumah tangganya nanti. Bahkan, kata Ramanus diharapkan ia berperan sebagai penghulu menjalankan adat dengan baik dari kaum ke nagari, justru di Nagari Koto Nan Tigo, ia satunya penghulu yang eksis dan harapan, justru yang lain belum bangkik dari terlipat.
Limau Manis di Pesisir Selatan adalah salah satu kampung dalam wilayah Nagari Koto Nan Tigo, Kecamatan Batang Kapas. Nagari Koto Nan Tigo ini wilayahnya terdiri dari 4 kampung, yakni (1) Kampung Kalumpang, (2) Kampung Limau Manis, (3) Kampung Tanah Kareh dan (3) Kampung Sungai Pampan. Kampung Sungai Pampan berbatas (sungai dengan) Nagari Taluk.
Nagari Koto Nan Tigo merupakan mekaran dari Nagari Induk IV Koto Hilir dalam Kecamatan Batang Kapas. Dulu Nagari Induk IV Koto Hilir ini berbatas Nagari Taluk dan Nagari Induk Taluk pun termasuk salah satu Nagari Induk dalam Kecamatan Batang Kapas. Masa jayanya Bandar-X, justru Batang Kapas salah satu Bandar dari Bandar 10. Demikian juga Taluk merupakan salah satu Bandar berdiri sendiri pula sebagai satu Badar dari Bandar 10. Wilayah lengkap Badar 10 itu adalah : (1) Batang Kapas, (2) Taluk, (3) Teratak, (4) Surantih, (5) Ampiang Parak, (6) Kambang, (7) Lakitan, (8) Palangai, (9) Sungai Tunu dan (10) Punggasan. Air Haji sebagai tumpuannya dan Bungo Pasang sebagai kalang ulunya.
Banda 10 dimaksud adalah Bandar atau Kota Pantai, Pusat Perdagangan berbasis pelabuhan yang permai. Abad ke-16 masa Tan Sri Dano menjadi Panglima Pantai Barat Sumatera, Banda 10 ini sudah ramai menjadi arena percaturan perdagangan rempah dan emas oleh dunia internasional. Panglima Tan Sri Dano yang situs makamnya di Taluk masih terpelihara sebagai saksi bisu sejarah dan nama besarnya diabadikan sebagai nama Pantai Tan Sri Dano di Taluk, menandai bahwa ia tokoh besar, yang dulu berjasa menundukkan dan menertibkan bodyguard Portugis yang semena-mena di Pantai Barat. Mereka bodyguard Portugis itu dikenalkan sebagai orang hitam tinggi kekar yakni orang rupit anak buah dari si Tarah dan si Tatok. Makam mereka di kenal di kawasan ini, dengan situs mejannya seperti menhir, batu tumbuh dan hidup, kian lama makin meninggi. Fenomena ini bagian dari sejarah yang mesti digali dan diwariskan kepada generasi muda. *** yy