Selanjutnya Yulizal menjelaskan, kata “bundo” mengiringi kata “pusaka” dalam lirik Mars tadi itu, ingin menyatakan makna bahwa bahwa ibu sebagai bunda, diberi kuasa memegang ulayatnya, disebutlah dalam mars “Sumatera Barat persada hamba/ ranah pusaka bunda”. Pusaka bunda/ ibu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan kemakmuran semua secara komunal melalui penguasaan negara, kata Datuk Yulizal.
Pusaka turun dari ninik kepada mamak, lanjut Yulizal. Dari mamak turun kepada kamanakan, menurut garis ibu dalam perspektif kekerabatan Minang matrilineal. Artinya pusaka sebagai milik komunal, dipegang ibu tapi bukan kekuasaan pada ibu, justru ibu memegang pusaka diawasi mamak (saudara lelaki ibu) dalam sistem kekerabatan matrilineal (sebagai bagian keiistimewaan Sumatera Barat, pen).
Jadi itulah nafasnya Mars Sumatera Barat ini, lirik-liriknya didukung musik berbasis kearifan local wisdom Minang. Syairnya digubah oleh penyair besar Sumatera Barat B.Andoeska dan ia banyak menulis lagu dan Mars daerah. Sedangkan musiknya didisain pemusik professional dan ia juga penulis lagu dan penyanyi ialah Sexri Budiman.
“Karena demikian penting Mars Sumbar ini, agar segera diundangkan dalam bentuk Perda Sumatera Barat,” harap Yulizal mengakhiri penjelasan.
“Ini menggelitik. Izin ya, kata Endarto merespon. Saya lihat di daerah-daerah itu pasti ada lambang seperti logo, bendera lainnya. Itu semua kan sudah di-Perda-kan, kata Endarto. Seharusnya di daerah itu begitu ada lambang seperti logo, bendera lainnya sebagai identititi, bukan? Lambang, Logo Sumbar itu kan (menggambarkan substansi kultur, pen) Minangkabau. Substansi ini seharusnya dan mesti ada di dalam Mars. Jadi hanya ada satu Perda, tetapi di dalamnya itu ada bab-bab yang mengatur termasuk Mars ini. Ternyata di Sumbar Mars ketinggalan itu di dalam Perda Logo Lambang yang sudah berlalu, Endarto mengingatkan.
Lebih lanjut Endarto bercerita, seperti yang ada di Papua, ada gunung-gunung dan air mengalir, terasa kalau di sana ada kumandang lagunya, membuat kita merinding. Suara mereka di Papua bagus-bagus semua. Ketika ada acara resmi, itu Mars Papua luar biasa. Anak-anak kecil pada hafal semua.
Sebenarnya pengalaman seperti itulah yang kita harapkan, nilai itu terwarisi oleh generasi muda itu. Jadi, usul Endarto, harusnya nanti Bapak di daerah, kalau pak Kurnia bilang zaman simplipikasi terkait dengan aturan-aturan yang ada, jangan (lambang itu) berdiri sendiri, karena lambang ini (dengan berbagai wujudnya) adalah satu kesatuan. Artinya, lambang daerah apa yang dimaksudkan nanti (segala bentuk wujud lambang) itu kan menjadi hak paten daerah juga.
Satu Perda Memuat Seluruh Wujud Lambang Identiti Daerah
Jadi satu aturan (Perda) kata Endarto, memuat beberapa identity daerah itu seperti logo, bendera, mars lainnya. Seperti dikatakan tadi kebanggaan Minang, menggugah semangat anak-anak muda yang yang belum kuat mengenal Minang.
Lewat lagu, karena memang lagu itu kata pak Wali Kota, lagu cinta, sebut Endarto yang memancing ketawa lebar. Karena itu, supaya kita mempunyai pemahaman sama, apa yang ada di sana. Jangan aturan itu berdiri satu satu. Intinya sekarang zaman simplikasi. Kalau kemaren di Sumbar kita simplikasikan dari 40 SOTK kita jadikan satu Perda.
Jangan terlalu banyak Perda mengatur, padahal materinya sama. Yang banyak itu kita turunkan di bab-bab terkait dengan petunjuk pelaksanaannya. Seperti pak Wali dahulu di Jakarta Utara, tidak terlalu banyak aturan, tapi bagaimana efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah untuk pelayanan masyarakat, kata Endarto melirik Syafruddin Putra Dt. Sungguno Anggota Komisi V yang akrab dipanggilnya mantan Wako Jakarta Utara itu yang memperlihatkan pengalaman bersahabat sudah lama.
Mungkin ada beberapa hal kita lupa, coba! Perda berapa sih yang mengatur tentang bendera, atau lambang – logo apa sudah punya Perda! Belum…!, genjot Endarto.